Sabtu, 19 Mei 2012

I WISH NEVER MEET YOU (Chapter 6)


 Annyeong... Seneng deh bisa nyelesein part ini. Lumayan panjang ya ceritanya di bagian ini,, hehehehe..  Aku suka nulis part ini, karena ada bagian yang mengedepakan pergolakan hati, *ceileeehh, hahah

Sedikit spoiler untuk chapter-chapter depan akan penuh dengan air mata, hahahah..

Happy reading all.. \\(^.^)//


 




Type                    : Multi-chapter
Author                 : Istrinya Kyuhyun
Main Cast            : Cho Kyuhyun & Lee Hyemin
Rating                   : All Ages
Theme                   : Romance




Review last chapter

Aku masuk ke dalam kamar dan menjatuhkan diriku di atas tempat tidur. Kuambil dompetku dan kukeluarkan koin yang ku gunakan untuk membuat permintaan di pulau Mykonos.

Kuusap koin berwarna silver itu, kembali mengingat semua kejadian itu. Mungkinkah Kyuhyun orang yang akan menghilangkan segala rasa sakit hatiku ini? mungkinkah dia orang yang Tuhan kirimkan untukku?

Kusambar kamera yang tergeletak di atas meja disebelah tempat tidurku, kembali kubuka foto-foto yang pernah kuambil bersama Kyuhyun. Fotoku dan dia saat berada di peternakan dan perkebunan Ollivander, fotonya saat berada di depan gereja di dekat Colloseum, foto kami saat berada di Venezia bersama ratusan merpati.

Aku tersenyum melihat semua foto itu. Kubelai wajahku yang penuh senyum di dalam layar kamera itu. Kyuhyun telah mengembalikan senyumku, senyum yang telah beberapa lama hilang. 

Aku memeluk kameraku dengan senyum masih tersungging di wajah lalu kupejamkan mataku berharap dapat bertemu dengannya dalam mimpi.

***

Hyemin's pov
Pagi yang berkabut di kota London membuatku betah berkutat dengan selimut tebalku. Sayup-sayup kudengar suara pintu kamar ku di ketuk. Dengan rasa malas yang teramat sangat aku bangkit dan berjalan menuju pintu.

Sosok tinggi Kyuhyun sudah berdiri di depan pintu kamarku dengan senyum merekah di wajahnya.

“Kau belum bangun?” Tanyanya heran melihat mataku yang masih setengah menutup.

“Hmm.. ada apa?”

“Ayo kita pergi mengelilingi London.”

“Baiklah, tunggu aku mandi dan berganti pakaian.”

“Kalau begitu aku tunggu kau di café di lantai dasar. Aku akan memesan sarapan lebih dulu.” Aku menggangguk kecil, lalu kembali menutup pintu kamarku dan bergegas mandi.

Dengan tergesa aku mandi dan berpakaian, kupilih tube top berwarna biru dengan garis hitam, dan rok sebatas lutut dengan potongan melebar di bawah berwarna hitam. Sebuah selendang panjang berwarna biru ku lingkarkan di leherku untuk sedikit menahan terpaan angin. Sebagai pemanis terakhir penampilanku kali ini, kupakai sebuah gelang batu berwarna sapphire blue dan sepatu boots hitam dengan hak yang tidak terlalu tinggi.

Saat aku keluar dari lift di lantai dasar, Kyuhyun menyambutku dengan lambaian tangannya. Dia sudah duduk di sudut café, meja di depannya telah penuh dengan makanan dan secangkir kopi hangat.

Ternyata ia memesan sepaket lengkap sarapan khas London, berupa sebuah roti gandum bakar yang dihidangkan dengan sepotong kecil keju, dua potong sosis, sepotong sedang daging asap, sebuah telur dadar dan semangkuk kecil salad segar.

“Kau tampak cantik hari ini.” Ucapnya saat aku menarik keluar kursi di depannya.

“Gomawo.”  Pipiku bersemu merah mendengar pujiannya. Baru kali ini dia mau memujiku seperti ini.

Kami berdua makan dalam diam, hanya sesekali ku lirik wajahnya yang tampak sedang sangat menikmati sarapannya. Segera setelah menyelesaikan makanan kami, kami bergegas keluar dari hotel dan berjalan menuju Marylebone.

Kami berjalan menelusuri jalanan Marylebone di kota London. Tujuan pertama kami kali ini adalah museum lilin Madame Tussauds.

“Aku mau berjabat tangan dengan Presiden Barrack Obama.” Ucapku pada Kyuhyun yang berjalan santai di sebelahku.

“Itu kan hanya patung.” Cibirnya.

“Biarpun patung, tapi tetap saja itu sangat mirip!” Bantahku.

“Patung tetap saja patung! Dia tidak hidup!” Katanya tak mau kalah. Arrgh! Dia ini selalu saja ingin menang sendiri, tak pernah mau kalah, selalu keras kepala! Benar-benar membuatku kesal!

Kupercepat jalanku mendahuluinya masuk ke dalam museum. Tak kuhiraukan panggilannya di belakang.

Dekorasi didalam museum itu sangat indah, tergantung pada setiap patung yang ada didekatnya. seperti patung Ratu Ellizabeth yang berada di depanku, dekorasi di belakangnya menampakan keadaan di dalam istana Buckingham lengkap dengan ajudan setianya. Lalu ada patung Elvis yang didekorasi seperti berada di atas panggung dengan microfon di genggamannya. Kuambil kameraku lalu mulai mengambil gambar patung ratu Elizabeth dari berbagai sudut.

“Yak! Selalu saja meninggalkanku setiap kali marah!” Bentaknya saat ia berhasil menyusulku di dalam museum.

“Lalu kenapa kalau aku seperti itu? Kau keberatan?” Tantangku. Kuletakan tanganku di pinggang dan menatapnya tajam. Dia hanya menatapku remeh lalu menjentikan tangannya ke dahiku.

“Bodoh!” Ucapnya.

“Aish! Appo!!” Jentikannya lumayan sakit, dan membuatku terus menggosok dahiku untuk menghilangkan rasa sakitnya. Aah, semoga tidak terluka ataupun berbekas merah. Kalau sampai berbekas akan aku laporkan dia ke polisi!

“Hyemin-ah iliwa! Palli!” Aku menoleh pada Kyuhyun yang sedang melambai di sebelah sebuah patung laki-laki bertubuh tinggi, sepertinya aku mengenali patung itu.

“David Beckham?” Dahiku berkerut heran melihatnya sudah berdiri di sebelah patung David Beckham sambil menirukan pose patung Beckham. Tinggi mereka berdua hampir sama, patung itu tampak seperti nyata.

“Ambil gambarku dengan kameramu. Palli!” Perintahnya. Ish! Dasar! Tidak bisakah dia tidak memerintahku sekali saja? Dengan terpaksa kubidik dia dengan lensa kameraku dan mengambil beberapa gambar.

“Bagaimana? Siapa yang lebih tampan? Aku atau dia?” Tanyanya padaku. Aku hanya mencemoohnya. Walaupun sejujurnya menurutkupun Kyuhyun tidak kalah tampan, tetapi tetap saja, jika aku mengatakan itu dia pasti akan besar kepala.

“Hyemin kau belum pernah sekalipun memujiku!” Marahnya padaku, melihatku hanya mencemooh pertanyaannya tadi.

“Sekali saja puji aku tampan.”

“Untuk apa aku memuji jika memang tak ada yang perlu untuk di puji.” Kataku santai sambil memeriksa hasil fotoku dan tanpa menatapnya.

“Dan untuk apa kau berbohong jika di dalam hatimu sebenarnya kau memujiku tampan.” Bisiknya di telingaku dan membuatku mendongak menatapnya. Dia tatap mataku dengan sedikit senyum khasnya tersungging di wajahnya. Ia kedipkan sebelah matanya lalu pergi meninggalkanku.

Kuhirup nafas dalam-dalam dan kuhembuskan perlahan untuk menenangkan hatiku yang mendadak berdebar keras lalu kususul dia. Langkahku terhenti saat mataku menangkap sosok Barrack Obama di ruangan lain yang kami lewati.

“Kyaa! Barrack Obama.” Pekikku. Aku berlari menghampiri patung Obama yang berlatar belakang lukisan gedung putih di Amerika. Patung itu tampak tersenyum padaku walaupun tatapan matanya kosong.

“Annyeonghaseo. My name is Lee Hyemin, and I’m not a terrorist.” Ucapku mengutip ucapan Shah Rukh Khan di film My Name Is Khan sambil membungkukan badan.

“Hahahaha. Pabo! Dia itu patung. Walaupun kau ajak bicara sampai seribu tahunpun dia tidak akan pernah menjawabnya.” Tawa keras Kyuhyun terdengar di belakang punggungku, membuatku menoleh dan menatap sebal padanya.

“Sekarang giliranmu yang mengambil gambarku dengan presiden Obama.” Dia mengangkat kameranya dan mulai mengambil gambarku. Aku sendiri melakukan beberapa pose seperti bersalaman dengannya, menggandeng lengannya, dan berpura-pura seperti ibu presiden yang sedang menemani suaminya.

“Sudah cukup.” Ucap Kyuhyun lalu berlalu dari hadapanku.

“Ish!  Akukan belum puas berfoto.” Gumamku. Kutatap kembali wajah patung Obama dengan sedih.

“Baiklah pak presiden, kurasa pertemuan kita cukup sampai disini saja. Sebenarnya aku masih ingin berfoto denganm, tapi gara-gara namja gila itu terpaksa harus aku hentikan. Semoga kita bisa bertemu lagi. Goodbye.” Kupandangi wajah kaku patung Obama untuk terakhir kali sebelum pergi meninggalkannya.

Patung-patung yang terpanjang di setiap ruangan benar-benar membuatku kagum. Bentuknya yang sangat mirip dengan aslinya. Pembuatannya yang sangat mendetail membuat setiap lekukannya terlihat sempurna seperti makhluk hidup. Hanya saja tatapn mereka kosong dan penuh misteri.

Aku berhenti cukup lama di ruangan Bollywood, dimana patung lilin Shakh Rukh Khan, Aishwarya Ray Bachchan, Amitabh Bachchan dan Hritik Roshan terpajang. Ruangan yang dihias dengan dekorasi ala India itu sangat indah, benar-benar membuat pengunjung seperti merasa berada di India.

Setelah lama berkeliling sendiri, baru kusadari bahwa Kyuhyun sudah tidak lagi berada  disampingku. Kemana dia? Seenaknya saja meninggalkanku sendirian. Aku kembali mengelilingi ruangan yang sudah aku datangi untuk mencari Kyuhyun, siapa tahu dia masih ada di salah satu ruangan.

Aku melewati sebuah ruangan yang berisi patung para penyanyi terkenal, dan melihat Kyuhyun sedang berdiri di depan patung Michael Jackson. Tatapannya kepada patung itu seperti sangat memujanya.

“Ajari aku cara bernyanyi sepertimu.” Gumamnya lirih tapi masih cukup jelas untuk kudengar, karena jarak kami yang sudah dekat.

“Itu hanya patung Cho Kyuhyun. Sampai sepuluh ribu tahun pun kau memohon, dia tidak akan hidup untuk melatihmu.” Bisikku tepat di telinganya dan membuatnya tersentak kaget. Bisa kulihat wajahnya langsung memerah melihatku tersenyum mengejeknya.

“Pabo! Dia itu patung.” Ucapku dengan nada yang kubuat persis seperti ucapannya.

“Dari mana saja kau? Aku mencarimu dari tadi.” Bentaknya tiba-tiba untuk mengalihkan pembicaraan.

“Mwo? Seharusnya aku yang bertanya seperti itu! Dari mana saja kau? Tiba-tiba menghilang tanpa jejak.” Balasku ikut membentak.

“Ah sudahlah! Kajja kita pergi.”

“Kau tidak mau berfoto dengan Michael Jackson? Hahaha.” Tawaku meledak melihat wajah marahnya karena ejekanku. Dia hanya menatap jengkel padaku lalu melangkah pergi. Aku, dengan masih berusaha untuk menahan tawa mengikutinya di belakang.

Setelah keluar dari Madam Tussauds, kami menelusuri jalanan di Westminster menuju Istana Westminster. Beruntung sekali kami saat sampai disana, sedang diadakan pertunjukan dari para prajurit bertopi bulu merah. Para prajurit berkuda memimpin di depan, dengan kuda-kuda gagah yang berwarna hitam dan berukuran super besar.

“Wah pertunjukan! Beruntung sekali kita.” Pekikku girang.

“Ne, aku tidak tahu kalau hari ini ada pertujukan dari para prajurit.”

Aku dan Kyuhyun berusaha menuju ke barisan terdepan untuk mendapatkan pemandangan yang lebih bagus dengan melewati kerumunan orang-orang yang mulai semakin rapat.

Setelah berjuang cukup sulit, kami akhirnya berhasil mencapai barisan paling depan dan mendapatkan pemandangan yang luar biasa.

Prajurit yang memakai topi bulu merah berbaris rapi. Hentakan sepatu mereka membuahkan suara yang kompak. Prajurit kerajaan Inggris memang sangat terkenal dengan kedisiplinan mereka. Mereka tidak akan pernah pergi meninggalkan pos penjagaan mereka demi apapun. Mereka hanya akan meninggalkan pos penjagaan jika di perintah oleh atasan mereka.

Hampir 2 jam mereka melakukan pertunjukan, dan tepuk tangan riuh terdengar di akhir pertujukan sebelum mereka semua kembali masuk ke dalam Istana. Kami ikut membubarkan diri bersama dengan penonton yang lain.

Kyuhyun sebenarnya mengajakku ke mengunjungi daerah di tepian sungai Thames, tetapi aku ingin sekali melihat Big Ben yang merupakan jam yang paling tepat waktu di dunia.

“Untuk apa melihat Big Ben, itu hanya jam biasa.” Ucap Kyuhyun, saataku berkata ingin mengunjungi Big Ben.

“Lebih biasa lagi melihat sungai. Thame hanya sungai biasa.” Bantahku padanya. Dia benar-benar aneh, mengajakku melihat sungai, memang apa hebatnya melihat sungai? Hanya melihat air mengalir, sedangkan aku belum pernah mengunjungi Big Ben yang bersejarah itu.

“Tunggu saja sampai kau melihat keindahannya.”

“Tapi Kyu, aku ingin sekali melihat Big Ben dari dekat.” Aku mencoba merajuk dengan menarik-narik lengan jaketnya dan menatapnya dengan pandangan memelas.

“Baiklah, tapi sebentar saja. Tidak ada yang bisa dinikmati di Big Ben.” Aku melonjak gembira mendengarnya.

“Kajja!”

Big Ben, sebuah bangunan besar bergaya retro dengan ukiran klasik di sepanjang tubuhnya. Empat buah jam berada di masing-masing penjuru puncaknya. Di bawahnya banyak orang berkumpul, baik hanya sekedar berjalan-jalan, berfoto maupun bertemu dengan kerabat. Menara yang tinggi dan mencolok membuat Big ben menjadi tempat favorit untuk tempat bertemu.

Aku sempat mengambil beberapa buah foto dengan latar belakang big ben, namun belum sampai setengah jam mengagumi arsitektur big ben, Kyuhyun sudah kembali menarikku menuju tepian sungai Thames.

Dia membawaku menuju sebuah pertunjukan jalanan di tepi sungai. Disana ada sebuah panggung mungil namun berisikan peralatan music yang lengkap dari gitar sampai drum dengan masing-masing pemainnya. Sang vokalis berdiri di deretan paling depan. Dia berambur panjang sebatas bahu dan menggunakan pakaian seperti layaknya pemusik jalanan. Panggung mungil itu di kelilingi oleh para penonton. Di depan panggung di letakan sebuah kotak yang sudah dipenuhi oleh uang.

“Pemusik jalanan?” Tanyaku pada Kyuhyun yang sepertinya sedang menikmati lagu yang sedang di bawakan grup musik itu.

“Ne, pemusik jalanan lebih bertalenta dari pada penyanyi-penyanyi yang sering ada di panggung, hanya mereka tidak mau terikat dengan kontrak, mereka menganggap itu sebagai hobi dan bukan ingin menjadi tenar.” Terangnya. Aku hanya mengangguk mendengar penjelasannya.

“Baiklah, sekarang adakah dari kalian yang ingin menyumbangkan suara emasnya untuk kami?” Tanya si vokalis dengan microfonnya setelah selesai memainkan satu lagu.

“No one?” Tanyanya lagi saat tak ada seorangpun yang menanggapi pertanyaannya tadi. Tiba-tiba seseorang berjalan menuju panggung dengan diiringi sorakan gembira para penonton.

“Kyuhyun!” Pekikku. Kutengok samping kiriku dan ternyata dia sudah tidak lagi berdiri di sampingku.

“Hai brother. What’s your name?” Tanya si vokalis.

“Cho Kyuhyun. My name’s Cho Kyuhyun, but you can call me Kyuhyun, just Kyuhyun.”

“Okey, Kyuhyun, where do you come from? I think you aren’t from UK, right?”

“Yes, I’m from South Korea.”

Mereka kemudian terlibat pembicaraan serius yang tidak bisa kudengar. Kyuhyun seperti meminta sesuatu pada mereka. Lalu semua personel pemusik itu turun dari panggung meninggalkan Kyuhyun sendirian. Kulihat dia mengambil sebuah gitar akustik dan sebuah kursi lalu duduk di atasnnya sambil memeluk gitar itu.

“Okey, this song for all of you.” Ucap Kyuhyun sambil mulai memetik senar gitar. Sebuah lagu asing terdengar di telingaku, aku tak mengenal lagu ini, tetapi permainan gitar Kyuhyun sangat bagus.

I think of you in everything that i do
To be with you what ever it takes i'll do
Cause you my love, you all my heart desires
You've lighten up my life forever i'm alive

Semua penonton langsung bertepuk tangan dengan riuh, saat suara Kyuhyun mulai terdengar. Aku hanya bisa terbelalak kaget, mendengar suaranya yang benar-benar merdu.

Since i found you my world seems so brand new
You've show me the love i never knew
Your presence is what my whole life through

Since i found you my life begin so new
Now who needs a dream when there is you
For all of my dreams came true

Since i found you
Your love shines bright
Through all the corners of my heart

Maybe you are my dearest heart
I give you all i have my heart, my soul, my life
My destiny is you
Forever true... i'm so in love with you

Kulihat Kyuhyun menatapku sambil tersenyum padaku. Senyum itu membuatku seakan terbang ke angkasa. Suara merdunya membuatku merasa damai dan tenang. Entah untuk siapa sebenarnya Kyuhyun menyanyikan lagu itu.

Since i found you my world seems so brand new
You've show me the love i never knew
Your presence is what my whole life through

Since i found you my life begin so new
Now who needs a dream when there is you
For all of my dreams came true

Since i found you
My heart forever true... In love with you..

Teriakan para penonton bergemuruh saat Kyuhyun memetik senar untuk terakhir kalinya. Mereka semua meneriakan nama Kyuhyun dengan keras. Dia membungkuk kepada kami, lalu meletakan gitar pada tempatnya dan turun dari atas panggung. Sebelum menghampiriku, dia memasukan sejumlah uang ke dalam kotak di depan panggung.

“Okey, please give applause to Kyuhyun. You have an amazing voice brother.” Ucap si vokalis. Semua orang memandang ke arah Kyuhyun yang sudah kembali berdiri di sampingku dan bertepuk tangan untuknya.

“Kajja kita pergi.” Ucapnya sambil menggandengku pergi. Kami berjalan menelusuri tepian sungai Thames yang memantulkan sinar jingga dari sinar matahari yang mulai terbenam.

“Kenapa kau tak pernah bilang kalau kau memiliki suara yang begitu merdu.” Tanyaku padanya.

“Untuk apa aku mengatakannya padamu?” Dia menoleh padaku sambil mencibirkan bibirnya.

“Ho, biasanya kau selalu saja menyombongkan diri. Akulah raja game, aku pria tampan, ya seperti itu. Kenapa tidak kau katakan juga kalau kau punya suara bagus?” Ucapku.

“Lalu aku harus berkata apa? Apa aku harus berkata seperti ini, Hai Hyemin-ah, namaku Cho Kyuhyun, kau tahu, aku punya suara yang sangat bagus saat aku menyanyi, jadi kau harus menjadi salah satu penggemarku, begitu?” Sahutnya.

“Ah sudahlah. Sekarang kita mau kemana?” Tanyaku padanya. Dia sendiri hanya diam seakan merenung.

“Malam ini akan ada pesta kembang api di London bridge, sebaiknya kita melihatnya.” Jelasnya padaku yang hanya mengangkat bahu menanggapinya.

London bridge berada tidak jauh dari tempat kami berada, bahkan kami bisa melihat bentuknya yang besar dan megah. Tempat untuk melihat kembang api, berada tepat di tepi sungai di bawah London bridge, disana ada sebuah taman berumput dimana setiap penonton bisa duduk dengan nyaman di atas rumput itu.

Kami harus membayar tiket masuk untuk bisa melihat perayaan itu. Kyuhyun membawaku duduk di barisan tengah penonton. Belum banyak orang yang hadir disana, hanya ada beberapa.

“Kau tunggu disini sebentar, aku membeli makanan dulu.” Katanya padaku. Aku hanya mengangguk.

Semakin larut malam, semakin banyak orang yang datang. Kyuhyun kembali dengan membawa dua buah burger dan dua buah cola kalengan.

“Makan ini.” Dia menyerahkan sebuah burger padaku dan meletakan kaleng cola di depan kakiku.

“Gomawo.” Aku tersenyum senang, dia selalu tahu kalau aku sedang lapar.

“Eh lihat, sudah mulai.” Pekiknya sambil menunjuk kearah sungai. Sungai Thames memantulkan sinar berwarna-warni dari sinar lampu yang disorotkan dari atas London bridge.

Beberapa saat kemudian suara ledakan kembang api mulai terdengar. Langit di atas sungai bermandikan cahaya warna-warni. Asap-asap mesiu yang menghitam, membumbung tinggi ke angkasa berbaur bersama kelamnya langit London.

Kami berdua tenggelam kesunyian sambil menikmati indahnya permainan pantulan cahaya pada permukaan sungai. Sungai yang awalnya kelam menjadi berwarna. Aku sendiri sebenarnya masih merenungi arti lagu yang Kyuhyun nyanyikan tadi sore. Lagu yang bercerita tentang cinta yang baru, cinta yang tidak dia miliki sebelumnya. Lagu yang berisi tentang pertemuan tak terduga dengan seseorang. Mungkinkah lagu itu dia tunjukan untukku?

Diam-diam kutatap wajahnya yang berada di sampingku dengan seksama. Dia tidak menoleh padaku, matanya masih terpaku menatap kembang api.

***
Hari ini kami memutuskan untuk pergi ke kebun binatang London yang sangat terkenal. Sejak pagi aku sudah sangat bersemangat segera menuju kesana. Kebun binatang memang salah satu tempat yang paling aku sukai. Aku sangat menyukai binatang, tingkah polah mereka yang lucu mampu menghiburku disaat aku sedang gundah.

Kami menuju binatang dengan menaiki bus yang mengantarkan kami langsung di depan pintu gerbang London Zoo. Di depan pintu gerbang banyak sekali orang berjubel mengantri membeli tiket, mungkin hari ini adalah hari libur hingga banyak sekali orang yang berkunjung. Sejujurnya sejak berada disini, aku hampir tidak bisa mengenali hari lagi, waktu terasa sangat cepat berlalu.

Saat pertama kali masuk ke dalam kebun binatang, Kyuhyun sudah mengajakku masuk kedalam toko tempat semua merchandaise dijual. Dia membeli sebuah topi berbentuk kepala rusa dan terus memakainya selama kami berkeliling di kebun binatang, sedangkan aku hanya membeli sebuah bandana berbentuk telinga kucing.

Pertama kali kami mengelilingi rumah kaca tempat semua jenis serangga berkumpul. Banyak sekali kutemukan kupu-kupu langka yang sangat indah. Kemudian kami masuk ke dalam aquarium raksasa dimana semua jenis binatan laut hidup disana.

Aku dan Kyuhyun sama-sama menyukai kolam dimana kami bisa memegang seekor kura-kura.

“Melihat kura-kura ini aku jadi teringat pada kura-kura milik salah seorang temanku.” Katanya sambil membelai tempurung kura-kura yang tampak mengantuk di hadapan kami.

“Jeongmal?”

“Ne, bahkan dia memberi nama kura-kura itu Ddangkoma. Dia sangat protektif pada kura-kuranya, tidak seorangpun dari kami, temannya, yang boleh memegangnya jika sedang berkunjung kerumahnya.” Aku hanya tertawa mendengar ucapannya. Kurasa temannya sangat aneh, bisa mencintai seekor kura-kura sampai seperti itu. Menurutku kura-kura bukanlah hewan yang lucu, malah cenderung menyeramkan.

Lama kami berada di London Zoo, hingga kakiku terasa sangat sakit karena terus berjalan sepanjang hari. Bahkan tanpa terasa kami keluar dari kebun binatang saat hari menjelang malam.

Kami memutuskan untuk mengunjungi London eye selepas keluar dari London Zoo. London eye di malam hari benar-benar terlihat menakjubkan. Setiap sisi capsulnya memancarkan sinar keemasan. Selain itu, pohon-pohon di sekitar Jubilee Garden pun dihiasi dengan lilitan lampu berwarna biru keunguan menambah keindahannya.

Dengan semangat yang menggebu aku menarik Kyuhyun untuk masuk ke dalam salah satu capsul penumpang. Kupilih tempat yang langsung menghadap ke arah sungai thames. Perlahan-lahan jeruji-jeruji bianglala itu membawa kami naik ke atas.

Sungguh ini pemandangan kota London jika dinikmati dari tinggi seperti ini. gedung-gedung berkelap-kelip memancarkan sinar bagaikan kunang-kunang raksasa yang sangat indah.

Semakin tinggi London eye membawa kami, semakin indah pemandangan yang kami dapatkan, bahkan kami bisa melihat kelip lampu mercusuar di selat inggris. Sekitar 30 menit kami berada di dalam capsul, dan itu terasa sangat cepat, aku bahkan belum merasa puas, saat capsul yang aku tumpangi telah kembali ke bawah.

“Kenapa waktu terasa cepat sekali. Aku belum puas menikmati pemandangannya.” Keluhku pada Kyuhyun yang hanya tersenyum simpul.

“Kau bisa kembali lain kali.” Katanya.

“Ah, entah kapan aku bisa kembali lagi kesini. Aakkh!” Karena kurang hati-hati kakiku terpeleset saat menaiki tangga di depan pintu masuk London eye. Rasanya sakit sekali, seakan sebuah pisau telah mengiris pergelangan kakiku.

“Gwenchana? Mana yang sakit?” Tanya Kyuhyun sambil memegang pergelangan kakiku.

“Aww!” Refleks kutarik kakiku dan kupukul bahunya saat dia memegang pergelangan yang sakit. Dia hanya terkekeh geli saat aku memukulnya. Dia membantuku berdiri, lalu tiba-tiba berjongkok di depanku dengan tetap memegangi tanganku membuatku tidak jatuh.

“Ayo naik.” Ucapnya.

“Mwo?”

“Ayo naik ke punggungku. Kau tidak mungkin bisa berjalan dengan kaki terluka seperti itu.”

“Aniyo, aku masih bisa berjalan sendiri.” Tolakku dan berusaha berjalan sendiri walaupun rasa sakit di pergelangan kakiku semakin menjadi sakit.

“Keras kepala!” Bentaknya, lalu dia menarikku hingga aku jatuh ke atas punggungnya. Dengan cekatan dia mengangkat tubuhku. Ku lingkarkan lenganku memeluk lehernya dan meletakan kepalaku di bahunya.

“Kau harus mengurangi makan malammu Hyemin. Kau berat sekali!” Ucapnya dengan nada mengejek yang kentara sekali.

“Yak! Kalau begitu turunkan saja aku!” Kupukuli bahunya dengan kesal. Kapan dia bisa tidak mengejekku?

Dia hanya tertawa terbahak-bahak saat kupukuli bahunya. Kami berjalan di bawah naungan sinar biru dari lampu-lampu yang melingkari pepohonan disekitar kami.

Kuletakan kepalaku di atas bahu Kyuhyun dengan nyaman. Kueratkan pelukanku di lehernya. Sungguh aku tak ingin mengkahiri semua ini, berada di dalam gendongannya, di dalam pelukannya yang nyaman dan aman.

“Hyemin?” Ucapnya memecah kesunyian yang tiba-tiba menyelimuti kami.

“Hmm.”

“Apa kau menyesal bertemu denganku disini?” Tanyanya.

“Maksudku, bukankah selama ini kau menganggapku pria brengsek dan jahil?”

“Hmm, disaat-saat seperti ini, aku tidak menyesal bertemu denganmu, karena kau yang selalu ada untuk menolongku.” Jawabku.

“Tapi saat kau mengejekku seperti tadi, aku merasa sangat-sangat mengesal telah bertemu denganmu!” Tambahku segera sebelum dia sempat menyombongkan diri. Mendengar ucapanku, derai tawanya semakin keras terdengar.

“Seandainya kau diberi kesempatan untuk kembali berlibur denganku, kau mau pergi kemana?” Tanyanya lagi. Pertanyaannya kali ini membuat dahiku berkerut, berlibur kembali?

“Berlibur kembali? Kau pikir aku mau berlibur kembali denganmu?” Ejekku.

“Yak! Aku serius!”

“Hahahaha. Hmm, aku ingin berlibur ke pulau tropis. Mungkin di Polynesia atau Tahiti di Hawai.”

Setelah mendengar jawabanku, dia kembali terdiam. Tak sepatah katapun terucap dari bibir kami bahkan sampai dia meletakkanku di atas tempat tidurku.

Sepanjang malam itu aku tak bisa tidur, disamping karena rasa sakit di kakiku yang semakin hebat, juga karena pertayaan-pertanyaan Kyuhyun saat kami berada di London eye. Berlibur kembali dengannya? Kenapa dia bisa menanyakan hal seperti itu?

***
Hari ini adalah hari terakhir kami berada di London, besok kami akan kembali ke Korea. Karena kakiku yang masih sedikit terasa sakit, maka aku terpaksa menghabiskan waktu seharian mengurung diri di kamar hotel hanya ditemani dengan sebuah televisi.

Pada sore harinya Kyuhyun mengajakku pergi ke Piccadilly circus. Dia berkata bahwa sedang ada festival waltz disana. Mendengar sedang ada festival waltz semangatku kembali terpacu, kebetulan rasa sakit di kakiku sudah tidak terasa lagi, jadi kuputuskan untuk pergi dengannya.

Kami berjalan menyusuri pinggiran jalan di Piccadilly circus. Sinar bulan menyinari jalan-jalan dengan sinar keemaasannya. Papan-papan iklan yang biasanya memancarkan sinar-sinar berwarna-warni tampak di padamkan. Hanya cahaya-cahaya temaram dari lampu jalan, dan lampu hias yang bergantungan di atas yang di nyalakan.

Piccadilly circus sudah penuh dengan orang-orang yang ingin menyaksikan festival waltz yang rutin setiap tahun diadakan disini. Ratusan penari dengan seragam tari yang sangat unik telah bersiap di tengah-tengah arena.

Alunan musik klasik yang romantic mulai terdengar mengalun. Mataku terpukau melihat gerak gemulai ratusan penari itu. Kyuhyun tidak henti-hentinya mengambil gambar para penari tersebut.

Gemerlap baju penari yang berekor panjang memantulkan sinar lampu, membuat tubuh mereka tampak bersinar seperti peri-peri yang turun dari langit.

Tepuk tangan membahana saat musik berhenti. Seluruh penonton memberi applause dengan riuh. Bahkan banyak yang memberikan standing applause termasuk aku sendiri.

“Hyemin-ah, kau bisa menari?” Tanya Kyuhyun.

“Mwo? Menari? Aku tidak bisa menari.”

“Kajja!”

Kyuhyun menarik tanganku menuju tengah arena. Para penari sudah berkumpul di sisi jalan. Kulihat banyak dari para penonton juga sudah berada di lantai dansa dengan pasangan masing-masing. Musik mengalun dengan irama lebih cepat dari pada saat mengiringi para penari tadi.

Kyuhyun menggenggam tanganku sedangkan sebelah tangannya memeluk pinggangku. Dia membawaku berputar-putar di lantai dansa.

“Rilekskan tubuhmu. Ikuti saja setiap alur gerakanku, jangan mencoba melawan.” Bisiknya di telingaku.

Entah beberapa kali aku menginjak kakinya dengan tidak sengaja, namun tidak menunjukan rasa sakit. Aku hanya bisa meringis merasa bersalah.

“Tenang saja, injakan kakimu tidak terasa sakit.”

Setelah beberapa kali berputar-putar di lantai dansa, dan irama musik menjadi semakin cepat dan bernada riang, aku sudah berpindah ke tangan seorang pria asing yang sangat tinggi. Tubuhku yang kecil, tenggelam di dalam kungkungan dua tangannya yang besar. Kulihat Kyuhyun sedang berdansa dengan seorang wanita berambut pirang yang sangat cantik. Hanya sekali berputar di lantai dansa, aku kembali berpindah pasangan mengikuti tempo lagu yang semakin cepat.  Tidak bisa kulihat lagi dimana Kyuhyun dan dengan siapa dia berdansa sekarang.

Entah berapa lama aku berdansa dengan pasangan yang berbeda-beda. Sampai akhirnya pasangan dansa terakhirku, seorang bapak berkepala botak, menyerahkanku kembali kepada Kyuhyun yang baru saja berdansa dengan seorang gadis kecil.

Dia kembali menggenggam tanganku dengan erat. Musik tiba-tiba mengalun menjadi lebih lambat, membuat suasana sunyi yang sangat romantis. Kyuhyun menatap kedua mataku dalam sambil tersenyum.

“Kau sudah mahir berdansa.” Ucapnya dan membuatku terkekeh.

“Dari mana kau tahu aku sudah mahir?”

“Kau sudah tidak menginjak kakiku lagi.” Aku tertawa mendengar ucapannya.

Tiba-tiba mendung menutupi sinar bulan, dan udara menjadi dingin. Tak lama kemudian, tetesan air hujan mulai jatuh perlahan-lahan, dan menjadi semakin deras. Kudengar suara teriakan dan derap kaki yang berlarian menggema disekitarku.

Aku pun melepaskan pelukanku di bahu Kyuhyun dan mencoba berlari mencari tempat untuk berteduh. Tapi tanpa kuduga Kyuhyun menggenggam erat tanganku, lalu menarikku ke dalam pelukannya. Alunan musik pelan masih belum berhenti. Dari balik bahu Kyuhyun pun masih banyak pasangan-pasangan dansa yang bertahan di arena.

“Kita bisa basah Kyu!” Kataku tepat di telinganya, tetapi dia hanya diam saja.

Bisa kurasakan pelukannya mengerat di pingganggku. Desah nafasnya menghembus di leherku dan membuat tubuhku bergetar. Ada apa dengannya? Dia hanya bergerak perlahan dalam berdansa. Rasa dingin air hujan semakin terasa menghujam kulitku.

Sesaat kemudian dia melepaskan pelukannya pada pinggangku dan menyentuh wajahku dengan kedua tangannya. Tatapan matanya tajam menusuk mataku. Tapi kurasakan pandangannya kali ini berbeda, seperti terkandung suatu makna di dalamnya.

Perlahan ia dekatkan wajahnya, lalu dengan lembut mengecup bibirku. Tubuhku mendadak menjadi kaku, tak mampu bergerak, dan menjadi diluar kendali otakku. Kecupan lembutnya di bibirku seakan mengaktifkan instingku sebagai manusia. Tanganku mengalung pada leher jenjangnya mengikuti perintah instingku. Kubalas setiap kecupannya dengan kuluman lembut dari bibirku. Kedua mata kami terpejam menikmati setiap sensasi yang keluar dari tubuh kami. Kurasakan tangannya semakin erat memeluk pinganggku.

Derai hujan yang jatuh membasahi tubuh kami menjadi suatu selimut dingin yang semakin membuat hatiku menjadi makin berdebar keras. Alunan musik tidak lagi bisa didengar telingaku. Otakku tidak mampu lagi mengenali dimana aku berpijak. Yang aku rasakan hanya sebuah gelora dan keinginan untuk tetap bersama seperti ini.

Tiba-tiba Kyuhyun melepaskan ciuman dan pelukannya padaku. Dia memandangku dengan pandangan kaget, matanya membulat lebar, dia gelengkan kepalanya perlahan lalu dengan teratur dia mundur menjauhiku.

Kupandangi dia dengan heran. Apa yang sebenarnya terjadi sekarang? Kenapa sikapnya bisa berubah drastis seperti itu?

“Ada apa Kyuhyun?” Ucapku lirih.

Pandangannya padaku sekarang berubah menjadi sedih. Dia menggelengkan kepalanya sekali lagi, lalu berbalik dan pergi meninggalkanku di bawah guyuran hujan yang sangat deras. Aku hanya bisa terpaku melihat sikapnya yang sangat aneh itu.

***
Keesokan harinya Kyuhyun tidak mengungkit kembali kejadian semalam, maka akupun memutuskan untuk tidak menungkitnya pula. Hari ini kami akan kembali ke Korea. Di bandara dia mengajakku untuk minum kopi di sebuah café serta menikmati sarapan untuk terakhir kalinya di London.

“Sebentar, aku ambil dulu kopi pesanan kita.” Ucapnya saat kami sudah duduk di dalam café.

“Ne, aku akan selalu ada disini.”

Kyuhyun bangkit meninggalkan tas serta ponselnya di atas meja. Sesaat setelah dia pergi kulihat ponselnya berkedip lalu bergetar menandakan ada sebuah panggilan masuk. Kulihat sebuah nama tercantum disana, Soona, nama seorang yeoja. Siapakah dia? Adiknya kah? Temannya? Atau kekasihnya?

Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apakah sopan menerima telepon ponsel seseorang tanpa ijin? Akhirnya kuputuskan untuk membiarkannya saja sampai ponsel itu berhenti bergetar.

Tepat saat Kyuhyun kembali bersama nampan berisi pesanan kami, ponselnya kembali bergetar. Dia memberi isyarat padaku untuk menjawab telepon, aku hanya mengangguk, kemudian dia menjauhiku.

Rasa penasaran dalam hatiku timbul saat melihat nama yeoja tadi. Siapa Soona? Rasa penasaran membuatku menyadari satu hal. Dia belum pernah menceritakan padaku tentang kehidupannya, juga tentang alasan kenapa dia berada disini. Apakah dia ada di eropa benar-benar murni karena ingin berlibur atau memiliki alasan lain?

“Mianhae membuatmu menunggu.” Ucapnya, membuyarkan lamunanku.

“Cheonmaneyo.” Kami sama-sama mengambil gelas kopi kami lalu menghirup isinya.

“Hmm, Kyuhyun-ah, aku ingin bertanya padamu satu hal.” Kataku setelah kembali meletakan cangkir milikku ke atas meja.

“Mwo?”

“Kenapa kau pergi ke Eropa?” Mendengar pertanyaanku, kedua alis matanya bertaut menjadi satu, serta dahinya mengerut heran.

“Kenapa kau bertanya seperti itu? Apakah harus ada alasan khusus untuk bisa pergi berlibur ke Eropa?” Jawabnya. Namun aku merasa ada getar aneh dalam nada suaranya, mungkinkah dia sedang berbohong?

“Aku sudah menceritakan alasanku berada disini padamu, lalu kenapa kau tidak mau menceritakannya padaku?”

Dia menghembuskan nafas dalam-dalam, lalu menatapku dengan pandangan menyerah. Senyum segera tersungging di wajahku melihat reaksinya.

“Baiklah aku akan menceritakan semuanya. Alasanku hampir sama denganmu, aku sedang melarikan diri” Ucapnya yang membuatku terbelalak kaget. Jadi dia sama-sama sedang patah hati sepertiku? Lalu yeoja tadi siapa?

“Mwo? Kau juga dikhianati kekasihmu? Kenapa? Apa yang dia lakukan?”

“Dasar bodoh! Bukan seperti itu. Aku hanya bilang hampir sama, bukan sama persis. Lagipula siapa yang berani menyakiti namja tampan sepertiku ini.” Aku hanya mencibir mendengar kata-katanya. Sifat sombongnya kembali muncul.

“Lalu?”

Sekali lagi dia hembuskan nafas yang panjang dan dalam, seakan sedang menenangkan dirinya sendiri.

“Aku akan menikah satu bulan lagi.” Mendengar ucapannya sendok yang sedang ku pegang jatuh ke atas piring dan menimbulkan suara yang cukup keras.

“Kami sudah berhubungan selama tiga tahun, dan dia merasa kalau sekarang adalah saat yang tepat untuk kita menikah. Pada awalnya aku sangat senang mendengar permintaannya. Namun entah mengapa semakin mendekati hari pernikahan kami, aku malah semakin merasa tidak yakin.” Lanjutnya. Mendadak mulutku rasanya seperti terkunci. Aku tak bisa mengeluarkan sepatah katapun. Lidaku kelu, dan tenggorokanku terasa panas, seakan kopi yang baru saja aku minum kembali naik ke atas.

“Terkadang aku berpikir dalam lamunanku, apakah dia yeoja yang benar-benar tepat untukku? Apakah jalan yang kupilih ini sudah benar? Bagaimana jika suatu saat nanti aku menemukan jodohku setelah aku menikah? Pertanyaan-pertanyaan bodoh seperti itu terus terngiang-ngiang di kepalaku. Appa mengetahui keresahan hatiku, dan beliau memakluminya. Karena itulah beliau menyuruhku pergi ke Eropa.”

Sekarang rasanya kepalaku menjadi terasa berat setelah mendengar pengakuannya. Aku berharap aku bisa kembali menarik pertanyaanku, sehingga tidak perlu mengetahui kenyataan ini. Aku menyesal telah bertanya padanya.Entah kenapa hatiku terasa sakit. Dia tidak hanya sudah memiliki kekasih, tetapi juga akan menikah.

Aku menundukan kepalaku untuk menyembunyikan air mata yang sudah menggenang di mataku.

“Apa… Apakah yang menghubungimu tadi adalah tunanganmu?” Tanyaku dengan terbata. Sungguh sejujurnya aku tak sanggup mendengar jawabannya.

“Ne, Soona yang menghubungiku tadi. Dia hanya menanyakan kapan aku kembali.” Jawabnya. Aku hanya mengangguk kecil menanggapinya.

“Ah, sudah waktunya berangkat. Kajja kita masuk ke dalam.” Dia mengambil tasnya dan berjalan melewatiku yang masih tertegun. Tubuhku lemas seakan tidak ada lagi tenaga yang tersisa, rasanya kakiku sangat berat untuk kuajak melangkah. Aku tidak ingin melangkah maju, aku ingin kembali ke masa lalu saat aku baru bertemu dengannya, aku ingin waktu berhenti disini.

“Hyemin-ah palli!” Suara Kyuhyun yang memanggilku membuyarkan lamunanku. Dengan enggan aku bangkit dan menyeret koperku mendekatinya. kami tidak mengatakan sepatah katapun bahkan sampai saat pesawat tinggal landas.

Gumpalan awan bergerak disekitar sayap pesawat. Terlihat indah dan manis seperti permen kapas yang ku makan di Mykonos. Sinar matahari bermain-main disekitar gumpalan awan membuat gradasi warna yang menakjubkan.

Kupandangi baling-baling turbo boing yang berputar sangat cepat membawaku kembali ke Korea. Sejenak aku merasakan de javu, sebulan yang lalu, di tempat yang sama di waktu yang hampir sama pula, aku sedang memandangi baling-baling itu. Yang membedakan dulu tak ada seseorang namja yang sedang tertidur nyenyak di bahuku.

Hatiku yang dulu dan sekarang sama merasakan sakit, tetapi sakit yang kurasakan sekarang berbeda dari rasa sakit yang dulu. Rasa sakit ini tak bisa kuartikan, tak bisa kumengerti. Yang aku tahu hanya dadaku terasa sesak saat melihat namja disebelahku, dan rasa sesak ini akan berubah menjadi butiran air mata yang mengalir di pipiku. Mungkin memang benar apa yang selalu di katakan Kyuhyun, aku adalah seorang gadis bodoh, gadis yang terlewat bodoh, bahkan untuk mengartikan rasa sakit di hatiku saja aku tidak mampu.

Kutatap wajah damai Kyuhyun yang terlelap di bahuku. Perlahan kusentuh wajahnya dengan jari-jariku, setetes air mata menetes ke pipiku. Kutelusuri setiap lekuk wajahnya dengan telunjukku, mencoba merekam semuanya dalam memoriku. Mungkin ini adalah saat terakhir kali aku bisa menyentuhnya seperti ini.

Saat telunjukku mencapai dagunya, kurasakan dia sedikit menggeliat, dan perlahan membuka matanya. Dengan segera kutarik tanganku, dan kuhapus air mataku.

“Hyemin, kau tidak keberatankan jika aku tidur di bahumu? Aku mengantuk sekali.” Rajuknya dengan mata setengah tertutup. Aku hanya mengangguk padanya, kupalingkan wajahku dan kembali menatap baling-baling pesawat. Kurasakan kepalanya terkulai di bahuku, lalu tangannya menggenggam tanganku mengalirkan rasa hangat ke seluruh tubuhku namun membuat dadaku terasa semakin sesak.

***
Dua belas jam perjalanan dari London ke Korea ternyata tidak mampu membuat rasa sesak di dadaku menghilang, akan tetapi semakin parah. Semakin kusadari bahwa aku semakin mendekati tanah Korea, semakin kurasakan dadaku menjadi sesak. Bahkan saat pesawat telah mendarat di Incheon, dadaku semakin terasa berat, hingga kupikir aku tak akan sanggup lagi untuk menghirup udara.

Aku dan Kyuhyun berjalan bersama beriringan menuju tempat pengambilan barang, kutunggu koper besarku muncul di roda berjalan itu sambil tetap terdiam. Entah apa yang terjadi padaku, aku merasakan getaran hatiku semakin menjadi, semakin perih, dan semakin sakit, seakan sebuah pisau daging telah tertancap disana.

Kutarik koper hitam besarku dengan susah payah, hingga kedua tangan Kyuhyun ikut membantu.

“Gomawo.” Dia hanya membalasnya dengan senyuman. Tetapi senyuman itu berbeda dengan senyuman yang satu bulan lalu aku lihat, senyuman itu kini lebih menjadi misterius, seakan ada sebuah rahasia terpatri di dalam sana.

“Well..” ucapku mencoba membuka percakapan.

“Hmm..” gumamnya.

“Sudah satu bulan, dan kita sudah kembali ke Seoul.”

“Ne.”

“Modeun geose gamsahe.”

“Cheonmaneyo. Mianhae, kalau selama ini aku selalu bersikap kurang ajar padamu.” Ucapnya dengan wajah tertunduk.

“Hahaha, mungkin aku akan merindukannya lagi. Baiklah sudah saatnya aku pergi.” Aku berbalik dan mulai melangkahkan kakiku menjauhinya. Mataku sudah terasa panas, sebentar lagi pasti pertahanan air mataku akan hancur.

“Chakaman.” Panggil Kyuhyun.

Aku menghentikan langkahku, dan kembali berbalik menatapnya.

“Sampai sekarang aku tidak pernah tahu berapa nomor teleponmu ataupun alamatmu di Seoul, boleh aku minta sekarang?”

“Untuk apa?”

“Aish! Ku kira setelah sampai di Seoul sifat bodohmu itu akan hilang!” Entah kenapa aku tidak merasa marah saat dia menghinaku seperti itu, melainkan rasa sedih yang teramat dalam semakin menghujam jantungku.

“Kalau aku tidak tahu alamatmu atau nomor teleponmu, bagaimana aku bisa mengirimkan undangan pernikahanku?”

Mendengar ucapannya, jantungku serasa ditimpa sebuah bola besi panas nan berat, perasaan yang sama yang kurasakan saat di London dulu. Aku hanya tersenyum kecil sambil menatap matanya, sedetik kemudian aku menggeleng pelan.

“Aku tidak akan datang Kyuhyun.”

“Mwo? Hajiman..”

“Mianhae. Kurasa orang tuaku pasti sudah menungguku di pintu gerbang. Selamat tinggal.” Segera aku berbalik memunggunginya dan melangkah pergi secepat kakiku ini bisa melangkah dengan membawa koper yang berat sekali. Tidak kupedulikan teriakan memanggilnya. Yang ada dipikaranku hanya menjauh darinya sesegera mungkin dan menumpahkan segala air mataku.

Aku berjalan sambil menangis, tak kupedulikan orang-orang yang menatapku dengan heran. Ada apa denganku? Apa aku mencintainya? Apa aku mencintai pria bodoh itu? Mencintai pria yang akan segera menikah.

Sebelum sampai dipintu keluar, kuusap air mataku. Aku tidak ingin kedua orang tuaku melihat anaknya menangis. Mereka menyuruhku ke Eropa untuk bersenang-senang bukan untuk kembali dengan membawa luka yang baru.

“Hyemin-ah!” Teriak Omma, saat aku keluar dari pintu gerbang. Appa dan Omma segera berlari menghampiriku dan memelukku dengan erat. Mendapat pelukan mereka aku kembali menangis.

“Hyemin-ah gwenchana?” bisik ibuku sambil membelai kepalaku.

Kulepaskan pelukan mereka lalu tersenyum sambil memandang dua orang yang sangat aku cintai itu.

“Bogoshipoyo Omma, Appa.” Ucapku terbata. Bukan itu alasanku menangis.

“Nado bogoshipo.” Omma membelai pipiku dengan lembut.

“Appa juga merindukanmu.” Giliran Appa yang mengusap kepalaku.

Saat tu kudengar suara seorang gadis yang sangat ceria dan suara pria yang sudah sangat aku kenal.

“Bogoshipoyo chagiya.” Ucap Gadis itu.

“Nado bogoshipo.” Balas sang pria.

Aku menoleh pada mereka dan melihat pria yang sudah selama satu bulan ini selalu menemaniku, pria yang sudah menciumku dua kali, pria yang selalu kurang ajar padaku, dan sialnya dia membuatku mencintainya, dia sedang memeluk seorang yeoja cantik dengan mesra. Aku yakin dia calon istri Kyuhyun.

Aku menatap mereka dengan pandangan kosong, lalu seperti takdir yang sudah terencana, dia juga menoleh padaku. Dalam sepersekian detik aku langsung membuang muka, dan kembali menatap kedua orangtuaku.

“Kajja kita pulang, aku lapar dan lelah Omma.”

“Ne, Kajja.” Appa membantuku membawakan koperku sambil dia terus menggenggam tanganku.

***

Kyuhyun’s pov

Dia berjalan dalam diam didepanku, kulihat punggungnnya sedikit berguncang, mungkinkah dia menangis?

Kesalahan apa yan sudah aku perbuat? Kesalahan apa yang sudah kami perbuat? Saat dia berkata dia tidak akan datang ke pernikahanku, entah kenapa seperti ada yang terasa retak di relung rusukku. Senyumnya yang menyiratkan kesedihan, matanya yang memancarkan kepahitan. Mungkinkah dia mencintaiku? Dan mungkinkah aku juga mencintainya? Tapi ini tidak boleh terjadi, Soona sudah menantiku.

Saat aku keluar gerbang, kulihat Soona tersenyum padaku sambil melambaikan tangannya. Aku mendekat padanya dengan perlahan. Kulihat Hyemin sudah berada dipelukan ibunya, bahunya seperti berguncang keras, dan ibunya membelai kepalanya.

Soona segera menghambur kedalam pelukanku. Namun anehnya tak kurasakan lagi perasaan seperti dulu. Pikiranku berada pada gadis yang berdiri tak jauh dariku, yang sedang menangis dipelukan ibunya.

“Bogoshipo chagiya.” Ucap Soona dengan gaya cerianya seperti biasa.

“Nado Bogoshipo.”

Tanpa melepas pelukannya, aku menoleh ke arah Hyemin yang ternyata juga sedang menatapku. Sesaat kami bertemu pandang, tetapi dia segera membuang muka dan kembali berbicara dengan kedua orangtuanya.

“Chagiya, gwenchana?” Tanya Soona saat aku hanya termenung memeluknya.

“Ne.” Kataku, lalu melepas pelukannya. Aku menatapnya sebentar, lalu kembali mengarahkan pandanganku kepada Hyemin, yang ternyata sudah hilang.

Sebuah perasaan seperti terkena bara kaca yang panas menghujam batinku. Nyeri dan sakit, saat mengetahui Hyemin sudah menghilang.

Ya Tuhan, aku telah berbuat kesalahan. Batinku nelangsa.

***
Author’s pov

Dua orang yang telah ditakdirkan bertemu berjalan perlahan menuju takdir yang telah mereka pilih sendiri. tapi benarkah itu takdir yang telah digoreskan Tuhan di tangan mereka jauh sebelum mereka merasakan hembusan udara bumi?

Mereka berjalan ke dua arah yang berbeda, arah yang tak mereka tau ujungnya akan berada dimana, masihkah saling terpisah? Ataukah akan ada yang menyatukannya?

Hyemin duduk termangu di jok belakang mobil ayahnya. Ibunya sibuk berceloteh tentang keadaan yang mereka alami setelah dia pergi ke Eropa, yang hanya di dengar sepintas sekilas oleh telinganya. Raganya memang duduk didalam mobil, namun pikirannya melayang-layang, membentuk sebuah bayangan sketsa wajah laki-laki yang dulu sangat dia harapkan musnah dari hadapannya, namun sekarang sangat ia rindukan.

Begitu juga dengan Kyuhyun, duduk berdua bersama Soona di jok belakang mendengarkan sepintas sekilas kata-kata Soona tentang gaun pengantin yang akan dia pilih minggu depan, dengan tema pesta pernikahan yang dia inginkan, sedangkan pikiran Kyuhyun melayang kepada kenangan indahnya di tanah Eropa dengan gadis bodoh dan polos yang selalu membuatnya tertawa.

Tanpa mereka berdua sadari, bahwa Tuhan selalu mengikatkan tali takdir pada setiap orang dengan orang lain sehingga mereka akan saling berhubungan. Rasa sakit yang dirasakan oleh ujung tali akan juga dirasakan oleh sang pangkal. Kesedihan ujung dan pangkal membuat langit seakan ikut tertunduk takjim ikut merasakannya. Kota Seoul di gantungi oleh langit hitam kelabu, hujan rintik mulai membasahi memberi kehidupan pada yang telah kering di kota itu.

Hyemin menatap keluar jendela yang berkabut. Jarinya menggores kaca hitam itu dan menuliskan kata ‘CHO KYUHYUN’ dengan hanggul. Dia menatap nanar tulisan itu dan kembali teringat ciuman Kyuhyun dibawah derasnya hujan kota London.

Kyuhyun menatap tetes air yang menerpa kaca jendela mobilnya, dan diapun mengingat tariannya dengan Hyemin di bawah hujan dihari terakhir mereka berada di kota kabut itu.

Dua raga yang terpisah tapi dengan jiwa yang saling terhubung oleh ikatan tali takdir.

~TBC~

Note: lagu yang dinyanyikan oleh kyuhyun adalah lagu milik Christian Bautista yang berjudul Since I Found You

2 komentar:

  1. eonniiee , ayo lanjutt sudah tidak sabar baca chapter selanjutnyaa ..

    BalasHapus
  2. hehehe,, makasih ya saeng sudah mampir ^^

    BalasHapus