Kamis, 01 Desember 2011

BECAUSE I AM A GIRL (CHAPETER 2: AFTERNOON)

Type                : Multi-chapter
Author             : Istrinya Kyuhyun
Main Cast       : Cho Kyuhyun, Lee Ha In, Lee Song Na (omma)
Supporting Cast : Ryeowook, Siwon
Rating             : All Ages
Theme             : Romance, tragedy






“Aigoo, pameran kali ini ramai sekali, suatu saat aku pasti bisa seperti donghae, bisa membuat karya besar” kataku sambil membuka tutup cairan ilford multygrade IV Developer *) dan menuangkannya pada sebuah kotak plastic yang lebar.

Triiiit triiit triiiii. Ponselku berbunyi, menandakan ada sebuah panggilan.

“Yeoboseo”

“Kyu, cepat naik ke ruang pameran, aku mau memasang foto besar, bisa kau bantu aku” Kata Donghae fotografer pemilik studio tempatku magang dari seberang telefon.

“Ne, tunggu sebentar”

Aku segera berlari menaiki tangga menuju lantai 2, dan tanpa sadar masih membawa botol Ilford.

“Aigo, buat apa aku membawa botol ini?” Ku letakan botol itu diatas sebuah meja dan meneruskan berlari menghampiri Donghae.

“Hyung, apa yang bisa ku bantu?” Kataku sambil menepuk bahu Donghae

“Kau angkat sudut bagian kanan, aku sudut bagian kiri, nanti Han akan menempelkannya ke paku”

“Baik, siap? 1, 2, 3, angkat!” Kukerahkan seluruh tenaga untuk mengangkat foto berukuran 2 x 1 meter itu.

“Kyaaaaaaaaa” kudengar suara seorang yeoja berteriak.

“Ada apa itu hyung?” Kataku pada Donghae yang terlihat sama kagetnya denganku.

“Entahlah, kita lihat saja, kenapa banyak orang berkumpul?”

Kulihat seorang yeoja tergeletak dilantai sambil mengerang dan menutupi matanya dengan tangan, botol Ilford tergeletak dilantai dan isinya behamburan keluar.

“Mataku, ommaaaaa,, matakuuuu” Kudengar yeoja itu berteriak histeris

“Kenapa bisa botol itu ada disini?” Kulihat Donghae segera menghampiri yeoja yang terus berteriak itu.

“Ommaaaaaa,, matakuuuu”

“Ha In!!!” Aku berteriak dan terbangun dari mimpiku, mimpi yang terus menghantuiku selama lima tahun ini.

“Aaaahhhhhhh!!!” Aku lemparkan bantal ke dinding kamar untuk melampiaskan rasa kesal, dan marah pada diriku sendiri. Mimpi itu terus mengingatkanku pada kejadian yang benar-benar tak ingin aku ingat lagi.  “Ha In, Ha In” tanpa terasa air mataku mengalir dari sudut mataku.

***

“Kau menikmatinya Ha In? Sangat indah bukan?” Aku  bertanya pada Ha in. Kami sedang menikmati pagelaran Bucheon Philharmonic orchestra di Bucheon.

“Ya, tapi lagu ini membuatku merinding. Hahahahh” Katanya sambil tertawa.

“Moonlight Sonata versi 1” Kataku sambil ku baca daftar lagu di pamflet pagelaran yang dibagikan di pintu masuk tadi.

“Mwo?” Katanya dengan nada bingung.

“Judul symphoni ini, Moonlight Sonata versi 1, karya Ludwig Van Bethoven. Biasanya jadi backsound film horror. Hahahah” jawabku sambil menaikan kerah jaketku menjadi lebih tinggi untuk menahan rasa dingin dari AC di hall ini.

“Pantas saja. Memang cocok untuk music munculnya hantu”

“Kau tau Ha In, Bethoven adalah seorang pemusik yang mengalami gangguan pendengaran” Kataku sambil memakan biscuit  yang tadi berhasil aku sembunyikan dari penjaga di pintu masuk. Rasa lapar mulai mendera perutku, apalagi tadi aku belum sempat makan malam. Aku nekat memakan biskuit itu, walau aku tahu tidak boleh makan selama pertunjukan musik. Aku memakan biskuit itu diam-diam agar penonton lain tidak tahu dan menendangku keluar dari gedung ini.

“Jinja?” Tanyanya  dengan ekspresi kaget.

“Ne, dia terkena otoslerosis, yang menyebabkan dia menjadi tuli, tapi karyanya selalu menakjubkan kan? Kau pun harus bisa seperti dia, walaupun kau tidak bisa melihat, tapi kau harus bisa berkarya, jangan mengasihani diri sendiri terus-menerus. Kau harus bersemangat Ha In.” ucapku mencoba memberinya semangat.

“Ne seonsaengnim. Hahahah”

“Sekarang mereka sedang memainkan Requiem Mass D Minor”

“Karya siapa?”

“Wolfgang Amadeus Mozart”

“Kau sepertinya tahu banyak tentang music klasik?” Tanyanya padaku sambil menyandarkan tubuhnya ke punggung kursi.

“Orang tuaku sering memutar music klasik dirumah, jadi aku sudah hafal dengan lagu-lagu klasik.” Jawabku, dan tiba-tiba aku jadi teringat pada kedua orang tuaku itu.

“Lagu ini membuatku ingin menangis” ucapnya sambil mengusap air mata yang menetes di sudut matanya.

“Ne, lagu ini memang menyedihkan. Mozart mampu membangkitkan emosi para pendengar lagunya. Banyak orang yang menangis Ha In, lihatlah.”

“Aku tidak bisa melihat Kyu” katanya, dan kulihat mukanya cemberut.

“Mianhae, aku lupa”

Aku lalu menceritakan kisah hidup Mozart padanya.

“Sekarang mereka memainkan Symphony no 40 G minor, lagunya menyedihkan juga. Kau suka Ha In?” aku menoleh padanya, namun kulihat dia hanya diam saja, kepalanya tampak tersandar pada punggung kursi.

“Kau tidur Ha In? Ha in?” aku berbisik tepat ditelinganya.

“Hahahaha. Kau pasti bosan mendengar music klasik.” Kurangkul bahunya, dan kutempatka kepalanya pada bahuku, aku tidak bisa menahan keinginanku untuk tidak mencium keningnya. Kulihat wajahnya yang sangat tentram ketika tidur, membuatku teringat pada saat pertama kali aku bertemu dengannya.


“Dia buta?” Ryeowook asistenku bertanya padaku

“Iya, tapi cantik” Kataku sambil terus melihat foto yang telah terekam dikameraku.

“Iya, sangat cantik, kasihan dia, sejak kapan ya dia buta?” kulihat Ryeowook terus memandangi punggung yeoja yang terus menjauh itu.

“Entahlah” kataku, namun aku menjadi teringat pada hal lain, kejadian 5 tahun lalu..

Bukankah dia yeoja yang dulu? Bukankah dia yeoja yang tersiram air developer di pameran Donghae? Jadi dia buta sekarang? Ya tuhan! Apa yang telah aku lakukan dulu? Aku telah merenggut matanya, aku yang membuat dia buta! Kataku dalam hati, sekelebat gambar saat ku lihat tubuhnya tergeletak di lantai dengan tangan menutupi matanya melintas dikepalaku.
***
“Apa kue pesanan saya sudah jadi?”  Tanyaku pada seorang pelayan di sebuah toko kue langgananku di Seoul.

“Atas nama siapa ya?”

“Cho Kyuhyun”

“Kue tart blueberry dengan cream chees putih dan tulisan happy birthday Lee Ha In?” kata pelayan itu, kulihat dia tampak sedang membuka-buka buku catatan pesanan toko itu.

“Ne, betul”

“Sudah, mau diambil sekarang?”

“Iya, berapa harganya?”

“25.000 won”

“Pakai credit card saja.” Kubuka dompetku dank u ambil kartu kreditku, aku memang jarang membawa uang cash.

“Baik, silahkan ini kuenya, dan ini kartu dan struknya. Gamsahamnida” ucap pelayan itu sambil sambil membungkukan badan.

“Ne”

***

“Saengil chukha hamnida, saengil chukha hamnida, saranghaneun Lee Ha In, saengil chukha hamnida” aku nyanyikan lagu selamat ulang tahun pada Ha In yang duduk tepat didepanku. Aku menggelar tikar di pinggir danau tempat kita biasa bertemu, aku tata juga berbagai makanan dan minuman yang aku bawa dari rumah. Aku mengadakan pesta kecil untuk kita berdua di tepi danau itu

“Kau bisa langsung tiup lilinnya, ada tepat didepanmu, tapi ucapkan harapanmu dulu” kataku padanya.

Kulihat Ha In menangkupkan kedua tangannya dan menunduk, lalu meniup lilin didepanya.

“Hore.” Aku bertepuk tangan gembira seperti ritual setelah meniup lilin pada umumnya.

“Apa lilinnya sudah mati semua?” Tanya Ha In padaku. Kulihat ada satu lilin yang masih menyala, dia meniupnya kurang keras

“Sudah” Kataku sambil diam-diam meniup sisa lilin itu.

“Gomawo atas kejutannya Kyu, selain ibu, tidak pernah ada yang ingat ulang tahunku setelah aku buta. Kalau ayah masih hidup, pasti dia ingat juga.” Katanya dengan raut wajah sedih.

“Sudahlah, lupakan itu, sekarang aku ada disisimu untuk merayakan ulang tahunmu, kau tidak sendiri lagi. Ingat kata-kataku, kau harus semangat. Ngomong-ngomong, apa harapan yang kau ucapkan tadi?”

“Itu rahasiaku,”

“Ayolah Ha In, kau tak mau berbagi dengan temanmu ini?”

“Chingu?” ucapnya dengan dahi berkerut, seolah-olah perkataanku tadi salah.

“Ne, aku temanmu kan? Apa kamu tidak mau menjadi temanku? Aku kira selama ini kita sudah berteman”

“Anya, anya, bukan begitu, iya kita berteman kok.”

“Jadi katakanlah harapanmu tadi”.

“Aku ingin bisa melihat.”

“Wae? Apa kau masih belum merasa bahagia? Aku pikir selama ini aku sudah bisa membuatmu bahagia tanpa memikirkan kekuranganmu” Kataku padanya. Ternyata aku belum bisa membuatnya bahagia.

“Anya, bukan begitu, aku bahagia sekarang, tapi menurutku akan lebih bahagia, kalau aku bisa melihat wajahmu.”

“Wae? Kenapa kau ingin melihat wajahku? Wajahku jelek.” Kataku sambil memotong kue tart yang tergeletak didepanku.

“Hahahaha. Jinja? Kalau begitu aku tidak jadi ingin melihat wajahmu”

“Ne, sebaiknya jangan melihat wajahku, wajahku seperti gorilla”

“Hahaha”

“Buka mulutmu Ha In, potongan kue ulang tahunmu segera terbang ke mulutmu. Ngung ngung ngung” Kataku sambil memasukan sesendok kecil potongan tart ke mulutnya.

“Kau ini seperti anak kecil Kyu. hahahah”

Jadi kau ingin bisa melihat kembali Ha In? Jika itu keinginanmu, akan aku kembalikan apa yang telah aku renggut darimu. Kataku dalam hati.

***

Kulihat yeoja itu sedang duduk di bangku taman di tepi danau dengan anjingnya. Kebetulan aku baru dari minimarket didekat taman itu, dan entah kenapa aku ingin berjalan-jalan ditaman itu. Kuamati dia dari balik pohon. Entah kenapa didalam hatiku terasa seperti ada yang mencubit, sakit. Rasa iba segera menggelayuti perasaanku.

aku yang telah menyebabkan semuanya, yeoja itu kehilangan semua impiannya karena aku, andaikan saja waktu itu aku tidak ceroboh, semuanya tidak akan menjadi seperti ini. Aku harus bertanggung jawab. Aku harus mengembalikan kehidupan yeoja itu. Kataku dalam hati.

Lalu aku putuskan untuk menghampirinya, dan benar-benar masuk dalam kehidupannya. Memberinya cahaya kehidupan yang dulu telah aku ambil darinya, mengembalikan kembali senyumnya.


“Halo, bolehkah saya duduk disini? Saya lihat bangku disebelah kamu kosong” tanyaku padanya.

“Hmm… silahkan” jawabnya sambil terus membelai leher anjingnya.

“Kau masih ingat aku?” tanyaku kembali.

“Maaf, aku tidak bisa melihat, tapi sepertinya aku sudah pernah mendengar suaramu” Jawabnya sambil menunduk. Mendadak hatiku seperti dipukul oleh palu besar, nyeri.

“Aku fotografer yang kemarin kau ganggu” Kataku sambil tertawa mencoba mencairkan suasana.

“Mianhae atas kejadian kemarin, aku benar-benar tidak tahu” katanya sambil membungkukan badan tanda maaf

“Anniyo, tidak apa-apa. Oia, namaku Kyuhyun, cho Kyuhyun” Kataku memperkenalkan diri sambil ku ulurkan tanganku.

“Hmm, namaku Ha In, lee Ha In” jawabnya  tanpa menyambut uluran tanganku.

“Senang berkenalan denganmu Ha In” Kataku, lalu kuambil tangannya dan menjabatnya. . “Itu anjingmu ha in?”

“Iya, namanya Roland”

“Hai Roland. Jabat tangan?” Kulurkan tanganku pada Roland

Guk guk. Rolandpun mengulurkan tangannya menyentuh tanganku.

“Good boy, good boy. Anjingmu pintar ha in” Kataku sambil mulai membelai kepala Roland.

“Ya, dia anjing khusus pembantu orang tuna netra sepertiku. Sepertinya dia menyukaimu”

“Ya, entah kenapa banyak anjing menyukaiku, hahahahahahha. Bukan begitu Roland?”  Kataku sedikit bercanda, berharap melihat tawa diwajahnya.

Guk guk guk

“Ayo Roland kita pulang, sudah sore, nanti omma menunggu kita. Aku permisi dulu tuan cho.” Dia bangkit dari kursinya dan membungkukan badan ke padaku, namun sayangnya dia salah arah.

“Jangan panggil aku tuan cho, Ha In, panggil saja Kyuhyun, kyu saja juga boleh” kataku, entah kenapa aku merasa risih setiap ada yang memanggilku tuan, sepertinya usiaku langsung bertambah 20 tahun.

“Baiklah Kyuhyun, selamat tinggal”

“Kenapa selamat tinggal? Seperti kita tidak akan bertemu lagi. Ucapkanlah sampai jumpa lagi”

“Hmm, kita kan tidak tau takdir, bisa saja besok aku pindah atau bahkan pergi dari bumi ini” Katanya sambil mengerutkan dahi. Mungkin dia berpikir aku terlalu sok kenal padanya.

“Tapi kau percaya takdir bisa saja membawa kita kembali bertemu kan?”  Kutatap lekat wajahnya. Dia hanya mengangguk pelan. “Maka ucapkanlah sampai jumpa lagi”

“Aku harus segera pulang Kyuhyun, omma pasti khawatir kalau aku dan Roland pulang terlambat. Sampai jumpa lagi” Dia berkata sambil melangkah pergi.

“Sampai jumpa lagi Ha In. hati-hati di jalan” Kataku sambil melambaikan tangan . “Eh, buat apa aku melambaikan tangan? Toh dia tak bisa melihat. Hahaha” gumamku sambil tertawa lirih.

Saat itu aku menyadari bahwa aku benar-benar telah menghancurkan hidupnya. Hancur lebur, tanpa sisa kebahagiaan sedikitpun. Entah kenapa tiba-tiba aku menangis. Hal yang paling aku benci adalah menangis, tapi sekarang aku menangis, aku merasakan rasa sakit yang amat dalam dihatiku, rasa bersalah yang amat besar.

***

Kutatap wajah Ha In yang terekam di kertas glossy itu. Sekarang wajahnya makin cantik, makin cerah, tak seperti foto yang pertama kali aku ambil dulu. Aku baru saja mencuci film hasil fotoku denga obyek Ha In tadi siang. Kami makin akrab sekarang. Jujur sekarang aku bingung, entah perasaan apa yang aku rasakan sekarang. Kasihankah? Ibakah? Atau cintakah? Aku hanya merasa bahagia melihat senyumnya dan ikut merasa sakit setiap dia menampilkan wajah sedihnya.

“Tuan muda, makan siang sudah siap” pembantu rumah tanggaku mengetuk pintu kamarku.

“Iya sebentar” jawabku. Aku lalu turun ke ruang makan.

Saat makan tiba-tiba aku teringat Ha In. apa dia sudah makan? Ommanya masak apa ya? Sekarang tiap saat aku teringat padanya, aku selalu merasa khawatir padanya sekarang. Aku hampir selalu mengikuti kemanapun dia pergi, walau secara diam-diam, seperti waktu itu.

Ku lihat Ha In dan ommanya keluar dari rumahnya dan masuk kedalam taksi. Setelah bertanya kesana kemari, akhirnya aku mendapatkan alamat lengkap rumahnya. Kini aku selalu mengamati rumahnya dari dalam mobilku dari kejauhan, seperti hari ini. Mereka mau pergi kemana ya? Naik taksi berdua, mungkin berbelanja ke supermarket.

Ku ikuti taksi itu diam-diam sambil terus menjaga jarak, agar si supir taksi tidak curiga. Ternyata arah kepergian mereka memang ke salah satu supermarket. Ku ikuti terus kemanapun mereka melangkah. Melihat betapa repot ommanya menggandeng Ha In, hatiku kembali merasakan sakit, ternyata aku tidak hanya menghancurkan kehidupan satu orang, tetapi satu keluarga. Aku benar-benar seorang biadab. Kulihat omma Ha In meninggalkannya sendirian dan pergi sambil membawa troli belanjanya.

Ya tuhan! Dimana pikiran ahjuma itu, meninggalkan anaknya yang buta sendirian. Bisa-bisa dia celaka. Umpatku dalam hati.

Kulihat dia menyenggol tumpukan kardus sabun, dan menyebabkan kardus itu bergoyang.

“Awaaaaassss!!” Aku berteriak sambil berlari ke arahnya  lalu menarik tangannya dan memeluknya.

Braaaaaakkkkkk. Tumpukan kardus itu jatuh, sabun batangan bersebaran di lantai.

“Kyaaa.. kyaa..” para ahjuma disekitarnya berteriak dan menimbulkan keributan.

“Gwaenchanahyo?” kataku

“Tuan Cho?” Tanyanya padaku

“Ternyata kau masih mengenaliku Ha In. hahahah. Dan kenapa kau memanggilku tuan Cho lagi? Sudah kubilang panggil saja Kyuhyun” Kataku sambil pura-pura cemberut.

“Mianhae aku lupa. Gomawo sudah menolongku” Dia membungkuk ke arahku

“Ne, cheonmaneo. Kau sendirian disini?” kulihat ke sekeliling, pura-pura mencari orang yang menemaninya.

“Anniyo, aku bersama ommaku. Tapi dia sedang mengambil susu”

“Eh, rambutmu berantakan Ha In” kulihat rambutnya berantakan lalu aku rapikan rambutnya dengan jari-jariku.

“Sudah rapi sekarang” kataku sambil membelai kepalanya.

“Gomawo Kyuhyun” katanya dan kulihat pipinya bersemu merah, cantik sekali.

“Ada apa ini Ha In?” kulihat omma Ha In kembali sambil melihat para pelayan sedang merapikan sabun-sabun yang berserakan

“Tadi Ha In tidak sengaja menyenggol tumpukan kardus sabun, sehingga kardusnya jatuh” kujawab pertanyaan omma Ha In.

“Mwo? Ha In Gwaenchanahyo?” Tanya omma Ha In dengan nada khawatir sambil mengamati tubuh putrinya.

“Ne omma, gwaenchanahyo. Kyuhyun sudah menolongku”

“Gamsahamnida Kyuhyun, sudah menyelamatkan anak saya” omma Ha In membungkukan padaku.

“Ne, cheonmaneyo ahjuma, saya teman Ha In, sudah seharusnya saling membantu” kataku sambil tersenyum kepada omma Ha In

“Ha In, aku pergi dulu, aku masih ada urusan lain. Permisi ahjuma” aku  membungkuk pada omma Ha In dan berlalu pergi.

Aku tidak pergi dalam arti sebenarnya, aku hanya menjauh dan kembali bersembunyi lalu kembali mengamati Ha In dan ommanya sampai mereka kembali ke rumahnya.

***
“Ayolah Siwon, kau pasti bisa membantuku” kataku pada lelaki yang memakai Jas putih didepanku.

“Tidak Kyuhyun kalau permintaanmu masih sama seperti kemarin” Ucap Siwon sambil terus menulis dicatatannya, tanpa sekalipun menatapku. Dia sepupuku.

“Permitaanku tidak akan pernah berubah sampai kapanpun.” Ucapku ngotot.

“Aku pun begitu, walau kau meminta seribu kalipun jawabanku akan tetap tidak” Katanya sambil tetap memandang catatan dihadapannya.

“Waeyo? Katanya kau seorang penolong, kalau begitu kau harusnya bisa menolongku”

“Tidak dengan permintaan konyolmu itu”

“Konyol? Apanya yang konyol? Itu menolong orang Siwon!! Pokoknya kau harus menolongku!”

“Tidak Kyuhyun, itu melanggar etika profesiku sebagai dokter. Mianhae aku tidak bisa membantu”

“Tapi aku yang menyebabkan semua itu Siwon, aku yang menghancurkan hidupnya, hidup keluarganya. Aku bisa mati pelan-pelan jika tidak bisa mengembalikan semuanya” kataku sambil menunduk. Aku benar – benar tidak bisa membendung air mataku lagi.

“Tapi kau bisa menolongnya dengan cara lain kan?” Siwon menatapku dengan pandangan iba.

“Kau ingat semboyan, nyawa dibayar dengan nyawa kan Siwon? Jadi aku mohon padamu, kau harus menolongku” ucapku dengan wajah mengiba berharap dia mau membantuku, karena dia satu-satunya harapanku.

“Tapi kau bisa kehilangan segalanya Kyuhyun, bahkan impiamu sejak kecil” Katanya sambil menatap mataku.

“Bahkan aku mau menyerahkan nyawaku Siwon” ucapku tegas sambil menatap pandangan Siwon dengan kesungguhan.

“Kalau memang itu maumu, tapi aku mau kau juga melindungiku, agar aku tidak dikenai sanksi.” Ucap Siwon menyerah, sepertinya dia telah meliha kesungguhan didalam mataku, tekadku memang sudah bulat, dan aku pikir ini satu-satunya jalan yang harus kutempuh, untuk membuat Ha In bahagia.

“Pasti sepupuku, gomawo” Kataku sambil menjabat tangannya.

***

“Kau tampak senang hari ini Ha In” Kataku pada Ha In yang duduk di sampingku, dibangku taman di tepi danau.

“Aku membawa kabar gembira” Ucapnya dengan senyum lebar di wajahnya.

“Kabar apa?”

“Lusa aku menjalani operasi mata” katanya dengan raut wajah yang benar-benar gembira.

“Jinja?” kataku dengan raut wajah kaget. Aku benar-benar kaget dengan berita itu.

“Aku akan bisa melihat lagi Kyu, aku akan bisa melihat wajahmu” tiba-tiba dia memelukku.

“Iya Ha In, aku bahagia kau akhirnya bisa kembali melihat” Kubalas pelukannya, namun sebenarnya didalam hatiku aku merasakan perih, perih yang amat sangat

“Kyu, mau kau berjanji padaku?” tanyanya masih sambil memelukku.

“Janji apa?”

“Kau akan terus berada disampingku selama aku menjalani operasi. Berjanjilah Kyu”

“Wae? Kenapa aku? Bukankah orang yang paling berarti dalam hidupmu adalah ommamu?” kataku sambil melepaskan pelukannya.

“Tidak Kyuhyun, kau adalah cahayaku sekarang, kau terah merubah hidupku yang tadinya gelap seperti malam, seperti saat sunset, menjadi sore hari, walau masih sedikit ada kegelapan, namun masih banyak cahaya, banyak kebahagiaan yang kau berikan padaku. Jadi aku mohon padamu, berjanjilah” ucapnya dengan wajah sungguh-sungguh. Melihat ekspresi wajahnya yang seperti itu, membuatku tidak tega.

“Ne, aku berjanji Ha In,” 

“Gomawo Kyuhyun” katanya peuh kegembiraan dan kembali memelukku. Sakit didalam hatiku benar-benar dalam, perih, makin perih mendengar permintaan dan melihat raut wajah memelasnya, karena aku tau kenyataannya, bahwa aku pasti akan mengecewakannnya.

Mianhae Ha In, jeongmal mianhae. Kataku lirih dalam hati.

***
Ha In telah berbaring di atas tempat tidur rumah sakit, bajunya telah diganti menjadi baju operasi, dia sudah siap masuk ruang operasi. Kulihat Siwon dan beberapa teman-temannya tampak sibuk keluar masuk kamar operasi, menyiapkan segala peralatan.

“Kyuhyun” dia memanggilku, dan melambaikan tangan memintaku mendekat.

“Ne” jawabku sambil mendekatinya.

“Kau masih ingat janjimu?”

“Mullon” kataku sambil menggemgam tangannya.

“Aku mau kau menepatinya Kyuhyun, aku mohon”

“Ne Ha In, kau tidak perlu khawatir, bergembiralah, sebentar lagi kau bisa melihat”

Tiba-tiba Siwon menepuk bahuku dari belakang dan menganggukan kepalanya. Aku mengerti apa yang dia maksud. Kucium kening Ha In, dan kulepaskan genggaman tangannya.

Suster rumah sakit lalu membawa tempat tidur itu masuk ke dalam kamar operasi. Aku dan omma Ha In keluar ke ruang tunggu.

“Ahjumma, aku permisi dulu ke toilet” kataku pada Omma Ha In.

“Ne,” kata Omma Ha In sambil tersenyum.

Mianhae ahjuma, aku membohongimu, aku yang telah mengahncurkan hidup anakmu, jika kau mengetahuinya, kau pasti akan memakiku, menamparku bahkan menendangku ke penjara. Kataku perih dalam hati.

Ku bungkukan badanku padanya, dan melangkah pergi. Kulalui tiap lorong rumah sakit yang mulai gelap, karena hari sudah mulai sore. Setiap lorong mengingatkanku akan semua peristiwa yang telah berlalu, mengingatkanku pada orangtuaku, ryeowook, dan Ha In. semakin perih kurasakan direlung jiwaku, dan menyadari hidupku akan berubah, namun itu sudah keputusanku, aku yang menyebabkan segalanya, aku pula yang harus menghentikan penderitaannya.

Mianhae Ha In, jeongmal mianhae, naega saranghe.


--TBC—

*) Ilford Mulygrade IV Developer adalah cairan yang digunakan pada saat cuci cetak foto dengan film , untuk merendam pita film seluloid pada proses pertama untuk merontokan silver halida yang tidak terekspos cahaya secara selektif. Cairan ini biasanya hanya disebut sebagai cairan developer.

2 komentar:

  1. halo, chinguu.. udh aq folbek y blognya :D

    nice to see my fellow SparKyu ^^

    aq jg ska bkn ff tp jrg sh, klo pas dpt ide aja :D

    BalasHapus
  2. gomawo chingu, jangan lupa dikomen ya FF saya, saya butuh kritikan ^^

    BalasHapus