Annyeong... Seneng deh bisa nyelesein part ini. Lumayan panjang ya ceritanya di bagian ini,, hehehehe.. Aku suka nulis part ini, karena ada bagian yang mengedepakan pergolakan hati, *ceileeehh, hahah
Sedikit spoiler untuk chapter-chapter depan akan penuh dengan air mata, hahahah..
Happy reading all.. \\(^.^)//
Sedikit spoiler untuk chapter-chapter depan akan penuh dengan air mata, hahahah..
Happy reading all.. \\(^.^)//
Type : Multi-chapter
Author
: Istrinya Kyuhyun
Main Cast : Cho Kyuhyun & Lee Hyemin
Rating
: All Ages
Theme
: Romance
Review
last chapter
Aku
masuk ke dalam kamar dan menjatuhkan diriku di atas tempat tidur. Kuambil
dompetku dan kukeluarkan koin yang ku gunakan untuk membuat permintaan di pulau
Mykonos.
Kuusap
koin berwarna silver itu, kembali mengingat semua kejadian itu. Mungkinkah
Kyuhyun orang yang akan menghilangkan segala rasa sakit hatiku ini? mungkinkah
dia orang yang Tuhan kirimkan untukku?
Kusambar
kamera yang tergeletak di atas meja disebelah tempat tidurku, kembali kubuka
foto-foto yang pernah kuambil bersama Kyuhyun. Fotoku dan dia saat berada di
peternakan dan perkebunan Ollivander, fotonya saat berada di depan gereja di
dekat Colloseum, foto kami saat berada di Venezia bersama ratusan merpati.
Aku
tersenyum melihat semua foto itu. Kubelai wajahku yang penuh senyum di dalam
layar kamera itu. Kyuhyun telah mengembalikan senyumku, senyum yang telah
beberapa lama hilang.
Aku
memeluk kameraku dengan senyum masih tersungging di wajah lalu kupejamkan
mataku berharap dapat bertemu dengannya dalam mimpi.
***
Hyemin's pov
Pagi
yang berkabut di kota London membuatku betah berkutat dengan selimut tebalku.
Sayup-sayup kudengar suara pintu kamar ku di ketuk. Dengan rasa malas yang
teramat sangat aku bangkit dan berjalan menuju pintu.
Sosok
tinggi Kyuhyun sudah berdiri di depan pintu kamarku dengan senyum merekah di
wajahnya.
“Kau
belum bangun?” Tanyanya heran melihat mataku yang masih setengah menutup.
“Hmm..
ada apa?”
“Ayo
kita pergi mengelilingi London.”
“Baiklah,
tunggu aku mandi dan berganti pakaian.”
“Kalau
begitu aku tunggu kau di café di lantai dasar. Aku akan memesan sarapan lebih
dulu.” Aku menggangguk kecil, lalu kembali menutup pintu kamarku dan bergegas
mandi.
Dengan
tergesa aku mandi dan berpakaian, kupilih tube top berwarna biru dengan garis
hitam, dan rok sebatas lutut dengan potongan melebar di bawah berwarna hitam.
Sebuah selendang panjang berwarna biru ku lingkarkan di leherku untuk sedikit
menahan terpaan angin. Sebagai pemanis terakhir penampilanku kali ini, kupakai
sebuah gelang batu berwarna sapphire blue dan sepatu boots hitam dengan hak
yang tidak terlalu tinggi.
Saat
aku keluar dari lift di lantai dasar, Kyuhyun menyambutku dengan lambaian
tangannya. Dia sudah duduk di sudut café, meja di depannya telah penuh dengan
makanan dan secangkir kopi hangat.
Ternyata
ia memesan sepaket lengkap sarapan khas London, berupa sebuah roti gandum bakar
yang dihidangkan dengan sepotong kecil keju, dua potong sosis, sepotong sedang
daging asap, sebuah telur dadar dan semangkuk kecil salad segar.
“Kau
tampak cantik hari ini.” Ucapnya saat aku menarik keluar kursi di depannya.
“Gomawo.”
Pipiku bersemu merah mendengar
pujiannya. Baru kali ini dia mau memujiku seperti ini.
Kami
berdua makan dalam diam, hanya sesekali ku lirik wajahnya yang tampak sedang
sangat menikmati sarapannya. Segera setelah menyelesaikan makanan kami, kami
bergegas keluar dari hotel dan berjalan menuju Marylebone.
Kami
berjalan menelusuri jalanan Marylebone di kota London. Tujuan pertama kami kali
ini adalah museum lilin Madame Tussauds.
“Aku
mau berjabat tangan dengan Presiden Barrack Obama.” Ucapku pada Kyuhyun yang
berjalan santai di sebelahku.
“Itu
kan hanya patung.” Cibirnya.
“Biarpun
patung, tapi tetap saja itu sangat mirip!” Bantahku.
“Patung
tetap saja patung! Dia tidak hidup!” Katanya tak mau kalah. Arrgh! Dia ini
selalu saja ingin menang sendiri, tak pernah mau kalah, selalu keras kepala!
Benar-benar membuatku kesal!
Kupercepat
jalanku mendahuluinya masuk ke dalam museum. Tak kuhiraukan panggilannya di
belakang.
Dekorasi
didalam museum itu sangat indah, tergantung pada setiap patung yang ada
didekatnya. seperti patung Ratu Ellizabeth yang berada di depanku, dekorasi di
belakangnya menampakan keadaan di dalam istana Buckingham lengkap dengan ajudan
setianya. Lalu ada patung Elvis yang didekorasi seperti berada di atas panggung
dengan microfon di genggamannya. Kuambil kameraku lalu mulai mengambil gambar
patung ratu Elizabeth dari berbagai sudut.
“Yak!
Selalu saja meninggalkanku setiap kali marah!” Bentaknya saat ia berhasil menyusulku
di dalam museum.
“Lalu
kenapa kalau aku seperti itu? Kau keberatan?” Tantangku. Kuletakan tanganku di
pinggang dan menatapnya tajam. Dia hanya menatapku remeh lalu menjentikan
tangannya ke dahiku.
“Bodoh!”
Ucapnya.
“Aish!
Appo!!” Jentikannya lumayan sakit, dan membuatku terus menggosok dahiku untuk
menghilangkan rasa sakitnya. Aah, semoga tidak terluka ataupun berbekas merah.
Kalau sampai berbekas akan aku laporkan dia ke polisi!
“Hyemin-ah
iliwa! Palli!” Aku menoleh pada Kyuhyun yang sedang melambai di sebelah sebuah
patung laki-laki bertubuh tinggi, sepertinya aku mengenali patung itu.
“David
Beckham?” Dahiku berkerut heran melihatnya sudah berdiri di sebelah patung
David Beckham sambil menirukan pose patung Beckham. Tinggi mereka berdua hampir
sama, patung itu tampak seperti nyata.
“Ambil
gambarku dengan kameramu. Palli!” Perintahnya. Ish! Dasar! Tidak bisakah dia
tidak memerintahku sekali saja? Dengan terpaksa kubidik dia dengan lensa
kameraku dan mengambil beberapa gambar.
“Bagaimana?
Siapa yang lebih tampan? Aku atau dia?” Tanyanya padaku. Aku hanya
mencemoohnya. Walaupun sejujurnya menurutkupun Kyuhyun tidak kalah tampan,
tetapi tetap saja, jika aku mengatakan itu dia pasti akan besar kepala.
“Hyemin
kau belum pernah sekalipun memujiku!” Marahnya padaku, melihatku hanya
mencemooh pertanyaannya tadi.
“Sekali
saja puji aku tampan.”
“Untuk
apa aku memuji jika memang tak ada yang perlu untuk di puji.” Kataku santai
sambil memeriksa hasil fotoku dan tanpa menatapnya.
“Dan
untuk apa kau berbohong jika di dalam hatimu sebenarnya kau memujiku tampan.”
Bisiknya di telingaku dan membuatku mendongak menatapnya. Dia tatap mataku
dengan sedikit senyum khasnya tersungging di wajahnya. Ia kedipkan sebelah
matanya lalu pergi meninggalkanku.
Kuhirup
nafas dalam-dalam dan kuhembuskan perlahan untuk menenangkan hatiku yang
mendadak berdebar keras lalu kususul dia. Langkahku terhenti saat mataku
menangkap sosok Barrack Obama di ruangan lain yang kami lewati.
“Kyaa!
Barrack Obama.” Pekikku. Aku berlari menghampiri patung Obama yang berlatar
belakang lukisan gedung putih di Amerika. Patung itu tampak tersenyum padaku
walaupun tatapan matanya kosong.
“Annyeonghaseo.
My name is Lee Hyemin, and I’m not a terrorist.” Ucapku mengutip ucapan Shah
Rukh Khan di film My Name Is Khan sambil membungkukan badan.
“Hahahaha.
Pabo! Dia itu patung. Walaupun kau ajak bicara sampai seribu tahunpun dia tidak
akan pernah menjawabnya.” Tawa keras Kyuhyun terdengar di belakang punggungku,
membuatku menoleh dan menatap sebal padanya.
“Sekarang
giliranmu yang mengambil gambarku dengan presiden Obama.” Dia mengangkat
kameranya dan mulai mengambil gambarku. Aku sendiri melakukan beberapa pose
seperti bersalaman dengannya, menggandeng lengannya, dan berpura-pura seperti
ibu presiden yang sedang menemani suaminya.
“Sudah
cukup.” Ucap Kyuhyun lalu berlalu dari hadapanku.
“Ish! Akukan belum puas berfoto.” Gumamku. Kutatap
kembali wajah patung Obama dengan sedih.
“Baiklah
pak presiden, kurasa pertemuan kita cukup sampai disini saja. Sebenarnya aku
masih ingin berfoto denganm, tapi gara-gara namja gila itu terpaksa harus aku
hentikan. Semoga kita bisa bertemu lagi. Goodbye.” Kupandangi wajah kaku patung
Obama untuk terakhir kali sebelum pergi meninggalkannya.
Patung-patung
yang terpanjang di setiap ruangan benar-benar membuatku kagum. Bentuknya yang
sangat mirip dengan aslinya. Pembuatannya yang sangat mendetail membuat setiap
lekukannya terlihat sempurna seperti makhluk hidup. Hanya saja tatapn mereka
kosong dan penuh misteri.
Aku
berhenti cukup lama di ruangan Bollywood, dimana patung lilin Shakh Rukh Khan,
Aishwarya Ray Bachchan, Amitabh Bachchan dan Hritik Roshan terpajang. Ruangan
yang dihias dengan dekorasi ala India itu sangat indah, benar-benar membuat
pengunjung seperti merasa berada di India.
Setelah
lama berkeliling sendiri, baru kusadari bahwa Kyuhyun sudah tidak lagi
berada disampingku. Kemana dia?
Seenaknya saja meninggalkanku sendirian. Aku kembali mengelilingi ruangan yang
sudah aku datangi untuk mencari Kyuhyun, siapa tahu dia masih ada di salah satu
ruangan.
Aku
melewati sebuah ruangan yang berisi patung para penyanyi terkenal, dan melihat
Kyuhyun sedang berdiri di depan patung Michael Jackson. Tatapannya kepada
patung itu seperti sangat memujanya.
“Ajari
aku cara bernyanyi sepertimu.” Gumamnya lirih tapi masih cukup jelas untuk
kudengar, karena jarak kami yang sudah dekat.
“Itu
hanya patung Cho Kyuhyun. Sampai sepuluh ribu tahun pun kau memohon, dia tidak
akan hidup untuk melatihmu.” Bisikku tepat di telinganya dan membuatnya
tersentak kaget. Bisa kulihat wajahnya langsung memerah melihatku tersenyum
mengejeknya.
“Pabo!
Dia itu patung.” Ucapku dengan nada yang kubuat persis seperti ucapannya.
“Dari
mana saja kau? Aku mencarimu dari tadi.” Bentaknya tiba-tiba untuk mengalihkan
pembicaraan.
“Mwo?
Seharusnya aku yang bertanya seperti itu! Dari mana saja kau? Tiba-tiba
menghilang tanpa jejak.” Balasku ikut membentak.
“Ah
sudahlah! Kajja kita pergi.”
“Kau
tidak mau berfoto dengan Michael Jackson? Hahaha.” Tawaku meledak melihat wajah
marahnya karena ejekanku. Dia hanya menatap jengkel padaku lalu melangkah
pergi. Aku, dengan masih berusaha untuk menahan tawa mengikutinya di belakang.
Setelah
keluar dari Madam Tussauds, kami menelusuri jalanan di Westminster menuju
Istana Westminster. Beruntung sekali kami saat sampai disana, sedang diadakan
pertunjukan dari para prajurit bertopi bulu merah. Para prajurit berkuda
memimpin di depan, dengan kuda-kuda gagah yang berwarna hitam dan berukuran
super besar.
“Wah
pertunjukan! Beruntung sekali kita.” Pekikku girang.
“Ne,
aku tidak tahu kalau hari ini ada pertujukan dari para prajurit.”
Aku
dan Kyuhyun berusaha menuju ke barisan terdepan untuk mendapatkan pemandangan
yang lebih bagus dengan melewati kerumunan orang-orang yang mulai semakin
rapat.
Setelah
berjuang cukup sulit, kami akhirnya berhasil mencapai barisan paling depan dan
mendapatkan pemandangan yang luar biasa.
Prajurit
yang memakai topi bulu merah berbaris rapi. Hentakan sepatu mereka membuahkan
suara yang kompak. Prajurit kerajaan Inggris memang sangat terkenal dengan
kedisiplinan mereka. Mereka tidak akan pernah pergi meninggalkan pos penjagaan
mereka demi apapun. Mereka hanya akan meninggalkan pos penjagaan jika di
perintah oleh atasan mereka.
Hampir
2 jam mereka melakukan pertunjukan, dan tepuk tangan riuh terdengar di akhir
pertujukan sebelum mereka semua kembali masuk ke dalam Istana. Kami ikut
membubarkan diri bersama dengan penonton yang lain.
Kyuhyun
sebenarnya mengajakku ke mengunjungi daerah di tepian sungai Thames, tetapi aku
ingin sekali melihat Big Ben yang merupakan jam yang paling tepat waktu di
dunia.
“Untuk
apa melihat Big Ben, itu hanya jam biasa.” Ucap Kyuhyun, saataku berkata ingin
mengunjungi Big Ben.
“Lebih
biasa lagi melihat sungai. Thame hanya sungai biasa.” Bantahku padanya. Dia
benar-benar aneh, mengajakku melihat sungai, memang apa hebatnya melihat
sungai? Hanya melihat air mengalir, sedangkan aku belum pernah mengunjungi Big
Ben yang bersejarah itu.
“Tunggu
saja sampai kau melihat keindahannya.”
“Tapi
Kyu, aku ingin sekali melihat Big Ben dari dekat.” Aku mencoba merajuk dengan menarik-narik
lengan jaketnya dan menatapnya dengan pandangan memelas.
“Baiklah,
tapi sebentar saja. Tidak ada yang bisa dinikmati di Big Ben.” Aku melonjak
gembira mendengarnya.
“Kajja!”
Big
Ben, sebuah bangunan besar bergaya retro dengan ukiran klasik di sepanjang
tubuhnya. Empat buah jam berada di masing-masing penjuru puncaknya. Di bawahnya
banyak orang berkumpul, baik hanya sekedar berjalan-jalan, berfoto maupun
bertemu dengan kerabat. Menara yang tinggi dan mencolok membuat Big ben menjadi
tempat favorit untuk tempat bertemu.
Aku
sempat mengambil beberapa buah foto dengan latar belakang big ben, namun belum
sampai setengah jam mengagumi arsitektur big ben, Kyuhyun sudah kembali
menarikku menuju tepian sungai Thames.
Dia
membawaku menuju sebuah pertunjukan jalanan di tepi sungai. Disana ada sebuah
panggung mungil namun berisikan peralatan music yang lengkap dari gitar sampai
drum dengan masing-masing pemainnya. Sang vokalis berdiri di deretan paling
depan. Dia berambur panjang sebatas bahu dan menggunakan pakaian seperti
layaknya pemusik jalanan. Panggung mungil itu di kelilingi oleh para penonton.
Di depan panggung di letakan sebuah kotak yang sudah dipenuhi oleh uang.
“Pemusik
jalanan?” Tanyaku pada Kyuhyun yang sepertinya sedang menikmati lagu yang
sedang di bawakan grup musik itu.
“Ne,
pemusik jalanan lebih bertalenta dari pada penyanyi-penyanyi yang sering ada di
panggung, hanya mereka tidak mau terikat dengan kontrak, mereka menganggap itu
sebagai hobi dan bukan ingin menjadi tenar.” Terangnya. Aku hanya mengangguk
mendengar penjelasannya.
“Baiklah,
sekarang adakah dari kalian yang ingin menyumbangkan suara emasnya untuk kami?”
Tanya si vokalis dengan microfonnya setelah selesai memainkan satu lagu.
“No
one?” Tanyanya lagi saat tak ada seorangpun yang menanggapi pertanyaannya tadi.
Tiba-tiba seseorang berjalan menuju panggung dengan diiringi sorakan gembira
para penonton.
“Kyuhyun!”
Pekikku. Kutengok samping kiriku dan ternyata dia sudah tidak lagi berdiri di
sampingku.
“Hai
brother. What’s your name?” Tanya si vokalis.
“Cho
Kyuhyun. My name’s Cho Kyuhyun, but you can call me Kyuhyun, just Kyuhyun.”
“Okey,
Kyuhyun, where do you come from? I think you aren’t from UK, right?”
“Yes,
I’m from South Korea.”
Mereka
kemudian terlibat pembicaraan serius yang tidak bisa kudengar. Kyuhyun seperti
meminta sesuatu pada mereka. Lalu semua personel pemusik itu turun dari
panggung meninggalkan Kyuhyun sendirian. Kulihat dia mengambil sebuah gitar
akustik dan sebuah kursi lalu duduk di atasnnya sambil memeluk gitar itu.
“Okey,
this song for all of you.” Ucap Kyuhyun sambil mulai memetik senar gitar.
Sebuah lagu asing terdengar di telingaku, aku tak mengenal lagu ini, tetapi
permainan gitar Kyuhyun sangat bagus.
I think of you in
everything that i do
To be with you what
ever it takes i'll do
Cause you my love, you
all my heart desires
You've lighten up my
life forever i'm alive
Semua
penonton langsung bertepuk tangan dengan riuh, saat suara Kyuhyun mulai
terdengar. Aku hanya bisa terbelalak kaget, mendengar suaranya yang benar-benar
merdu.
Since i found you my
world seems so brand new
You've show me the love
i never knew
Your presence is what
my whole life through
Since i found you my
life begin so new
Now who needs a dream
when there is you
For all of my dreams
came true
Since i found you
Your love shines bright
Through all the corners
of my heart
Maybe you are my
dearest heart
I give you all i have
my heart, my soul, my life
My destiny is you
Forever true... i'm so
in love with you
Kulihat
Kyuhyun menatapku sambil tersenyum padaku. Senyum itu membuatku seakan terbang
ke angkasa. Suara merdunya membuatku merasa damai dan tenang. Entah untuk siapa
sebenarnya Kyuhyun menyanyikan lagu itu.
Since i found you my
world seems so brand new
You've show me the love
i never knew
Your presence is what
my whole life through
Since i found you my
life begin so new
Now who needs a dream
when there is you
For all of my dreams
came true
Since i found you
My heart forever
true...
In love with you..
Teriakan
para penonton bergemuruh saat Kyuhyun memetik senar untuk terakhir kalinya.
Mereka semua meneriakan nama Kyuhyun dengan keras. Dia membungkuk kepada kami,
lalu meletakan gitar pada tempatnya dan turun dari atas panggung. Sebelum
menghampiriku, dia memasukan sejumlah uang ke dalam kotak di depan panggung.
“Okey,
please give applause to Kyuhyun. You have an amazing voice brother.” Ucap si
vokalis. Semua orang memandang ke arah Kyuhyun yang sudah kembali berdiri di
sampingku dan bertepuk tangan untuknya.
“Kajja
kita pergi.” Ucapnya sambil menggandengku pergi. Kami berjalan menelusuri
tepian sungai Thames yang memantulkan sinar jingga dari sinar matahari yang
mulai terbenam.
“Kenapa
kau tak pernah bilang kalau kau memiliki suara yang begitu merdu.” Tanyaku
padanya.
“Untuk
apa aku mengatakannya padamu?” Dia menoleh padaku sambil mencibirkan bibirnya.
“Ho,
biasanya kau selalu saja menyombongkan diri. Akulah raja game, aku pria tampan,
ya seperti itu. Kenapa tidak kau katakan juga kalau kau punya suara bagus?”
Ucapku.
“Lalu
aku harus berkata apa? Apa aku harus berkata seperti ini, Hai Hyemin-ah, namaku
Cho Kyuhyun, kau tahu, aku punya suara yang sangat bagus saat aku menyanyi,
jadi kau harus menjadi salah satu penggemarku, begitu?” Sahutnya.
“Ah
sudahlah. Sekarang kita mau kemana?” Tanyaku padanya. Dia sendiri hanya diam
seakan merenung.
“Malam
ini akan ada pesta kembang api di London bridge, sebaiknya kita melihatnya.”
Jelasnya padaku yang hanya mengangkat bahu menanggapinya.
London
bridge berada tidak jauh dari tempat kami berada, bahkan kami bisa melihat
bentuknya yang besar dan megah. Tempat untuk melihat kembang api, berada tepat
di tepi sungai di bawah London bridge, disana ada sebuah taman berumput dimana
setiap penonton bisa duduk dengan nyaman di atas rumput itu.
Kami
harus membayar tiket masuk untuk bisa melihat perayaan itu. Kyuhyun membawaku
duduk di barisan tengah penonton. Belum banyak orang yang hadir disana, hanya
ada beberapa.
“Kau
tunggu disini sebentar, aku membeli makanan dulu.” Katanya padaku. Aku hanya
mengangguk.
Semakin
larut malam, semakin banyak orang yang datang. Kyuhyun kembali dengan membawa
dua buah burger dan dua buah cola kalengan.
“Makan
ini.” Dia menyerahkan sebuah burger padaku dan meletakan kaleng cola di depan
kakiku.
“Gomawo.”
Aku tersenyum senang, dia selalu tahu kalau aku sedang lapar.
“Eh
lihat, sudah mulai.” Pekiknya sambil menunjuk kearah sungai. Sungai Thames
memantulkan sinar berwarna-warni dari sinar lampu yang disorotkan dari atas
London bridge.
Beberapa
saat kemudian suara ledakan kembang api mulai terdengar. Langit di atas sungai
bermandikan cahaya warna-warni. Asap-asap mesiu yang menghitam, membumbung
tinggi ke angkasa berbaur bersama kelamnya langit London.
Kami
berdua tenggelam kesunyian sambil menikmati indahnya permainan pantulan cahaya
pada permukaan sungai. Sungai yang awalnya kelam menjadi berwarna. Aku sendiri
sebenarnya masih merenungi arti lagu yang Kyuhyun nyanyikan tadi sore. Lagu
yang bercerita tentang cinta yang baru, cinta yang tidak dia miliki sebelumnya.
Lagu yang berisi tentang pertemuan tak terduga dengan seseorang. Mungkinkah
lagu itu dia tunjukan untukku?
Diam-diam
kutatap wajahnya yang berada di sampingku dengan seksama. Dia tidak menoleh padaku,
matanya masih terpaku menatap kembang api.
***
Hari
ini kami memutuskan untuk pergi ke kebun binatang London yang sangat terkenal. Sejak
pagi aku sudah sangat bersemangat segera menuju kesana. Kebun binatang memang
salah satu tempat yang paling aku sukai. Aku sangat menyukai binatang, tingkah
polah mereka yang lucu mampu menghiburku disaat aku sedang gundah.
Kami
menuju binatang dengan menaiki bus yang mengantarkan kami langsung di depan
pintu gerbang London Zoo. Di depan pintu gerbang banyak sekali orang berjubel
mengantri membeli tiket, mungkin hari ini adalah hari libur hingga banyak
sekali orang yang berkunjung. Sejujurnya sejak berada disini, aku hampir tidak
bisa mengenali hari lagi, waktu terasa sangat cepat berlalu.
Saat
pertama kali masuk ke dalam kebun binatang, Kyuhyun sudah mengajakku masuk
kedalam toko tempat semua merchandaise dijual. Dia membeli sebuah topi
berbentuk kepala rusa dan terus memakainya selama kami berkeliling di kebun
binatang, sedangkan aku hanya membeli sebuah bandana berbentuk telinga kucing.
Pertama
kali kami mengelilingi rumah kaca tempat semua jenis serangga berkumpul. Banyak
sekali kutemukan kupu-kupu langka yang sangat indah. Kemudian kami masuk ke
dalam aquarium raksasa dimana semua jenis binatan laut hidup disana.
Aku
dan Kyuhyun sama-sama menyukai kolam dimana kami bisa memegang seekor
kura-kura.
“Melihat
kura-kura ini aku jadi teringat pada kura-kura milik salah seorang temanku.”
Katanya sambil membelai tempurung kura-kura yang tampak mengantuk di hadapan
kami.
“Jeongmal?”
“Ne,
bahkan dia memberi nama kura-kura itu Ddangkoma. Dia sangat protektif pada
kura-kuranya, tidak seorangpun dari kami, temannya, yang boleh memegangnya jika
sedang berkunjung kerumahnya.” Aku hanya tertawa mendengar ucapannya. Kurasa
temannya sangat aneh, bisa mencintai seekor kura-kura sampai seperti itu.
Menurutku kura-kura bukanlah hewan yang lucu, malah cenderung menyeramkan.
Lama
kami berada di London Zoo, hingga kakiku terasa sangat sakit karena terus
berjalan sepanjang hari. Bahkan tanpa terasa kami keluar dari kebun binatang
saat hari menjelang malam.
Kami
memutuskan untuk mengunjungi London eye selepas keluar dari London Zoo. London
eye di malam hari benar-benar terlihat menakjubkan. Setiap sisi capsulnya
memancarkan sinar keemasan. Selain itu, pohon-pohon di sekitar Jubilee Garden
pun dihiasi dengan lilitan lampu berwarna biru keunguan menambah keindahannya.
Dengan
semangat yang menggebu aku menarik Kyuhyun untuk masuk ke dalam salah satu
capsul penumpang. Kupilih tempat yang langsung menghadap ke arah sungai thames.
Perlahan-lahan jeruji-jeruji bianglala itu membawa kami naik ke atas.
Sungguh
ini pemandangan kota London jika dinikmati dari tinggi seperti ini.
gedung-gedung berkelap-kelip memancarkan sinar bagaikan kunang-kunang raksasa
yang sangat indah.
Semakin
tinggi London eye membawa kami, semakin indah pemandangan yang kami dapatkan,
bahkan kami bisa melihat kelip lampu mercusuar di selat inggris. Sekitar 30
menit kami berada di dalam capsul, dan itu terasa sangat cepat, aku bahkan
belum merasa puas, saat capsul yang aku tumpangi telah kembali ke bawah.
“Kenapa
waktu terasa cepat sekali. Aku belum puas menikmati pemandangannya.” Keluhku
pada Kyuhyun yang hanya tersenyum simpul.
“Kau
bisa kembali lain kali.” Katanya.
“Ah,
entah kapan aku bisa kembali lagi kesini. Aakkh!” Karena kurang hati-hati
kakiku terpeleset saat menaiki tangga di depan pintu masuk London eye. Rasanya
sakit sekali, seakan sebuah pisau telah mengiris pergelangan kakiku.
“Gwenchana?
Mana yang sakit?” Tanya Kyuhyun sambil memegang pergelangan kakiku.
“Aww!”
Refleks kutarik kakiku dan kupukul bahunya saat dia memegang pergelangan yang
sakit. Dia hanya terkekeh geli saat aku memukulnya. Dia membantuku berdiri,
lalu tiba-tiba berjongkok di depanku dengan tetap memegangi tanganku membuatku
tidak jatuh.
“Ayo
naik.” Ucapnya.
“Mwo?”
“Ayo
naik ke punggungku. Kau tidak mungkin bisa berjalan dengan kaki terluka seperti
itu.”
“Aniyo,
aku masih bisa berjalan sendiri.” Tolakku dan berusaha berjalan sendiri
walaupun rasa sakit di pergelangan kakiku semakin menjadi sakit.
“Keras
kepala!” Bentaknya, lalu dia menarikku hingga aku jatuh ke atas punggungnya.
Dengan cekatan dia mengangkat tubuhku. Ku lingkarkan lenganku memeluk lehernya
dan meletakan kepalaku di bahunya.
“Kau
harus mengurangi makan malammu Hyemin. Kau berat sekali!” Ucapnya dengan nada
mengejek yang kentara sekali.
“Yak!
Kalau begitu turunkan saja aku!” Kupukuli bahunya dengan kesal. Kapan dia bisa
tidak mengejekku?
Dia
hanya tertawa terbahak-bahak saat kupukuli bahunya. Kami berjalan di bawah
naungan sinar biru dari lampu-lampu yang melingkari pepohonan disekitar kami.
Kuletakan
kepalaku di atas bahu Kyuhyun dengan nyaman. Kueratkan pelukanku di lehernya.
Sungguh aku tak ingin mengkahiri semua ini, berada di dalam gendongannya, di
dalam pelukannya yang nyaman dan aman.
“Hyemin?”
Ucapnya memecah kesunyian yang tiba-tiba menyelimuti kami.
“Hmm.”
“Apa
kau menyesal bertemu denganku disini?” Tanyanya.
“Maksudku,
bukankah selama ini kau menganggapku pria brengsek dan jahil?”
“Hmm,
disaat-saat seperti ini, aku tidak menyesal bertemu denganmu, karena kau yang
selalu ada untuk menolongku.” Jawabku.
“Tapi
saat kau mengejekku seperti tadi, aku merasa sangat-sangat mengesal telah
bertemu denganmu!” Tambahku segera sebelum dia sempat menyombongkan diri.
Mendengar ucapanku, derai tawanya semakin keras terdengar.
“Seandainya
kau diberi kesempatan untuk kembali berlibur denganku, kau mau pergi kemana?”
Tanyanya lagi. Pertanyaannya kali ini membuat dahiku berkerut, berlibur
kembali?
“Berlibur
kembali? Kau pikir aku mau berlibur kembali denganmu?” Ejekku.
“Yak!
Aku serius!”
“Hahahaha.
Hmm, aku ingin berlibur ke pulau tropis. Mungkin di Polynesia atau Tahiti di Hawai.”
Setelah
mendengar jawabanku, dia kembali terdiam. Tak sepatah katapun terucap dari
bibir kami bahkan sampai dia meletakkanku di atas tempat tidurku.
Sepanjang
malam itu aku tak bisa tidur, disamping karena rasa sakit di kakiku yang
semakin hebat, juga karena pertayaan-pertanyaan Kyuhyun saat kami berada di
London eye. Berlibur kembali dengannya? Kenapa dia bisa menanyakan hal seperti
itu?
***
Hari
ini adalah hari terakhir kami berada di London, besok kami akan kembali ke
Korea. Karena kakiku yang masih sedikit terasa sakit, maka aku terpaksa
menghabiskan waktu seharian mengurung diri di kamar hotel hanya ditemani dengan
sebuah televisi.
Pada
sore harinya Kyuhyun mengajakku pergi ke Piccadilly
circus. Dia berkata bahwa sedang ada festival waltz disana. Mendengar
sedang ada festival waltz semangatku kembali terpacu, kebetulan rasa sakit di
kakiku sudah tidak terasa lagi, jadi kuputuskan untuk pergi dengannya.
Kami
berjalan menyusuri pinggiran jalan di Piccadilly
circus. Sinar bulan menyinari jalan-jalan dengan sinar keemaasannya.
Papan-papan iklan yang biasanya memancarkan sinar-sinar berwarna-warni tampak
di padamkan. Hanya cahaya-cahaya temaram dari lampu jalan, dan lampu hias yang
bergantungan di atas yang di nyalakan.
Piccadilly circus
sudah penuh dengan orang-orang yang ingin menyaksikan festival waltz yang rutin
setiap tahun diadakan disini. Ratusan penari dengan seragam tari yang sangat
unik telah bersiap di tengah-tengah arena.
Alunan
musik klasik yang romantic mulai terdengar mengalun. Mataku terpukau melihat
gerak gemulai ratusan penari itu. Kyuhyun tidak henti-hentinya mengambil gambar
para penari tersebut.
Gemerlap
baju penari yang berekor panjang memantulkan sinar lampu, membuat tubuh mereka
tampak bersinar seperti peri-peri yang turun dari langit.
Tepuk
tangan membahana saat musik berhenti. Seluruh penonton memberi applause dengan
riuh. Bahkan banyak yang memberikan standing applause termasuk aku sendiri.
“Hyemin-ah,
kau bisa menari?” Tanya Kyuhyun.
“Mwo?
Menari? Aku tidak bisa menari.”
“Kajja!”
Kyuhyun
menarik tanganku menuju tengah arena. Para penari sudah berkumpul di sisi
jalan. Kulihat banyak dari para penonton juga sudah berada di lantai dansa
dengan pasangan masing-masing. Musik mengalun dengan irama lebih cepat dari
pada saat mengiringi para penari tadi.
Kyuhyun
menggenggam tanganku sedangkan sebelah tangannya memeluk pinggangku. Dia
membawaku berputar-putar di lantai dansa.
“Rilekskan
tubuhmu. Ikuti saja setiap alur gerakanku, jangan mencoba melawan.” Bisiknya di
telingaku.
Entah
beberapa kali aku menginjak kakinya dengan tidak sengaja, namun tidak
menunjukan rasa sakit. Aku hanya bisa meringis merasa bersalah.
“Tenang
saja, injakan kakimu tidak terasa sakit.”
Setelah
beberapa kali berputar-putar di lantai dansa, dan irama musik menjadi semakin
cepat dan bernada riang, aku sudah berpindah ke tangan seorang pria asing yang
sangat tinggi. Tubuhku yang kecil, tenggelam di dalam kungkungan dua tangannya
yang besar. Kulihat Kyuhyun sedang berdansa dengan seorang wanita berambut
pirang yang sangat cantik. Hanya sekali berputar di lantai dansa, aku kembali
berpindah pasangan mengikuti tempo lagu yang semakin cepat. Tidak bisa kulihat lagi dimana Kyuhyun dan
dengan siapa dia berdansa sekarang.
Entah
berapa lama aku berdansa dengan pasangan yang berbeda-beda. Sampai akhirnya
pasangan dansa terakhirku, seorang bapak berkepala botak, menyerahkanku kembali
kepada Kyuhyun yang baru saja berdansa dengan seorang gadis kecil.
Dia
kembali menggenggam tanganku dengan erat. Musik tiba-tiba mengalun menjadi
lebih lambat, membuat suasana sunyi yang sangat romantis. Kyuhyun menatap kedua
mataku dalam sambil tersenyum.
“Kau
sudah mahir berdansa.” Ucapnya dan membuatku terkekeh.
“Dari
mana kau tahu aku sudah mahir?”
“Kau
sudah tidak menginjak kakiku lagi.” Aku tertawa mendengar ucapannya.
Tiba-tiba
mendung menutupi sinar bulan, dan udara menjadi dingin. Tak lama kemudian,
tetesan air hujan mulai jatuh perlahan-lahan, dan menjadi semakin deras.
Kudengar suara teriakan dan derap kaki yang berlarian menggema disekitarku.
Aku
pun melepaskan pelukanku di bahu Kyuhyun dan mencoba berlari mencari tempat
untuk berteduh. Tapi tanpa kuduga Kyuhyun menggenggam erat tanganku, lalu
menarikku ke dalam pelukannya. Alunan musik pelan masih belum berhenti. Dari
balik bahu Kyuhyun pun masih banyak pasangan-pasangan dansa yang bertahan di
arena.
“Kita
bisa basah Kyu!” Kataku tepat di telinganya, tetapi dia hanya diam saja.
Bisa
kurasakan pelukannya mengerat di pingganggku. Desah nafasnya menghembus di
leherku dan membuat tubuhku bergetar. Ada apa dengannya? Dia hanya bergerak
perlahan dalam berdansa. Rasa dingin air hujan semakin terasa menghujam
kulitku.
Sesaat
kemudian dia melepaskan pelukannya pada pinggangku dan menyentuh wajahku dengan
kedua tangannya. Tatapan matanya tajam menusuk mataku. Tapi kurasakan
pandangannya kali ini berbeda, seperti terkandung suatu makna di dalamnya.
Perlahan
ia dekatkan wajahnya, lalu dengan lembut mengecup bibirku. Tubuhku mendadak
menjadi kaku, tak mampu bergerak, dan menjadi diluar kendali otakku. Kecupan
lembutnya di bibirku seakan mengaktifkan instingku sebagai manusia. Tanganku
mengalung pada leher jenjangnya mengikuti perintah instingku. Kubalas setiap
kecupannya dengan kuluman lembut dari bibirku. Kedua mata kami terpejam
menikmati setiap sensasi yang keluar dari tubuh kami. Kurasakan tangannya
semakin erat memeluk pinganggku.
Derai
hujan yang jatuh membasahi tubuh kami menjadi suatu selimut dingin yang semakin
membuat hatiku menjadi makin berdebar keras. Alunan musik tidak lagi bisa
didengar telingaku. Otakku tidak mampu lagi mengenali dimana aku berpijak. Yang
aku rasakan hanya sebuah gelora dan keinginan untuk tetap bersama seperti ini.
Tiba-tiba
Kyuhyun melepaskan ciuman dan pelukannya padaku. Dia memandangku dengan
pandangan kaget, matanya membulat lebar, dia gelengkan kepalanya perlahan lalu
dengan teratur dia mundur menjauhiku.
Kupandangi
dia dengan heran. Apa yang sebenarnya terjadi sekarang? Kenapa sikapnya bisa
berubah drastis seperti itu?
“Ada
apa Kyuhyun?” Ucapku lirih.
Pandangannya
padaku sekarang berubah menjadi sedih. Dia menggelengkan kepalanya sekali lagi,
lalu berbalik dan pergi meninggalkanku di bawah guyuran hujan yang sangat
deras. Aku hanya bisa terpaku melihat sikapnya yang sangat aneh itu.
***
Keesokan
harinya Kyuhyun tidak mengungkit kembali kejadian semalam, maka akupun
memutuskan untuk tidak menungkitnya pula. Hari ini kami akan kembali ke Korea.
Di bandara dia mengajakku untuk minum kopi di sebuah café serta menikmati
sarapan untuk terakhir kalinya di London.
“Sebentar,
aku ambil dulu kopi pesanan kita.” Ucapnya saat kami sudah duduk di dalam café.
“Ne,
aku akan selalu ada disini.”
Kyuhyun
bangkit meninggalkan tas serta ponselnya di atas meja. Sesaat setelah dia pergi
kulihat ponselnya berkedip lalu bergetar menandakan ada sebuah panggilan masuk.
Kulihat sebuah nama tercantum disana, Soona, nama seorang yeoja. Siapakah dia?
Adiknya kah? Temannya? Atau kekasihnya?
Apa
yang harus aku lakukan sekarang? Apakah sopan menerima telepon ponsel seseorang
tanpa ijin? Akhirnya kuputuskan untuk membiarkannya saja sampai ponsel itu
berhenti bergetar.
Tepat
saat Kyuhyun kembali bersama nampan berisi pesanan kami, ponselnya kembali
bergetar. Dia memberi isyarat padaku untuk menjawab telepon, aku hanya
mengangguk, kemudian dia menjauhiku.
Rasa
penasaran dalam hatiku timbul saat melihat nama yeoja tadi. Siapa Soona? Rasa
penasaran membuatku menyadari satu hal. Dia belum pernah menceritakan padaku
tentang kehidupannya, juga tentang alasan kenapa dia berada disini. Apakah dia
ada di eropa benar-benar murni karena ingin berlibur atau memiliki alasan lain?
“Mianhae
membuatmu menunggu.” Ucapnya, membuyarkan lamunanku.
“Cheonmaneyo.”
Kami sama-sama mengambil gelas kopi kami lalu menghirup isinya.
“Hmm,
Kyuhyun-ah, aku ingin bertanya padamu satu hal.” Kataku setelah kembali
meletakan cangkir milikku ke atas meja.
“Mwo?”
“Kenapa
kau pergi ke Eropa?” Mendengar pertanyaanku, kedua alis matanya bertaut menjadi
satu, serta dahinya mengerut heran.
“Kenapa
kau bertanya seperti itu? Apakah harus ada alasan khusus untuk bisa pergi
berlibur ke Eropa?” Jawabnya. Namun aku merasa ada getar aneh dalam nada
suaranya, mungkinkah dia sedang berbohong?
“Aku
sudah menceritakan alasanku berada disini padamu, lalu kenapa kau tidak mau
menceritakannya padaku?”
Dia
menghembuskan nafas dalam-dalam, lalu menatapku dengan pandangan menyerah.
Senyum segera tersungging di wajahku melihat reaksinya.
“Baiklah
aku akan menceritakan semuanya. Alasanku hampir sama denganmu, aku sedang
melarikan diri” Ucapnya yang membuatku terbelalak kaget. Jadi dia sama-sama
sedang patah hati sepertiku? Lalu yeoja tadi siapa?
“Mwo?
Kau juga dikhianati kekasihmu? Kenapa? Apa yang dia lakukan?”
“Dasar
bodoh! Bukan seperti itu. Aku hanya bilang hampir sama, bukan sama persis.
Lagipula siapa yang berani menyakiti namja tampan sepertiku ini.” Aku hanya
mencibir mendengar kata-katanya. Sifat sombongnya kembali muncul.
“Lalu?”
Sekali
lagi dia hembuskan nafas yang panjang dan dalam, seakan sedang menenangkan
dirinya sendiri.
“Aku
akan menikah satu bulan lagi.” Mendengar ucapannya sendok yang sedang ku pegang
jatuh ke atas piring dan menimbulkan suara yang cukup keras.
“Kami
sudah berhubungan selama tiga tahun, dan dia merasa kalau sekarang adalah saat
yang tepat untuk kita menikah. Pada awalnya aku sangat senang mendengar
permintaannya. Namun entah mengapa semakin mendekati hari pernikahan kami, aku
malah semakin merasa tidak yakin.” Lanjutnya. Mendadak mulutku rasanya seperti
terkunci. Aku tak bisa mengeluarkan sepatah katapun. Lidaku kelu, dan
tenggorokanku terasa panas, seakan kopi yang baru saja aku minum kembali naik
ke atas.
“Terkadang
aku berpikir dalam lamunanku, apakah dia yeoja yang benar-benar tepat untukku?
Apakah jalan yang kupilih ini sudah benar? Bagaimana jika suatu saat nanti aku
menemukan jodohku setelah aku menikah? Pertanyaan-pertanyaan bodoh seperti itu terus
terngiang-ngiang di kepalaku. Appa mengetahui keresahan hatiku, dan beliau
memakluminya. Karena itulah beliau menyuruhku pergi ke Eropa.”
Sekarang
rasanya kepalaku menjadi terasa berat setelah mendengar pengakuannya. Aku
berharap aku bisa kembali menarik pertanyaanku, sehingga tidak perlu mengetahui
kenyataan ini. Aku menyesal telah bertanya padanya.Entah kenapa hatiku terasa
sakit. Dia tidak hanya sudah memiliki kekasih, tetapi juga akan menikah.
Aku
menundukan kepalaku untuk menyembunyikan air mata yang sudah menggenang di
mataku.
“Apa…
Apakah yang menghubungimu tadi adalah tunanganmu?” Tanyaku dengan terbata.
Sungguh sejujurnya aku tak sanggup mendengar jawabannya.
“Ne,
Soona yang menghubungiku tadi. Dia hanya menanyakan kapan aku kembali.”
Jawabnya. Aku hanya mengangguk kecil menanggapinya.
“Ah,
sudah waktunya berangkat. Kajja kita masuk ke dalam.” Dia mengambil tasnya dan
berjalan melewatiku yang masih tertegun. Tubuhku lemas seakan tidak ada lagi
tenaga yang tersisa, rasanya kakiku sangat berat untuk kuajak melangkah. Aku
tidak ingin melangkah maju, aku ingin kembali ke masa lalu saat aku baru bertemu
dengannya, aku ingin waktu berhenti disini.
“Hyemin-ah
palli!” Suara Kyuhyun yang memanggilku membuyarkan lamunanku. Dengan enggan aku
bangkit dan menyeret koperku mendekatinya. kami tidak mengatakan sepatah
katapun bahkan sampai saat pesawat tinggal landas.
Gumpalan
awan bergerak disekitar sayap pesawat. Terlihat indah dan manis seperti permen
kapas yang ku makan di Mykonos. Sinar matahari bermain-main disekitar gumpalan
awan membuat gradasi warna yang menakjubkan.
Kupandangi
baling-baling turbo boing yang berputar sangat cepat membawaku kembali ke
Korea. Sejenak aku merasakan de javu,
sebulan yang lalu, di tempat yang sama di waktu yang hampir sama pula, aku
sedang memandangi baling-baling itu. Yang membedakan dulu tak ada seseorang
namja yang sedang tertidur nyenyak di bahuku.
Hatiku
yang dulu dan sekarang sama merasakan sakit, tetapi sakit yang kurasakan
sekarang berbeda dari rasa sakit yang dulu. Rasa sakit ini tak bisa kuartikan,
tak bisa kumengerti. Yang aku tahu hanya dadaku terasa sesak saat melihat namja
disebelahku, dan rasa sesak ini akan berubah menjadi butiran air mata yang
mengalir di pipiku. Mungkin memang benar apa yang selalu di katakan Kyuhyun,
aku adalah seorang gadis bodoh, gadis yang terlewat bodoh, bahkan untuk
mengartikan rasa sakit di hatiku saja aku tidak mampu.
Kutatap
wajah damai Kyuhyun yang terlelap di bahuku. Perlahan kusentuh wajahnya dengan
jari-jariku, setetes air mata menetes ke pipiku. Kutelusuri setiap lekuk
wajahnya dengan telunjukku, mencoba merekam semuanya dalam memoriku. Mungkin
ini adalah saat terakhir kali aku bisa menyentuhnya seperti ini.
Saat
telunjukku mencapai dagunya, kurasakan dia sedikit menggeliat, dan perlahan
membuka matanya. Dengan segera kutarik tanganku, dan kuhapus air mataku.
“Hyemin,
kau tidak keberatankan jika aku tidur di bahumu? Aku mengantuk sekali.”
Rajuknya dengan mata setengah tertutup. Aku hanya mengangguk padanya,
kupalingkan wajahku dan kembali menatap baling-baling pesawat. Kurasakan
kepalanya terkulai di bahuku, lalu tangannya menggenggam tanganku mengalirkan
rasa hangat ke seluruh tubuhku namun membuat dadaku terasa semakin sesak.
***
Dua
belas jam perjalanan dari London ke Korea ternyata tidak mampu membuat rasa
sesak di dadaku menghilang, akan tetapi semakin parah. Semakin kusadari bahwa
aku semakin mendekati tanah Korea, semakin kurasakan dadaku menjadi sesak.
Bahkan saat pesawat telah mendarat di Incheon, dadaku semakin terasa berat,
hingga kupikir aku tak akan sanggup lagi untuk menghirup udara.
Aku
dan Kyuhyun berjalan bersama beriringan menuju tempat pengambilan barang,
kutunggu koper besarku muncul di roda berjalan itu sambil tetap terdiam. Entah
apa yang terjadi padaku, aku merasakan getaran hatiku semakin menjadi, semakin
perih, dan semakin sakit, seakan sebuah pisau daging telah tertancap disana.
Kutarik
koper hitam besarku dengan susah payah, hingga kedua tangan Kyuhyun ikut
membantu.
“Gomawo.”
Dia hanya membalasnya dengan senyuman. Tetapi senyuman itu berbeda dengan
senyuman yang satu bulan lalu aku lihat, senyuman itu kini lebih menjadi
misterius, seakan ada sebuah rahasia terpatri di dalam sana.
“Well..”
ucapku mencoba membuka percakapan.
“Hmm..”
gumamnya.
“Sudah
satu bulan, dan kita sudah kembali ke Seoul.”
“Ne.”
“Modeun
geose gamsahe.”
“Cheonmaneyo.
Mianhae, kalau selama ini aku selalu bersikap kurang ajar padamu.” Ucapnya
dengan wajah tertunduk.
“Hahaha,
mungkin aku akan merindukannya lagi. Baiklah sudah saatnya aku pergi.” Aku
berbalik dan mulai melangkahkan kakiku menjauhinya. Mataku sudah terasa panas,
sebentar lagi pasti pertahanan air mataku akan hancur.
“Chakaman.”
Panggil Kyuhyun.
Aku
menghentikan langkahku, dan kembali berbalik menatapnya.
“Sampai
sekarang aku tidak pernah tahu berapa nomor teleponmu ataupun alamatmu di
Seoul, boleh aku minta sekarang?”
“Untuk
apa?”
“Aish!
Ku kira setelah sampai di Seoul sifat bodohmu itu akan hilang!” Entah kenapa
aku tidak merasa marah saat dia menghinaku seperti itu, melainkan rasa sedih
yang teramat dalam semakin menghujam jantungku.
“Kalau
aku tidak tahu alamatmu atau nomor teleponmu, bagaimana aku bisa mengirimkan
undangan pernikahanku?”
Mendengar
ucapannya, jantungku serasa ditimpa sebuah bola besi panas nan berat, perasaan
yang sama yang kurasakan saat di London dulu. Aku hanya tersenyum kecil sambil
menatap matanya, sedetik kemudian aku menggeleng pelan.
“Aku
tidak akan datang Kyuhyun.”
“Mwo?
Hajiman..”
“Mianhae.
Kurasa orang tuaku pasti sudah menungguku di pintu gerbang. Selamat tinggal.”
Segera aku berbalik memunggunginya dan melangkah pergi secepat kakiku ini bisa
melangkah dengan membawa koper yang berat sekali. Tidak kupedulikan teriakan
memanggilnya. Yang ada dipikaranku hanya menjauh darinya sesegera mungkin dan
menumpahkan segala air mataku.
Aku
berjalan sambil menangis, tak kupedulikan orang-orang yang menatapku dengan
heran. Ada apa denganku? Apa aku mencintainya? Apa aku mencintai pria bodoh
itu? Mencintai pria yang akan segera menikah.
Sebelum
sampai dipintu keluar, kuusap air mataku. Aku tidak ingin kedua orang tuaku
melihat anaknya menangis. Mereka menyuruhku ke Eropa untuk bersenang-senang
bukan untuk kembali dengan membawa luka yang baru.
“Hyemin-ah!”
Teriak Omma, saat aku keluar dari pintu gerbang. Appa dan Omma segera berlari
menghampiriku dan memelukku dengan erat. Mendapat pelukan mereka aku kembali
menangis.
“Hyemin-ah
gwenchana?” bisik ibuku sambil membelai kepalaku.
Kulepaskan
pelukan mereka lalu tersenyum sambil memandang dua orang yang sangat aku cintai
itu.
“Bogoshipoyo
Omma, Appa.” Ucapku terbata. Bukan itu alasanku menangis.
“Nado
bogoshipo.” Omma membelai pipiku dengan lembut.
“Appa
juga merindukanmu.” Giliran Appa yang mengusap kepalaku.
Saat
tu kudengar suara seorang gadis yang sangat ceria dan suara pria yang sudah
sangat aku kenal.
“Bogoshipoyo
chagiya.” Ucap Gadis itu.
“Nado
bogoshipo.” Balas sang pria.
Aku
menoleh pada mereka dan melihat pria yang sudah selama satu bulan ini selalu
menemaniku, pria yang sudah menciumku dua kali, pria yang selalu kurang ajar
padaku, dan sialnya dia membuatku mencintainya, dia sedang memeluk seorang
yeoja cantik dengan mesra. Aku yakin dia calon istri Kyuhyun.
Aku
menatap mereka dengan pandangan kosong, lalu seperti takdir yang sudah
terencana, dia juga menoleh padaku. Dalam sepersekian detik aku langsung
membuang muka, dan kembali menatap kedua orangtuaku.
“Kajja
kita pulang, aku lapar dan lelah Omma.”
“Ne,
Kajja.” Appa membantuku membawakan koperku sambil dia terus menggenggam
tanganku.
***
Kyuhyun’s
pov
Dia
berjalan dalam diam didepanku, kulihat punggungnnya sedikit berguncang,
mungkinkah dia menangis?
Kesalahan
apa yan sudah aku perbuat? Kesalahan apa yang sudah kami perbuat? Saat dia
berkata dia tidak akan datang ke pernikahanku, entah kenapa seperti ada yang
terasa retak di relung rusukku. Senyumnya yang menyiratkan kesedihan, matanya
yang memancarkan kepahitan. Mungkinkah dia mencintaiku? Dan mungkinkah aku juga
mencintainya? Tapi ini tidak boleh terjadi, Soona sudah menantiku.
Saat
aku keluar gerbang, kulihat Soona tersenyum padaku sambil melambaikan
tangannya. Aku mendekat padanya dengan perlahan. Kulihat Hyemin sudah berada
dipelukan ibunya, bahunya seperti berguncang keras, dan ibunya membelai
kepalanya.
Soona
segera menghambur kedalam pelukanku. Namun anehnya tak kurasakan lagi perasaan
seperti dulu. Pikiranku berada pada gadis yang berdiri tak jauh dariku, yang
sedang menangis dipelukan ibunya.
“Bogoshipo
chagiya.” Ucap Soona dengan gaya cerianya seperti biasa.
“Nado
Bogoshipo.”
Tanpa
melepas pelukannya, aku menoleh ke arah Hyemin yang ternyata juga sedang
menatapku. Sesaat kami bertemu pandang, tetapi dia segera membuang muka dan
kembali berbicara dengan kedua orangtuanya.
“Chagiya,
gwenchana?” Tanya Soona saat aku hanya termenung memeluknya.
“Ne.”
Kataku, lalu melepas pelukannya. Aku menatapnya sebentar, lalu kembali
mengarahkan pandanganku kepada Hyemin, yang ternyata sudah hilang.
Sebuah
perasaan seperti terkena bara kaca yang panas menghujam batinku. Nyeri dan
sakit, saat mengetahui Hyemin sudah menghilang.
Ya
Tuhan, aku telah berbuat kesalahan. Batinku nelangsa.
***
Author’s
pov
Dua
orang yang telah ditakdirkan bertemu berjalan perlahan menuju takdir yang telah
mereka pilih sendiri. tapi benarkah itu takdir yang telah digoreskan Tuhan di
tangan mereka jauh sebelum mereka merasakan hembusan udara bumi?
Mereka
berjalan ke dua arah yang berbeda, arah yang tak mereka tau ujungnya akan
berada dimana, masihkah saling terpisah? Ataukah akan ada yang menyatukannya?
Hyemin
duduk termangu di jok belakang mobil ayahnya. Ibunya sibuk berceloteh tentang
keadaan yang mereka alami setelah dia pergi ke Eropa, yang hanya di dengar
sepintas sekilas oleh telinganya. Raganya memang duduk didalam mobil, namun
pikirannya melayang-layang, membentuk sebuah bayangan sketsa wajah laki-laki
yang dulu sangat dia harapkan musnah dari hadapannya, namun sekarang sangat ia
rindukan.
Begitu
juga dengan Kyuhyun, duduk berdua bersama Soona di jok belakang mendengarkan
sepintas sekilas kata-kata Soona tentang gaun pengantin yang akan dia pilih
minggu depan, dengan tema pesta pernikahan yang dia inginkan, sedangkan pikiran
Kyuhyun melayang kepada kenangan indahnya di tanah Eropa dengan gadis bodoh dan
polos yang selalu membuatnya tertawa.
Tanpa
mereka berdua sadari, bahwa Tuhan selalu mengikatkan tali takdir pada setiap
orang dengan orang lain sehingga mereka akan saling berhubungan. Rasa sakit
yang dirasakan oleh ujung tali akan juga dirasakan oleh sang pangkal. Kesedihan
ujung dan pangkal membuat langit seakan ikut tertunduk takjim ikut
merasakannya. Kota Seoul di gantungi oleh langit hitam kelabu, hujan rintik
mulai membasahi memberi kehidupan pada yang telah kering di kota itu.
Hyemin
menatap keluar jendela yang berkabut. Jarinya menggores kaca hitam itu dan
menuliskan kata ‘CHO KYUHYUN’ dengan hanggul. Dia menatap nanar tulisan itu dan
kembali teringat ciuman Kyuhyun dibawah derasnya hujan kota London.
Kyuhyun
menatap tetes air yang menerpa kaca jendela mobilnya, dan diapun mengingat
tariannya dengan Hyemin di bawah hujan dihari terakhir mereka berada di kota
kabut itu.
Dua
raga yang terpisah tapi dengan jiwa yang saling terhubung oleh ikatan tali
takdir.
~TBC~
Note: lagu yang dinyanyikan oleh kyuhyun adalah lagu milik Christian Bautista yang berjudul Since I Found You
Note: lagu yang dinyanyikan oleh kyuhyun adalah lagu milik Christian Bautista yang berjudul Since I Found You
eonniiee , ayo lanjutt sudah tidak sabar baca chapter selanjutnyaa ..
BalasHapushehehe,, makasih ya saeng sudah mampir ^^
BalasHapus