Minggu, 06 Mei 2012

I WISH NEVER MEET YOU (CHAPTER 4)


Ya Tuhan!! aku berdosa banget nggak segera nyelesein ini FF,, mianhae, mianhae, jeongmal mianhae  *bow deeply. Memang kemarin-kemarin aku lagi banyak kerjaan, hehehehe.
 
Okeh sedikit curcol, di bagian ini entah kenapa aku senyam senyum sendiri pas buatnya, hahahahaha. Kemarin sempet perhatianku teralihkan sama uri leader Park Jung Soo, tapi pas buat ff ini aku kembali jatuh cinta entah untuk ke berapa kalinya pada Kyuhyun *Kyaaaa!!! (abaikan alay tingkat dewa 19).

Happy reading!!


 
Type           : Multy-chapter
Author        : Istrinya Kyuhyun
Main Cast   : Cho Kyuhyun, Lee Hyemin
Rating         : All Age
Genre         : Romance


Review last chapter

Aku terbangun karena terpaan sinar matahari pagi yang menyilaukan mataku. Saat ku coba menggerakan badanku, rasa sakit segera mendera kepalaku. Rasanya seperti jutaan paku menusuk kepalaku. Kepalaku pun terasa seperti bertambah berat puluhan kilo.

Aku berusaha keras untuk bangun dari tidurku dan duduk di atas tempat tidur. Kutengadahkan kepalaku dan memutarnya sedikit, berharap rasa pening ini hilang. Saat kesadaranku mulai benar-benar pulih, kuedarkan mataku ke seluruh ruangan kamar itu.

Ini bukan kamarku. Seingatku tatanan perabotan kamarku tidak seperti ini. Dimana aku? Apa yang sudah terjadi semalam? Kyuhyun… dimana dia? Bukankah semalam aku makan bersamanya?

“Annyeong, kau sudah bangun?” Kyuhyun mendekatiku lalu duduk di tepi ranjang. Dia tersenyum padaku lalu membelai pipiku.

“Kyu, ini dimana? Ini bukan kamarku, kenapa aku bisa berada disini?” Tanyaku padanya.

“Hmm.. ne, ini kamarku. Semalam aku tidak menemukan kunci kamarmu dimanapun, jadi aku bawa kau kemari.”

Kembali kuedarkan pandanganku mengelilingi sekitarku. Mataku langsung tertuju pada lantai, dimana kulihat bajuku tampak tergeletak disana. Seketika itu juga aku memandang ke arah tubuhku. Aku sudah tidak lagi memakai baju yang semalam aku kenakan. Aku memakai sebuah kaos laki-laki berawarna coklat yang terlalu besar untukku.

“Kyuhyun, bagaimana… bagaimana bisa bajuku… siapa yang mengganti bajuku?” kutatap matanya tajam. Tidak mungkin aku melakukannya dengan Kyuhyun semalam. Dia hanya menunduk tanpa mengucapkan sepatah katapun.

“Kyuhyun jawab aku! Apa yang sudah terjadi semalam?” Bentakku.

“Mianhae,,, mianhae, kita sudah tidak bisa mengontrol diri kita lagi.”

Tiba-tiba aku menjadi jijik dengan diriku sendiri. Jadi aku semalam sudah benar-benar melakukannya? Aku melakukannya dengan Kyuhyun. Aku melakukan kesalahan yang sama yang dilakukan mantan tunanganku dulu. Aniyo! Ini tidak mungkin terjadi.

***

“Katakan padaku kau berbohong! Ini semua hanya kejailanmu saja. Katakana padaku!”

“Kau tatap mataku, apa ada kebohongan disana? Semua sudah terjadi semalam.” Kutatap bola mata kecoklatan miliknya, mencoba menyelaminya dan mencari kebohongan disana. Namun yang bisa aku tangkap hanya binar kejujuran yang membuat hatiku semakin hancur.

“Ini tidak mungkin!” aku berteriak histeris. Air mata mengalir membasahi pipiku. Kupukuli tubuhnya sebagai pelampiasan rasa benciku padanya.

“Appo! Stop! Hyemin-ah hentikan.” Teriaknya kesakitan saat kupukuli dadanya lebih keras.

“You bastard! Laki-laki brengsek!” Tanpa menghiraukan teriakan rasa sakitnya, aku terus memukuli sekujur tubuhnya dengan sepenuh tenaga.

“Hyemin-ah berhenti! Stop!” dia memegang kedua tanganku kuat-kuat hingga aku berhenti memukulinya.

“Listen to me!” Ucapnya lagi. Aku hanya bisa memandangnya dengan peuh kebencian. Ingin sekali aku ludahi wajahnya yang sudah merenggut semuanya dariku.

“Tidak terjadi apa-apa semalam diantara kita. Aku tahu apa yang kau pikirkan tentang aku. Aku tahu, dimatamu aku ini hanya seorang pria brengsek, pria kurang ajar yang membuatmu selalu tertimpa sial. Kau tidak percaya pada ketulusanku. Aku tahu semua itu. Tapi kau salah menilaiku. Aku tidak akan dengan mudah melakukan perbuatan keji itu padamu, apalagi aku tahu kau mengalami trauma karena mantan tunanganmu.”

Mendengar ucapannya, segala beban yang mengganjal di hatiku seakan lenyap seketika. Tidak terjadi apa-apa di antara kami. Aku tidak melakukan hal menjijikan yang sama dengan mantan kekasihku. 

“Mianhae, aku hanya bercanda. Semalam memang aku tidak bisa menemukan kunci kamarmu dimanapun makanya aku membawamu kesini. Semalam aku tidur di sofa dan kau disini. aku juga yang menyuruh pelayan perempuan hotel ini untuk menggantikan bajumu dengan milikku. Bajumu basah semalam, karena kau minum terlalu banyak wine.”

Saat dia menutup mulutnya, aku segera menghambur kedalam pelukannya dan menangis lebih keras di dadanya. Yang membedakan tangisku kali ini penuh dengan kelegaan. Aku terus menangis sampai membasahi bajunya.

“Jangan pernah kau ulangi lagi. Kau tahu aku trauma karena kelakuan mantan kekasihku dulu. Aku bisa gila Kyu!”

“Ne, mianhae. Kali ini aku sudah keterlaluan.”

Kulepaskan pelukanku padanya lalu kutatap wajahnya. Dia tampak tersenyum sambil mengusap kepalaku dengan lembut. Segala prasangka burukku padanya sudah lenyap. Sekarang aku tahu dia bukan pria yang seperti aku pikirkan.

“Cepat kau pulang ke kamarmu. Siang ini kau harus menemaniku berkeliling Roma.” Perintahnya. Aku hanya bisa tertawa mendengar dia mengusirku.

***
Cuaca kota Roma sangat bersahabat hari ini. Cerah, dan udara tidak terlalu dingin sehingga aku bisa menanggalkan jaketku di hotel.

Pertama kali kami mengunjungi Colosseum. Bangunan bulat itu sangat megah. Banyak sekali turis yang berkunjung kesana hari ini. Kami terpaksa harus masuk kedalam antrian panjang demi selembar tiket masuk ke sana.

Sepanjang waktu Kyuhyun terus menggenggam tanganku, sepertinya dia tidak ingin melepaskannya. Tangannya terasa lembut dan hangat, yang membuatku tidak ingin melepasnya.

Saat kami masuk kedalam Colloseum bulu kudukku tiba-tiba meremang. Bukan hanya suasananya saja yang memang sedikit mengerikan, tetapi juga karena cerita tour guide kami akan sejarah bangunan ini.



Reruntuhan bangunan yang berserakan disekitar kami merupakan saksi bisu pertempuran berdarah disini. Banyak gladiator mati sia-sia. Tour Guide kami berkata bahwa dinding-dinding Colloseum ini tidak ada yang luput dari percikan darah.

Kupeluk lengan Kyuhyun untuk meredam rasa takutku. Melihatku mengerut ketakutan disampingnya, dia hanya tertawa terbahak sambil mengejekku.

“Hyemin-ah, aku seperti melihat seseorang berpakaian gladiator sedang memandangimu dari sudut sana.” Ucapnya sambil menunjuk ke sebuah sudut dibelakangku.

Tubuhku semakin menjadi tegang dibuatnya. Bulu kudukku pun semakin meremang. Aku benar-benar ingin cepat keluar dari sini.

“Diam kau! Jangan berusaha menakutiku.”

“Aku tidak menakutimu, aku mengatakan yang sebenarnya.”

“KYUHYUN!!”

Sialan! Dia memanfaatkan ketakutanku untuk semakin menjahiliku. Dia hanya tertawa menatap ekspresi mukaku yang setengah ketakutan dan setengah jengkel padanya.

Setelah selesai mendengarkan cerita tour guide kami dan sedikit berfoto, aku segera menyeretnya ke arah pintu keluar. Sebenarnya dia masih ingin berlama-lama di sana, dia pikir berwisata di Colloseum itu menyenangkan, walaupun dengan suasana yang sedikit menyeramkan, tetapi aku terus memaksanya untuk segera pergi dari sana.

Setelah keluar dari Colloseum kami berjalan sedikit menyusuri jalan via del corso menuju air mancur yang sangat terkenal di kota ini, Fontana de Trevi. Sebelum mendatangi Fontana, Kyuhyun sempat menarik tanganku untuk berfoto di depan sebuah gereja besar. Terkadang aku heran dengan sifatnya yang sangat suka berfoto dimana-mana. 



Aku harus menyeretnya untuk kembali berjalan menuju Fontana, karena dia benar-benar terlalu asik berfoto. Suara gemericik air sudah terdengar 200 meter dari air mancur itu. Aku menatap patung-patung yang berdiri di atas kolam air mancur itu dengan takjub. Sangat indah, warna putihnya selaras dengan jernihnya air yang mengalir dari lubang-lubang diantara patung-patung itu. Di depan kolam ada sebuah plakat yang berisi tulisan Lemparkan koin kepada kami, dan kalian akan kembali lagi kesini. Aku merogoh sakuku dan mengambil sebuah koin euro.



“Kau mau melempar koin itu?” Tanya Kyuhyun padaku.

“Ne, seperti yang orang lain lakukan.”

Aku angkat tanganku, siap untuk melemparkan koin ditanganku ke tengah kolam air mancur, tetapi Kyuhyun menghentikanku.

“Bodoh! Bukan seperti itu caranya!” Aku menatapnya bingung. Di plakat itu tidak tertulis ada ritual lain seperti kita harus menari salsa dulu atau yang lain.

“Lihat orang lain. Apa mereka melempar koin dengan cara bodoh sepertimu?” Aku menoleh untuk mengamati bagaimana orang lain melemparkan koin mereka. Mereka semua melempar koin dengan memungggungi Fontana.

“Baiklah, baiklah, hanya tinggal berbalik.” Ucapku kesal. Aku berbalik dan kembali bersiap melempar.

“Tunggu dulu! Kalau kau melempar dengan tangan kanan, arah lemparanmu harus ke sebelah kiri, begitu juga sebaliknya.” Jelas Kyuhyun. Aku kembali menatapnya dengan bingung dan juga kesal.

“Darimana kau tahu semua itu?”

“Bukan kali ini saja aku pergi ke Eropa.”

“Baiklah tuan yang serba tahu. Kali ini biarkan aku melempar, kalau sekali lagi kau menggangguku, aku akan melemparkan koin ini ke kepalamu.”

Aku menarik nafas dalam, memejamkan mataku sejenak dan melemparkan koin itu kea rah kiri. Rasanya lama sekali waktu berlalu dari saat aku melempar koin sampai terdengar bunyi criing, yang berarti koinku sudah berhasil masuk ke dalam kolam.

“Wah! Masuk!” Pekikku sambil bertepuk tangan gembira.

“Aku akan kembali kesini. Tapi kapan? Eh, kau tidak mau mencobanya?”

“Tanpa perlu melempar koin pun aku bisa kembali kesini kapanpun aku mau.”

“Cih, sombong sekali.” Mendengar ucapanku, dia hanya tertawa.

“Kau duduk dulu disekitar sini, aku pergi sebentar.”

Pergi? Jangan-jangan dia ingin membuatku kembali menunggunya lama seperti di Murano. Au menatapnya dengan tajam dan penuh selidik.

“Hahahaha, kenapa kau menatapku seperti itu? Kau takut aku meninggalkanmu lama seperti di Murano? Ternyata aku ini sangat berarti untukmu ya.” Aku mencibir mendengarnya.

“Tidak akan lama, percayalah. Jangan pergi kemana-mana, arraseo!”

“Ne, tapi jika sampai lebih dari setengah jam kau tak kembali, kali ini aku tak akan segan untuk pergi.”

Kyuhyun hanya tertawa sambil berlalu dari hadapanku. Aku duduk di sebuah bangku taman didekat Fontana sambil mengamati pemandangan disekelilingku. Aku jadi teringat akan kedua orang tuaku yang semakin jarang aku hubungi sejak aku bertemu dengan Kyuhyun. Aku aduk-aduk tasku untuk mencari ponselku.

“Yeoboseo.” Sapa Omma dari seberang telepon.

“Yeoboseo Omma, ini aku Hyemin.”

“Hyemin-ah! Bagaimana kabarmu? Omma dan Appa sangat cemas. Kau sudah lama tidak memberi kabar pada kami.” Ucap Omma dengan nada sangat cemas.

“Aku baik-baik saja Omma, aku terlalu senang disini.”

“Wah, jadi kau melupakan kami sekarang?” Giliran suara Appa yang terdengar.

“Aniyo. Ah iya, aku sedang berada di Roma sekarang. Setelah ini aku akan pergi ke Athena.”

“Kalau begitu belikan Omma pizza khas Itali untuk oleh-oleh.” Kata Omma dengan semangat. Dahiku mengerut mendengar permintaan Omma yang aneh.

“Omma, aku masih lama berada disini, tidak mungkin membawa pulang pizza, pasti sudah membusuk.”

“Ne, kau ini ada-ada saja.” Terdengar Appa memarahi Omma dengan lucu. Aku tersenyum membayangkan ekspresi wajah Omma sekarang, dia pasti sangat kesal. Akhirnya percakapanku hanya diteruskan dengan perdebatan kedua orang tuaku tentang oleh-oleh yang harus aku bawa untuk mereka, tanpa sedetikpun mereka memberi kesempatanku untuk bercerita tentang Kyuhyun.

“Hyemin-ah jangan lupa membelikan Appa lukisan dari Itali, patung juga boleh.” Ucap Appa.

“Kau ini! Kasihan anakmu harus membawa banyak barang seperti itu!” Omel Omma.

Aku hanya menghela nafas mendengar perdebatan mereja. Kemudian kurasakan sebuah tepukan lembut di bahuku, aku menoleh, dan ternyata Kyuhyun sudah ada di sampingku.

“Kajja.” Ucapnya. Aku memberi isyarat untuk menunggu dengan menunjuk ponselku.

“Hmm, baiklah, mianhae aku harus menyela perdebatan seru kalian tentang oleh-oleh, tapi aku harus pergi dulu. Nanti aku kabari lagi tentang keadaanku. Saranghae Omma,Appa.” Aku menutup teleponku bertepatan dengan Appa dan Omma yang berteriak memprotes. Aku tahu mereka pasti sangat kesal mendapat perlakuan tidak sopan seperti itu.

“Sekarang, kemana kita akan pergi?”

“Ikuti aku saja.”

Kami berjalan menjauhi Fontana menuju ke jalan besar. Kami, lebih tepatnya Kyuhyun memimpinku berjalan mendekati sebuah sedan berwarna merah dengan atap terbuka yang terparkir manis diantara deretan mobil lain.

“Mobil? Untuk apa kita menyewa mobil?” Tanyaku dengan heran. Dia hanya terkekeh dan tanpa menjawab pertanyaanku langsung mendorong tubuhku masuk ke dalam mobil. Hanya dalam beberapa detik saja dia sudah berada di depan kemudi.

“Hyemin-ah, kalau kau hanya mengunjungi kota-kota besar saja seperti Roma, Paris, Zurich, kau tidak akan pernah merasakan Eropa yang sebenarnya. Sekarang aku akan tunjukan Eropa yang sebenarnya padamu.” Ucapnya dengan sesekali menatapku yang masih tidak mengerti dengan apa yang dia ucapkan.

Belum sampai 5 menit kami berkendara, tiba-tiba dia berhenti di sebuah toko bakeri dan langsung melompat keluar dari mobil.

“Kau tunggu disini, aku akan segera kembali.” Aku hanya bisa mengedikan bahu mendengar kata-kata dengan nada memerintah seperti itu.

Lepas 10 menit di belum juga kembali. Dari tembok kaca toko itu kulihat dia sedang mengobrol dengan seorang wanita berambut pirang yang cantik. Dia tampak tertawa sesekali.

“Dasar pria hidung belang.”

Kutekan klakson mobil berkali-kali untuk membuatnya cepat keluar dari toko itu. Suara nyaring lakson segera terdengar memekakan telinga. Aku terus menekannya sampai akhirnya dia menjulurkan kepalanya dari pintu toko roti itu.

“Yak! Berisik!” Bentaknya.

“Kajja. Hari semakin siang.” Kataku tak kalah ketus.

“Sebentar lagi.” Dia kembali masuk dan menghampiri gadis blonde itu, entah apa yang sedang mereka bicarakan. Aku paling benci di suruh menunggu seperti ini.

“Aiiissshhh.. Dasar pria brengsek.” Kutendang dasbor mobil didepaku dengan kesal.

“Ah, yes, thank you so much for the map, see you miss Evans.” Kudengar suaranya dan kutolehkan kepalaku. Dia sudah keluar dari toko dan sedang bersalaman dengan gadis blonde tadi. Pantas saja Kyuhyun terpesona dengannya, celana super mini dan tube top merah menyala memang akan segera mengundang banyak pria untuk mendekatinya.

“Gadis Italia benar-benar cantik.” Ucapnya disamping jendela mobilku. Dia tampak membawa beberapa bungkusan  yang segera dia lemparkan ke jok belakang.

“Bagaimana menurutmu? Dia cantik bukan?” Tanyanya lagi, masih sambil membungkuk menatapku lewat kaca jendela yang terbuka. Aku menatapnya tajam 2 detik lalu menunjuk stir mobil dan menggerakan tanganku seakan aku sedang mengemudikan mobil sambil kembali menatapnya.

“Ah, ne, Let’s go.” Dia berlari memutari mobil dan segera duduk dengan tenang di balik kemudinya.

Setengah jam perjalanan kami mulai meninggalkan gedung-gedung dan pertokoan di Roma, dan memasuki tempat yang luar biasa indah. Perkebunan gandum dan anggur menghampar di setiap sudut dan di batasi oleh hutan pinus yang seakan menjadi piguranya.

Mulutku menganga takjub melihatnya. Udara yang semakin sejuk dengan wangi segar pinus menyergap hidungku, membuatku tidak henti-hentinya menghirup udara sebanyak paru-paruku bisa menampungnya.

“Hyemin-ah tolong ambilkan aku coklat yang ada di kantong di jok belakang.” Ucapan Kyuhyun sangat menggangguku menikmati semua keindahan alam ini. Benar-benar setan kecil pengganggu dia itu.

Kubalikan badanku dan kuambil kantong yang tadi dia bawa. Ternyata isinya beberapa bar coklat, beberapa bungkus keripik kentang lalu ada 3 botol cola ukuran sedang, dan satu botol kecil wine lokal.

Kuambil sebuah coklat bar dan kusorongkan padanya. Dia hanya menatapku mengejek sambil mendengus kesal.

“Kau bodoh ya, bagaimana bisa aku memakannya dengan tangan memegang kemudi seperti ini?”

“Lalu kenapa kau menyuruhku mengambilkannya?” Kataku tak mau kalah.

“Suapi aku.” Mataku seketika membelalak mendengar ucapannya.

“Mwo?”

“Kau buka pembungkus coklat itu, patahkan kecil-kecil dan masukan ke dalam mulutku, palli!!.”

Dengan sebal kubuka pembungkus coklat itu lalu kupatahkan sedikit dan menyuapkannya ke mulut Kyuhyun yang sudah menganga.

“Hmm,, hmm,, hhhhmmmmm…” Ceracaunya dengan mata berkedip-kedip seakan merasakan sesuatu yang sangat nikmat.

“Makan saja bersamaku kalau kau mau.” Katanya masih sambil mengunyah coklat itu.

Kugigit sedikit ujung coklat bar yang ternyata rasanya benar-benar enak, pantas dia sampai bertingkah seperti itu.

Setelah kurang lebih satu jam berkendara dan telah menghabiskan sebungkus coklat, setengah bungkus keripik dan satu botol cola, kami sampai di sebuah rumah yang seluruh bagiannya terbuat dari kayu. Disana sudah banyak mobil-mobil lain yang telah terparkir. Saat kulihat papan besar didepan rumah itu tertulis, perkebunan dan peternakan Ollivander.

“Ayo turun.” Perintah Kyuhyun.

“Peternakan dan perkebunan?” Gumamku.

“Sudahlah, kau akan tahu kalau sudah ada didalam.”

Aku turun dari mobil lalu berjalan mengikuti Kyuhyun masuk ke dalam rumah itu yang ternyata berfungsi sebagai loby dan pusat informasi. Rumah itu mutlak terbuat dari kayu sampai ke seluruh perabotannya, tidak ada secuil pun barang yang terbuat dari besi ditempat ini.

Dia berbicara dengan seorang pria yang duduk di balik meja resepsionis lalu dia menerima sebuah kartu.

“Tempat apa ini?” Tanyaku saat dia menghampiriku.

“Seperti yang kau baca di depan, perkebunan dan peternakan Ollivander.”

“Maksudku..” belum selesai aku bicara, dia sudah memasukan sebongkah coklat yang dia bawa dari mobil tadi ke dalam mulutku yang seketika itu juga membuatku terdiam.

Sialan! Selalu saja begini, tak pernah membiarkanku bicara banyak. Batinku.

Kulangkahkan kakiku mengikuti Kyuhyun yang berjalan santai sambil mengunyah coklatnya. Kami berjalan menuju…. Garasi sepeda?

“Garasi sepeda?”

“Ne,”

“Two bicycle, please.” Ucap Kyuhyun pada seorang pria bertubuh kekar yang sedang mengambilkan sepeda untuk para wisatawan yang sedang antri. Laki-laki itu memberikan sebuah sepeda berwarna biru kepada Kyuhyun dan yang berwarna merah padaku. Kami berdua menuntun sepeda itu keluar dari garasi lalu menyusuri jalan setapak kecil didepan kami.

Tiba-tiba Kyuhyun berhenti lalu memarkirkan sepedanya di pinggir jalan. Apalagi sekarang. Batinku kesal.

“Berapa ukuran sepatumu?” Tanyanya.

“Mwo?” Dahiku berkerut mendengar ucapannya.

“Berapa?”

“Hmm.. 39.”

“Kecil.”

Kyuhyun segera berlari sebelum aku sempat memukulnya karena mengejekku. Ku standar sepedaku bersebelahan dengan milik Kyu, lalu aku duduk berselonjor kaki di atas rumput di pinggir jalan setapak itu sambil menghirup udara segar yang mengelilingiku. Suasana tempat ini sangat nyaman, selain udaranya yang sejuk, suara burung yang saling bersautan membuat simfony indah yang memanjakan telingaku, begitu indah, begitu damai dan begitu nyaman.

“Pakai ini.” Tiba-tiba tangan Kyuhyun sudah terulur didepan wajahku sambil memegang sepasang sepatu nike pink.

“Sepatu?” Tanyaku heran. Dapat dari mana dia sepatu itu?

“Kau mau naik sepeda dengan high heels 10 senti mu itu?”

“Hmm,, kenapa kita harus naik sepeda?”

“Kalau kau mau mengelilingi lahan seluas 20 hektar dengan berjalan kaki, aku tak melarang, tapi jangan ajak aku.” Dengan mencibir aku ambil sepatu ditangannya dan mulai memakainya.

“Jadi ini kenapa tadi kau menanyakan nomor… eh?” Tangan Kyu terulur dan mulai menyimpulkan tali sepatu sebelah kiriku. Wajahnya berada sangat denganku. Bisa kurasakan darahku berdesir cepat memenuhi setiap relung di wajahku dan membuatnya semakin bersemu merah.

“Kau itu lamban sekali, memakai sepatu saja memakan waktu bermenit-menit.” Gerutunya.

Aku bangkit dari rerumputan dan mulai sedikit melangkah untuk menyesuaikan sepatu dengan kakiku. Kuambil high heelsku dan menaruhnya di keranjang sepedaku. Kyuhyun mendekatiku dan memakaikanku sebuah topi berwarna hitam di kepalaku. Tubuhku sedikit menegang saat tangannya menyentuh lembut rambutku.

“Darimana kau dapatkan semua ini?” Tanyaku.

“Pinjam.”

Aku mengerutkan dahiku yang di balas dengan seringainya.

“Sudahlah tak usah kau pikirkan. Kajja kita ke peternakan.” Dia mengibaskan tangannya di depan wajahku lalu menaiki sepedanya. Kuambil sepedaku lalu menaikinya.

Kami bersepeda beriringan dengan pelan dan dalam kebisuan. Mungkin aku yang terlalu menikmati semua pemandangan indah yang terhampar didepanku, atau memang dia tidak ingin memulai percakapan denganku, entahlah. Walaupun sejujurnya aku lebih suka suasana seperti ini hingga aku bisa lebih menikmati semua udara segar ini, daripada harus mendengarkan celotehannya. Kami menelusuri jalur sepeda yang telah ada, menyeberangi padang rumput luas yang dibingkai hutan pinus yang menguarkan aroma segar. Tidak ada tempat seindah dan sesegar ini di Korea,

Cukup lama kami bersepeda bersama sampai akhirnya kami sampai pada sebuah peternakan yang luas. Banyak kandang-kandang domba dan sapi berdiri kokoh di tengah-tengah padang rumput. Kami menuntun sepeda kami memasuki tempat parkir sepeda yang telah disediakan. Tempat itu dipenuhi para wisatawan yang rata-rata membawa keluarga mereka. Disekelilingku banyak anak-anak kecil berambut pirang berlarian dengan riangnya, diiringi celoteh mereka yang masih belum sempurna dalam berbicara.

Kyuhyun membawaku ke sebuah sudut padang rumput. 



Disana ada sekumpulan domba yang sedang digembalakan. Ada seekor anjing besar berwarna orange yang sedang mengejar para domba itu agar tetap menjadi segerombolan dan tidak saling terpisah. Penggembalanya sendiri seorang kakek berjanggut putih yang memakai topi ala koboi dan membawa tongkat bich panjang berwarna hitam.

“Ahh, welcome sir.” Sapanya ramah. Kyuhyun mendekatinya dan entah berbicara apa dengannya. Perhatianku teralihkan pada anjing orange yang berlari ke arahku dan mulai mengendus-endus kakiku. Ku garuk belakang telinganya dan dia menyalak senang bahkan melompat, berusaha untuk menjilat wajahku.

Aku berjongkok di depan anjing itu dan membiarkannya mencium dan menjilati wajahku. Tapi tanpa kuduga anjing itu mendorong bahuku hingga aku jatuh terlentang ke belakang dan dia berdiri diatas tubuhku sambil terus mejilati wajahku sambil menyalak kegirangan.

“Stop it! Stop it! You bad boy!” teriakku sambil berusaha menyingkirkan anjing itu.

“She’s a girl.” Ucap si penggembala itu, yang ternyata sudah berdiri disampingku dengan Kyuhyun yang sedang tertawa terbahak-bahak.

“Dolores shit down!” Perintah penggembala yang langsung dituruti Dolores. Aku bangkit sambil membersihkan pakaianku yang penuh rumput.

“I’m sorry miss, she’s always like that, when meet someone new.” Aku hanya meringis mendengar ucapannya. Kyuhyun mengulurkan sebuah sapu tangan bergaris kepadaku dan menyuruhku membersihkan wajahku, lalu dia pergi mendekati kerumunan domba bersama penggembala itu. Ku ikuti mereka sambil bersungut-sungut kesal. Kurapikan topi dan rambutku, lalu melepas cardigan tipis yang membalut tubuhku dan mengikatkannya di pinggangku.

“Hyemin-ah, lihat, ada bayi domba.” Ucap Kyuhyun sambil menunjuk seekor domba kecil, yang tampak bersusah payah melangkah mengikuti ibunya.

“She was born a month ago.” Kata Mr.Penggembala.

“Namanya Mr. Cornelius.” Bisik Kyu padaku. Aku hanya mengangguk sambil terus memeperhatiakan gerakan bayi domba yang lucu itu.

“Her name is Jane.” Ucap Mr. Cornelius sambil menunjuk bayi domba itu. Namaku dan nama domba saja, masih bagus nama domba. Batinku keki.

“Namamu dan nama domba saja masih bagus nama domba.” Kata Kyuhyun sambil terkikik, seakan-akan dia tahu apa isi pikiranku.

“Kau pikir namamu bagus?” Bentakku. Mr. Cornelius berdehem yang membuatku mengakhiri pandangan peperanganku dengan Kyuhyun.

“Hm, you wanna to fade her?” Mr.Cornelius tampak mengaduk-aduk tas kumal yang dia sampirkan di pinggangnya, lalu mengeluarkan sebuah botol susu dan menunjukannya pada kami.

Aku mengangguk penuh semangat. Dia menyerahkan botol susu itu padaku. Aku berlari menghampiri domba-domba yang langsung berhamburan ke segala arah, takut akan kedatanganku. Dibelakangku Dolores mengejar sambil mengonggong membuat domba-domba itu kembali merapat membentuk sebuah lingkaran yang mengelilingku.

Ku tangkap bayi domba itu, dan kupaksakan dot susu itu masuk ke mulutnya. Ternyata memberi makan seekor bayi domba tidak semudah yang aku bayangkan. Bayi itu terus meronta, menedangi tanganku, dan mengembik keras-keras.

“Dasar gadis bodoh!” bentak Kyuhyun yang sudah berada disampingku.

“Kau tidak bisa menjadi ibu yang baik.” Aku mengembungkan pipiku kesal karena ucapannya.

“Berikan dia padaku.”

Kuserahkan bayi domba itu pada Kyuhyun. Dia duduk di atas rumput dan meletakan domba itu sambil memegangi punggungnya. Dia dekatkan botol susu itu di hidung si domba yang langsung menciuminya lalu memasukannya ke mulutnya. Bayi domba itu minum susu dengan lahap sekali.

“Belai dia. Bulunya lembut sekali.” Perintah Kyuhyun. aku belai bulunya yang masih tipis, dan berwarna putih itu, memang lembut sekali seperti permen kapas, dan membuatku ingin memakannya.

“Aku mau memberinya makan.” Rengekku pada Kyu. Dia menyerahkan botol susu itu padaku, lalu berdiri sambil memperhatikanku. Aku memberi anak domba itu susu sambil membelai bulunya. Wajahku tak henti menyunggingkan senyum, melihat anak domba itu makan dengan lahap. Tidak sampai 10 menit satu botol susu ditanganku sudah habis tak bersisa lagi.

“Ayo pergi.” Ajak Kyuhyun.

“Kemana?” kuserahkan kembali botol susu kosong itu kepada Mr. Cornelius.

“Aku haus.” Dengan acuh dia berjalan meninggalkanku. Dengan sedikit berlari aku menyusulnya.

Kami berjalan memasuki kandang besar yang berada di tengah-tengah padang rumput. Didalam kandang itu terdapat banyak sekali sapi perah. Suara “Moo” saling bersahutan dari segala sudut. Kulihat banyak anak kecil yang berlari-lari di antara sekat-sekat kandang, beberapa dengan orang tuanya sedang mencoba memerah sapi dengan takut-takut. Tempat ini memang sangat ideal untuk menjadi tujuan wisata keluarga.

Disebuah sudut ada seekor sapi yang tidak dikelilingi oleh para wisatawan, kami mendekatinya dan bertemu sang pengasuh Mr. James. Beliau memberitahu nama sapi betina didepan kami adalah Bella. Lagi-lagi Kyuhyun tertawa mendengar nama sapi itu yang menurutnya terlalu bagus untuk nama seekor sapi.

“You want to milking Bella?” Tanya Mr. James.

“Yes, ofcourse.” Jawabku.

Dia memberi kami masing-masing sebuah kursi kecil dari kayu dan menyuruh kami duduk disamping Bella yang tampak asyik mengunyah rumput hijau. Mr. James mengajari kami bagaimana cara memerah dengan benar.

Payudara sapi ternyata sangat lembut dan halus. Aku sangat menikmati belajar memerah sapi, tidak seperti Kyuhyun yang tampak sedikit jijik memegangnya. Nyaris aku tidak bisa menyembunyikan tawaku saat melihat ekspresi wajahnya.

“Kalian bisa meminum langsung susunya.” Ucap Mr. James sambil memperagakan caranya memerah sapi sehingga air susu yang keluar langsung memancar ke mulutnya. Aku mencoba meirunya, dan rasanya…. Rasanya benar-benar menakjubkan meminum susu langsung saat diperah. Kyuhyunpun sepertinya menikmatinya, walau kulihat tangannya masih sedikit jijik memegang payudara sapi.

Tiba-tiba saja terbersit sebuah ide untuk menjahilinya. Kupikir sudah saatnya aku mulai membalas semua tindak kurang ajarnya padaku.

“Kyuhyun.”

Kupanggil dia, dan saat dia menoleh padaku, air susu langsung menyemprot mengenai mukanya. Aku memang sengaja mengarahkan perahanku ke wajahnya. Mr. James dan aku tertawa bersama-sama, sedangkan Kyuhyun tampak sangat kesal.

Setelah dengan sangat susah payah kami mengumpulkan dua botol sedang susu segar, Mr. Kim berkata kalau hasil perahan kami boleh kami minum langsung, susu itu masih steril.

Dengan berbekal 2 botol susu kami melanjutkan kegiatan bersepeda kami. Kami meninggalkan padang terbuka dan mulai memasuki daerah perkebunan. Berhektar-hektar kebun gandum dan anggur menghampar disampingku. Kami berhenti disebuah pondok kayu untuk menitipkan sepeda, dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju kebun anggur.

Pohon-pohon anggur setinggi 2 meter menyambut kami. Pohon-pohon itu melilit kayu-kayu yang sengaja di tanam untuk mengatur tumbuhnya. Kayu-kayu tempat pohon anggur melilit itu dibentuk kotak, sehingga saat kami memasukinya, kami seperti berada di sebuah rumah pohon.

Buah-buah anggur bergelantungan tidak terlalu tinggi, sehingga aku masih bisa menjangkaunya. Kulihat banyak wisatawan lain yang juga sedang mencoba memetik anggur. Kupetik serumpun yang paling dekat denganku. Buah itu berwarna ungu kehitaman, aku pikir ini adalah jenis anggur yang ditanam khusus untuk membuat wine.

Kuambil sebuah yang berada di ujung, yang paling matang, dan kumakan. Saat buah itu pecah dimulutku, rasa asam yang sangat kuat menyebar memenuhi setiap relung mulutku. Kumuntahkan kembali anggur yang ada dimulutku, sambil kujulurkan lidahku, mencoba menghilangkan rasa asam.

“Eh waeyo? Gwenchana?” Ucap Kyuhyun kepadaku, sambil mengulurkan sebotol susu padaku yang segera kuminum.

“Kenapa anggur disini, sangat asam? Apa yang aku petik tadi belum matang?”

“Pabo! Anggur ini memang bukan untuk dimakan, anggur ini untuk dijadikan jus atau wine.” Kyuhyun seperti menahan geli menjawab pertanyaanku yang kuakui memang terlihat bodoh sekali.

“Aku tak tahu kalau seasam itu rasanya.”

“Sudahlah, ayo kita petik yang banyak, lalu kita berikan pada petugas di pondok untuk ditukarkan dengan beberapa botol jus atau wine.” Dia menarik tanganku dan menuju ke bawah pohon anggur yang lumayan rimbun dan sepi.

“Kau ambil yang disebelah sana, dan aku ambil yang disekitar sini.” Ucapku padanya.

Kami membagi tugas, sehingga keranjang buah kami segera dipenuhi dengan bergerombol-gerombol anggur ungu yang cantik.

Tinggal satu buah anggur yang tersisa di atasku, namun sayangnya tanganku tak mampu menggapainya. Aku meloncat-loncat mencoba menggapainya, tetapi terlalu tinggi. Kulihat didekatku ada sebuah bangku kayu kecil, yang biasa digunakan anak-anak untuk berpijak saat mengambil buah anggur yang terlalu tinggi untuk mereka. Aku mengambil bangku itu dan menaikinya mencoba meraih buah anggur itu. Ternyata aku masih belum mampu mencapainya. Aku sedikit berjinjit untuk mengambilnya.

“Ayolah, sedikit lagi sampai.” Gumamku sambil terus berusaha meraih anggur itu. Kurasakan pijakanku tiba-tiba sedikit bergoyang limbung karena keseimbanganku yang buruk.

“Oh Tidak! Kyaa.”

“Awas!!” Kudengar sepintas Kyuhyun berteriak. Sekelebat tubuh berlari mendekatiku dan menangkap tubuhku tepat sebelum wajahku mencium tanah keras di bawah.

Entah karena tubuhku yang terlalu berat, atau karena memang keseimbangannya juga seburuk keseimbanganku, kami terjatuh bersama, dengan tubuhku berada di atasnya. Kurasakan sesuatu yang lembut menempel dipipiku. Aku tertegun, kurasakan nafasku dan nafasnya memburu, mungkinkah Kyuhyun mencium pipiku?

Aku bangkit dengan tergesa dan memandang marah ke arah Kyuhyun yang masih terbaring di atas tanah.

“Yak! Apa yang sudah kau lakukan! Kau menciumku!” Teriakku padanya. Kyuhyun bangkit sambil membersihkan bajunya yang kotor terkena tanah lalu memandangku dengan pandangan sebal.

“Bisa tidak sekali saja kau tidak berteriak padaku saat marah?” Dia menghela nafas panjang lalu menatapku.

“Tapi kau tadi sudah menciumku!”

“Aku tidak menciummu! Kau menimpa tubuhku dan tanpa sengaja… tanpa sengaja pipimu mendarat di… di bibirku.” Baru kali ini kulihat wajah Kyuhyun memerah seperti itu, bahkan lehernya pun ikut memerah.

“Itu hanya kecelakaan. Lagipula, harusnya kau berterima kasih padaku. Kalau tidak ada aku wajahmu pasti sudah mendarat di atas tanah. Dan satu lagi, kurangi lemakmu, kau berat sekali.” Ucapnya sambil memetik anggur dan melemparkannya ke keranjangku.

“Mwo?” Pekikku. Belum pernah ada seorangpun yang mengatakan seperti itu padaku. Apa aku segendut itu? Aku melirik ke bawah, perutku rata, pahaku juga tidak besar, dan lenganku.. lenganku juga kecil. Bagaimana bisa aku bisa terlalu berat?

Kyuhyun membawa keranjang miliknya yang sudah dipenuhi anggur ke pondok tempat kami bisa memberikan hasil panen kami untuk ditukarkan dengan beberapa botol jus atau wine. Aku mengikutinya dari belakang masih dengan bersungut-sungut kesal. Namun entah kenapa jauh didalam relung hatiku aku merasakan perasaan yang lain, perasaan hangat, entah apa itu.

Aku berhasil menukar buah yang kudapat dengan 3 botol jus ukuran medium, sedangkan Kyuhyun dengan sebotol wine. Kami pulang berjalan pulang kembali dalam diam. Aku sibuk dengan anganku sendiri tentang kejadian tadi, dan dia juga sepertiya sibuk dengan angannya sendiri.

Mobil kami keluar dari peternakan dan perkebunan Ollivander saat matahari mulai tenggelam ke arah barat. Sesekali kuteguk jus anggur yang aku bawa tadi sambil menikmati indahnya semburat sinar matahari berwarna ametist yang tergambar indah di sela-sela bukit. Kyuhyun masih tidak berbicara padaku. Wajahnya lurus menatap jalanan hitam didepan dengan ekspresi menakutkan, aku jadi tidak berani membuka percakapan dengannya. Perlahan-lahan kurasakan rasa kantuk mendera mataku, rasa lelah akibat kegiatan hari ini memperparah rasa kantukku. Sejenak aku memejamkan mata, berharap rasa lelah dan kantuk ini menghilang.

***
Aku mengerjapkan mataku, dan perlahan membukanya. Tidak kurasakan lagi mobil yang bergoyang melaju di jalanan. Aku menoleh pada Kyuhyun yang sedang menatapku dari samping.

“Bangun tukang tidur! Kita sudah sampai sejak setengah jam yang lalu.” Aku mengusap mataku dan meregangkan tanganku untuk mengusir lelah. Sebuah jaket yang menyelimuti tubuhku merosot jatuh ke pangkuanku. Jaket coklat milik Kyuhyun. Jadi tadi dia menyelimutiku?

“Kenapa kau tidak membangunkanku?”

“Aku tidak tega melihatmu. Sepertinya kau sedang bermimpi indah sampai tersenyum-senyum dalam tidur.”

Benarkah? Memang tadi aku bermimpi apa? Aku sama sekali tak ingat mimpiku.

“Dan kudengar kau menyebut namaku dalam tidurmu.” Mataku membulat seketika mendengar ucapannya. Aku menyebut namanya? Mungkinkah?

“Mwo? Tidak mungkin! Untuk apa aku menyebut namamu?”

“Molla. Hmm..” Dia menulurkan tangannya dan memegang kedua pipiku yang membuatku mengerutkan tubuh mencoba menghindarinya.

“Wajahmu memerah seperti apel. Kau pasti memimpikan hal yang tidak-tidak bersamaku.” Bisiknya.

Kulepaskan tangannya yang memegang pipiku, dan dengan kesal aku keluar dari mobil. Aku bergegas berjalan menuju lobi hotel, seorang pelayan menunggu didepan pintu hotel.

“Chakaman!” Aku menoleh ke arah Kyuhyun yang berlari mendekatiku.

“Apalagi?” Tanyaku ketus.

“Jaketku! Aku tidak mau berjalan malam-malam di Roma tanpa jaket.” Aku menyerahkan jaket coklat itu padanya.

“Cepat masuk, dan beristirahat.”

“Kau mau kemana?”

“Mengembalikan mobil. Bukannya kau sudah tahu itu mobil sewaan?”

“Ah, ne, aku lupa.”

“Jjaljayo.” Dia melambaikan tangannya lalu kembali berlari ke dalam mobil. Aku hanya bisa tersenyum melihatnya. Pria bodoh yang aneh, sesaat dia bisa membuatku tertawa terbahak-bahak, sedetik kemudian membuatku kesal setengah mati hingga berharap aku tidak pernah bertemu dengannya, tapi sesaat kemudian dia bisa membuat wajahku merona malu.

***
Setelah beberapa hari kami habiskan di Roma, kami memutuskan untuk pergi ke Athena. Kami harus menaiki pesawat kesana. Pagi-pagi sekali kami menggunakan metro menuju bandara. Walaupun masih pagi buta, tetapi kegiatan disekitar kota Roma sudah aktif. Banyak orang yang sudah berkumpul di stasiun metro.

Sekitar pukul 8 pagi pesawat kami take off dari Roma menuju Athena. Aku menatap keluar jendela pesawat yang bulat kecil, memandangi awan-awan yang bersemburat orange karena sinar matahari pagi yang cerah, sangat indah. Disebelahku Kyuhyun kembali tertidur dengan sedikit mendengkur. Perjalanan dari Roma ke Athena memakan waktu sekitar 2 jam.

Baru sekitar satu jam lima belas menit mengudara, sebuah pengumuman terdengar menggema diseluruh kabin pesawat. Kapten pesawat meminta kami semua untuk memasang safetybelt, karena akan mendarat darurat di pulau Mikonos karena terjadi masalah di dalam mesin pesawat.

Mendengar pengumuman itu dadaku bergemuruh, rasa takut segera menjalar ke dalam tubuhku. Bagaimana kalau terjadi sesuatu? Bagaimana kalau hidupku berakhir di dalam pesawat ini? Keringat dingin mengalir di pelipisku. Aku teringat akan Appa dan Omma yang sedang menungguku, tidak bisa kubayangkan ekspresi mereka jika mengetahui anaknya menjadi korban kecelakaan pesawat, otthoke?

~TBC~

1 komentar:

  1. Hallo author, aku nunggu ff ini di fp langganan ga muncul", akhirnya aku buka deh blog author :)

    makasi atas lanjutannya :)

    BalasHapus