Minggu, 11 Maret 2012

I WISH NEVER MEET YOU (CHAPTER 3)



 
Type                : Multi-chapter
Author             : Istrinya Kyuhyun
Main Cast       : Cho Kyuhyun, Lee Hye Min
Rating             : All Ages
Theme             : Romance

Review last chapter

Kyuhyun membantuku menaiki Gondola itu. Kamu duduk di tempat duduk yang sudah dihias dengan berbagai bunga itu. Gondola itu berjalan pelan mengikuti arus canal menuju laut lepas. Didepanku kulihat langit mulai berwarna jingga. Garis horizon tampak jelas terlukis membatasi langit dan laut. Sekarang aku tahu maksud Gondolier itu. Memandangi sunset diatas gondola yang berjalan pelan ini memang sangat romantic untuk semua pasangan.

“Tuan, sebentar lagi kita akan melewati Rialto Bridge, silahkan bersiap untuk berciuman.” Ucap Gondolier itu tiba-tiba. Seketika itu mataku terbelalak kaget.

“Mwo?” Pekikku. Aku menatap Kyuhyun yang tampaknya tenang-tenang saja.


“Setiap orang yang naik Gondola harus berciuman dengan sangat mesra saat berada dibawah jembatan itu. Memangnya kau tidak tahu dengan aturan itu?”

“Kenapa kau tidak bilang dari tadi!!” Desisku sambil mencubit pahanya.

Berciuman dengan Kyuhyun? Ya Tuhan! Tidak pernah aku bayangkan aku akan melakukan ini dengan Kyuhyun. Tidak sejauh ini!

“Itu dia jembatannya. Silahkan mencium pasangan anda tuan.” Ucap Gondolier itu lagi.

Kyuhyun menatap mataku dengan lekat. Aku tidak bisa mengartikan pandangan matanya itu. Dia mulai mendekatkan wajahnya padaku. Lalu kurasakan tangannya membelai tengkukku dan menelusup kedalam rambutku. Saat itu jantungku berdesir cepat, memompa darah menuju wajahku dan membuat wajahku memerah.

Dia terus mendekatkan wajahnya padaku. Desah nafasnya dapat semakin jelas kurasakan. Detak jantungkupun menjadi semakin kencang. Wajahnya sekarang hanya berjarak 5 senti dari wajahku. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dan sedikit mendorong tubuhnya agar menjauh, tetapi tidak berhasil.

Tepat saat gondola memasuki terowongan dibawah jembatan, bibir Kyuhyun hanya berjarak setengah senti dari bibirku. Aku memejamkan mataku erat-erat, dan menahan nafasku. Jantungkupun bergemuruh dengan kencang.

Ya tuhan! Bagaimana mungkin ini terjadi? Batinku.

***
Kupejamkan mataku erat – erat sambil sedikit memalingkan wajahku darinya. Hembusan nafasnya dapat semakin kurasakan menerpa wajahku. 10 detik… 20 detik… 30 detik… 50 detik… tidak kurasakan apapun menyentuh bibirku.

Perlahan kubuka mataku dan samar-samar kulihat Kyuhyun sedang menatapku dengan pandangan mengejeknya. Bibirnya masih berjarak setengah senti dari bibirku. Wajahnya yang menutupi wajahku membuat kami tampak seperti berciuman.

“Ciuman anda sangat indah sekali tuan. Saya yakin kisah cinta kalian akan abadi.” Kudengar Gondolier itu berkata.

Kyuhyun menikungkan sebelah bibirnya membentuk sebuah senyuman meledek. Sedangkan matanya masih menatap mataku dengan lekat. Wajahnya yang tampak samar dengan semburat sinar orange sunset dari arah belakangnya membuat wajahnya menjadi terlihat lebih tampan.

“Kau pikir aku akan menciummu huh?” bisiknya pelan.

Dia menjauhkan tubuhnya dan kembali duduk disebelahku dengan tenang. Kulihat dia mengacungkan jempolnya ke arah Gondolier itu. Sedangkan aku masih terdiam, syok atas apa yang Kyuhyun lakukan tadi. Aku yakin wajahku sekarang sudah semerah udang rebus.

Setelah turun dari Gondola, kami memutuskan untuk kembali ke hotel dan beristirahat. Sepanjang jalan aku terus menjaga jarak dengannya. Entahlah, sejak kejadian di Gondola  tadi, aku merasa kan jantungku tidak bisa berhenti berdebar saat dekat dengannya. Sepanjang perjalanan pula kami terdiam, saling tenggelam dalam pikiran maisng-masing. Bahkan sampai di hotel pun kami belum mengucapkan sepatah katapun.

Didalam kamar hotel, aku terus teringat kejadian tadi. Wajahnya yang berlatarkan semburat ametish dari langit, hanya berjarak setengah senti dari wajahku. Hembusan nafasnya yang hangat yang menerpa wajahku masih bisa kubayangkan rasanya.

Ku buka jendela beranda dan aku melangkah menuju teralis besi di beranda mungil itu. Kupandangi kabut yang mulai turun menyelimuti kota ini. Di kejauhan hanya tampak air menggenang dengan kabut berbentuk seperti tirai melayang di atasnya, pemandangan yang sebenarnya sangat terkesan mistik.

Pluukkk.

Segumpal kertas mengenai kepalaku dan terjatuh disampingku. Aku menoleh ke arah asal kertas itu, Kyuhyun sudah berdiri di balkon dan juga tampak sedang menatap kabut, dia tidak menoleh padaku sama sekali.

Kuambil kertas itu dan kubuka lipatannya.

Mianhae. Isi tulisan di kertas itu.

Kertas ini berasal dari note book yang disediakan dari pihak hotel, lambang hotelnya tertera di pojok kanan bawah kertas.

Aku masuk kembali ke dalam kamar dan kuambil sebuah pena yang juga disediakan oleh pihak hotel.

Untuk apa?. Tulisku.

Kuremas kembali kertas itu dan kulemparkan ke arah kepala Kyuhyun. Kembali kupandangi kabut yang semakin menebal.

Pluuk.

Sebuah kertas kembali mengenai kepalaku dan jatuh tepat di samping kakiku.

Atas apa yang sudah aku lakukan padamu tadi. Tulisnya.

Cheonmaneyo. Balasku.

Besok akan ada festival topeng di dekat San Marco, kau mau ikut melihatnya?. Tulisnya lagi.

Tentu.

Saat menerima kertas terakhir dariku, dia tersenyum sekilas sambil mengedipkan sebelah matanya lalu kembali masuk ke dalam kamarnya. Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya itu. Cho Kyuhyun, dia memberikan warna tersendiri di dalam hidupku ini.

***
“Liat itu Kyu, topengnya sangat indah.” Teriakku saat rombongan parade festival topeng lewat didepan kami.

“Hmm.” Kutatap dia yang sibuk dengan kameranya, merekam semua parade yang lewat, dengan kesal karena di acuhkan.

Kuedarkan pandanganku menatap orang-orang disekelilingku yang juga tampak sangat takjub melihat parade ini. Banyak sekali turis-turis asing yang seperti kami juga sibuk berkutat dengan kameranya.

Festival topeng adalah festival tahunan yang rutin diadakan oleh pemerintahan Venezia. Semua peserta parade ini menampilkan beragam bentuk topeng dengan tema yang berbeda. Disaat seperti ini juga banyak penjual topeng khas Venezia bertebaran menawarkan barang-barang murah namun berkualitas untuk dijadiakan oleh-oleh.

Kudekati seorang penjual topeng yang berada didekat tempat aku dan Kyuhyun berdiri. Disana dijual banyak sekali topeng beragam bentuk. Aku memilah-milah topeng yang bagus untuk aku bawa pulang ke korea. Kuambil sebuah topeng berbentuk wajah seorang perempuan berwarna putih sedikit kemerahan. Di bawah matanya terdapat manik-manik berwarna merah menyala.

“Ini topeng wanita merah, symbol keberanian wanita.” Kata penjual itu dalam bahasa inggris.

“Kau mau beli topeng itu?” Kyuhyun ternyata sudah berada di belakangku.

“Ne, bagus bukan?”

“Ne, coba kau pakai, dan aku foto.”

Dia membantuku memasangkan topeng itu dengan mengikatkan tali di belakang kepalaku. Dia menyuruhku berpose dengan berbagai gaya. Sebenarnya aku malu harus bergaya seperti itu, tapi dia berkata kalau wajahku tidak kelihatan jadi untuk apa malu.

Saat hari menjelang siang, kami berjalan menuju waterbus tujuan Murano. Ya, kami akan berkunjung ke pulau kaca itu. Pulau Murano menyembul di antara genangan air laut berwarna biru jernih. Air laut tampak berkilauan tertimpa sinar matahari siang itu, riak ombak pun tercipta karena gerakan waterbus kami.

Saat waterbus kami mulai memasuki daratan Murano, ku lihat deretan rumah dengan warna yang sangat cerah. Tidak ada rumah dengan warna sama disini, semuanya berwarna-warni. Benar-benar mencerminkan kekreatifan warga Venezia.

Aku segera mengangkat DSLR Nikkon milikku dan sibuk memfoto pemandangan indah itu. Kulihat Kyuhyun dan beberapa wisatawan asing lainnya juga melakukan hal yang sama. Air yang berwarna biru jernih memantulkan bias warna-warni cat rumah penduduk seperi pelangi yang tersegel di bawah birunya air. Beruntung cuaca hari ini sangat bagus, tidak sedingin sebelumnya, dan tidak ada kabut yang turun.

Setelah sekitar 45 menit perjalanan, waterbus merapat di dermaga pulau Murano. Di sekitar dermaga itu banyak sekali pedagang kerajinan dari kaca dengan berbagai bentuk yang saling bersaing menjajakan dagangannya.

“Ayo cepat jalannya, kita akan pergi ke pusat pembuatan kerajinan kaca.” Kyuhyun menarik tanganku dan menggenggamnya erat. Kurasakan getaran di hatiku kembali muncul, getaran yang membuatku merasa damai.

Kami berjalan menuju pusat pembuatan kerajinan kaca. Murano memang terkenal sebagai pulau kaca, surga dimana para wisatawan data memesan dan membeli berbagai kerajinan tangan dari kaca.

Di gerbang pabrik itu, kami disambut oleh seorang tour guide, dia yang menjelaskan semua proses pembuatan kerajinan kaca itu pada kami. Kulihat banyak turis berwajah oriental juga berkumpul bersama kami. Dari ucapan mereka yang kudengar banyak orang Jepang dan Korea berada disini selain kami.

“Kau akan takjub melihat proses pembuatan kaca disini.” Bisik Kyuhyun tepat ditelingaku. Desahan nafasnya menggelitik daun telingaku dan membuat tubuhku merinding seketika.

“Jinja? Kau sepertinya sudah sering kesini.”

“Dua kali. Dulu bersama orangtuaku, dan sekarang bersamamu.” Dia kembali menikungkan senyum khasnya yang sedikit membuatku terpana. Ya tuhan! Aku baru mengenalnya beberapa hari, kenapa aku bisa merasakan perasaan seperti ini?

Pabrik itu begitu luas dan panas, aku dan Kyuhyun bahkan harus membuka jaket kami agar merasa nyaman. Banyak sekali tungku dengan api merah berkobar menjilat udara kosong diatasnya. Para pekerja berkulit putih, bertubuh kekar dengan buliran keringat menempel di sekujur tubuhnya tampak sibuk mengangkat tongkat-tongkat api raksasa. Tongkat itu berukuran cukup besar dan sangat panjang, diujungnya menempel segumpal benda kenyal menyala merah seperti api.

“Lihat kaca itu seperti gulali ya?” Tunjuk Kyuhyun pada gumpalan merah itu.

“Itu kaca?”

“Ne, itu kaca yang baru matang, mereka harus cepat membentuknya sebelum kaca itu mengeras dan akan susah dibentuk.”

Seorang pria kekar mengangkat tongkat dengan gulali menyala itu ke atas, dia tempelkan mulutnya pada ujung tongkat seperti meniupnya, dan seketika itu juga, gulali api menggelembung seperti bola. Aku benar-benar takjub melihatnya sekaligus ngeri, takut jika gulali api itu jatuh meluncur mengenai wajah pria itu.

Dengan cekatan pria itu memutar-mutar tongkat, dan salah seorang temannya membentuk kaca panas itu dengan sebuah alat. Tidak sampai 10 menit, sebuah vas kaca dengan hiasan uliran seperti lelehan larva telah selesai. Kaca yang masih panas itu segera di celupkan ke dalam air.

CSSSSHHH…

Suara desahan api yang padam terkena air menggema ke seluruh penjuru ruangan. Kepulan asap putih seperti awan, mengepul menyentuh langit-langit gudang, memberikan sebuah pemandangan yang menakjubkan.

“Menakjubkan sekali.” Gumamku.

“Ne, mereka sangat hebat. Kau mau mencoba meniup kaca panas?”

“Eh? Memangnya bisa?”

“Lihat, turis lain sedang mencoba. Ayo kita coba.” Dia menyeretku mendekati seorang pria yang baru saja mengangkat lelehan kaca panas dari dalam tungku.

Pria setengah baya itu menyerahkan sebuah tongkat yang ukurannya jauh lebih kecil dari yang digunakan dari atraksi tadi kepada Kyuhyun. Segumpal gulali kaca panas, menyala di ujungnya.

Aku hanya bisa ternganga saat dia dengan cekatan meniup dan memutar-mutar tongkat itu, hingga membentuk sebuah bola mangkuk sempurna. Banyak orang disekitar kami yang melihat bertepuk tangan melihat atraksinya. Para pengrajin kaca di gudang itu pun mengacungkan ibu jari padanya.

“Kau hebat. Dari mana kau belajar itu?” Tanyaku padanya.

“Dulu saat berkunjung ke sini bersama orang tua dan kakaku, aku menghabiskan waktu lima jam disini untuk belajar. Aku sangat takjub dengan pembuatan kaca disini, makanya aku tertarik untuk belajar.” Jelasnya.

“Sekarang giliranmu.” Dia mendorong tubuhku untun mendekati seorang pengrajin, dan menerima tongkat dengan gulali panas itu.

Dengan sedikit bergidik ngeri, kuterima tongkat kecil yang lumayan berat itu. Tidak bisa kubayangkan bagaimana beratnya tongkat besar yang tadi.

“Kau tiup sambil kau putar perlahan tetapi semakin lama semakin cepat.” Ucap Kyuhyun memberi instruksi.

Dengan hati-hati kucoba menuruti semua perintahnya. Namu setelah berjuang keras, kaca yang aku hasilkan sangat jelek, tidak berbentuk.

“Kau memutarnya terlalu pelan.” Kata Kyuhyun, ketika melihat wajah kecewaku, saat kaca yang gagal itu di potong dan dimasukan ke dalam air untuk didingankan.

Setelah satu menit kulihat kaca itu sudah tidak menyala lagi, dan sudah sebening kristal. Tanpa sepengetahuan Kyuhyun, aku dekati kaca buruk rupa hasil karyaku, dan menyentuhnya hendak mengambilnya. Diluar dugaanku, walaupun kaca itu tampak sudah bening dan tidak lagi menyala, ternyata panasnya belum hilang. Seketika aku menjerit kesakitan, menahan panas, dan jariku yang mungkin melepuh.

Kyuhyun meraih tanganku yang terluka, dan mengulum jariku yang sedikit melepuh. Bisa kurasakan dinginnya air liurnya membuat jariku merasa nyaman, dan tidak terasa perih. Lidahnya pun membelai menyapu seluruh permukaan jariku didalam mulutnya. Dia mengulum jariku sambil menatap mataku dalam-dalam. Jantungku berdebar keras, melihat tatapannya itu.

“Gadis bodoh.” Gumamnya setelah mengeluarkan jariku dari dalam mulutnya.

Beberapa orang pengrajin menghampiri kami, dan menyerahkan sebuah obat luka bakar pada Kyuhyun. Aku meringis kesakitan saat obat itu bersentuhan dengan kulit melepuhku.

“Jangan kau ulangi lagi.”

“Siapa juga yang mau mengulangi. Apa kau pikir tidak sakit?”

Dia tidak menanggapi ocehanku. Dalam diam dia membungkus tanganku dengan perban. Sangat halus dan lembut perlakuannya pada tanganku itu. Selama dia dia membalut tanganku dengan perban, kuamati wajahnya yang berkerut serius itu. Sebuah senyum tersungging di wajahku saat menatap wajahnya. Aku memang pergi ke tanah eropa ini dengan membawa luka, namun sepertinya aku menemukan obatnya disini, aku harap dia memang penyembuh yang dikirim Tuhan untukku.

“Kau tunggu disini, jangan kemana-kemana, jangan menyentuh sembarang benda, pokoknya jangan bergerak sebelum aku kembali, arraso?” Perintahnya setelah selesai membalut lukaku.

“Ne, arra.”

Dia kembali menuju kerumunan para turis, dan menghilang. Ahh.. bagaimana bisa aku, seorang Lee Hyemin, bisa begitu mudah menuruti ucapan pria macam Kyuhyun yang baru ku kenal.

Satu jam berlalu, tanpa ada tanda-tanda kembalinya dia. Kemana orang itu? Jangan sampai dia kembali menjahiliku dan meninggalkanku sendirian disini. Kalau benar sampai begitu, aku akan langsung kembali ke Korea, mencari rumahnya dan menghancurkannya.

Aku harus bagaimana sekarang? Tetap menunggunya disini sampai keriput, atau mencarinya dengan konsekuensi dia akan mengamuk padaku? Ya ampun! Untuk apa aku takut dia mengamuk padaku? Memangnya dia siapa?

Baiklah, aku akan menghitung sampai 50, jika dihitungan ke lima puluh dia tidak kembali, terpaksa aku yang akan mencarinya.

1
.
5
.
10
.
20
.
30
.
40

Dia belum menampakan tanda-tanda keberadaannya. Dia benar- benar sedang menjahiliku lagi! Awas kau Cho Kyuhyun!
.
45
.
46
.
48
.
49

Brengsek kau! Meninggalkanku disini sendirian!

5..0

Kulihat seseorang berambut kecoklatan berjalan mendekatiku sambil membawa dua buah kotak berukuran sedang sembari tersenyum padaku.

“Ya Kau! Kemana saja? Aku sudah menunggumu sampai kering disini!” Bentakku padanya. Dia hanya tersenyum tanpa memperlihatkan perasaan bersalah.

“Untukmu.” Ucap Kyuhyun sambil mengangsurkan salah satu dari dua kotak yang dia bawa.

“Apa ini?”

“Buka saja. Hati-hati, itu sangat berharga.”

Dengan sangat perlahan dan berhati-hati kubuka kotak itu. Didalamnya berisi sebuah patung kaca berbentuk seorang laki-laki yang membawa tas ransel. Patung itu sangat indah, kilau dan beningnya seperti kristal. Disekitar patung itu banyak sekali terdapat bola-bola stereofoam yang akan menjaganya dari benturan.

“Itu patung tubuhku, aku ingin kau menyimpannya sebagai kenang-kenangan. Dan ini patung dengan bentuk tubuhmu, aku yang akan menyimpannya.” Dia menunjuk sebuah kotak yang sedang dia peluk.

Aku menatapnya tidak percaya. Bagaimana bisa dia mendapatkan ide seperti ini. Mataku sudah berkaca-kaca, dan hampir saja tumpah menjadi air mata. Aku benar-benar terharu dengan hadiahnya.

“Gomawo.” Hanya kata itu yang dapat terlontar dari mulutku. Tenggorokanku tercekat, seakan ada sebuah sumbat yang menempel disana, yang membuatku sangat susah untuk mengucapkan sepatah kata.

“Cheonmaneyo. Kajja, kita pulang. Besok kita harus ke Roma.” Dia berjalan cepat mendahuluiku dengan memeluk kotak tempat patung kaca tubuhku tersimpan. Sedangkan aku berjalan perlahan dibelakangnya, menatap punggunya untuk menyembunyikan air mataku yang mengalir.

***
Pagi-pagi sekali kami berjalan menuju stasiun kereta Venezia. Tujuan kami selanjutnya adalah Roma, ibukota negara Italia. Kami akan kembali menggunakan Eurostar Italia. Waktu yang dibutuhkan hanya tiga setengah jam perjalanan.

Kami sampai di Roma pada tengah hari. Cuaca di Roma lebih besahabat dibanding dengan negara yang lain yang telah kami kunjungi. Kami sepakat untuk tidak langsung mengadakan eksplorasi, melainkan berdiam diri di kamar kami, sehingga baru pada malam hari kami pergi melihat-lihat kota Roma dimalam hari.

Kami berjalan beriringan di sepanjang trotoar jalan di Roma. Malam ini kota Roma terasa sangat ramai. Banyak orang berlalu lalang disekitar kami.

“Sudah 2 minggu kita bersama, waktu berjalan terasa cepat.” Ucapnya membuka percakapan setelah sekian lama kami berjalan dengan saling terdiam.

“Ne. bahkan aku merasa sudah lama sekali mengenalmu.”

“Aku tidak menyangka akan mendapatkan teman di perjalananku berkeliling Eropa.”

“Akupun begitu.”

“Hmm, Hyemin-ah aku lapar, bagaimana kalau kita masuk ke café di depan itu dan makan?” Dia menatapku dengan pandangan memelas sambil memegangi perutnya.

“Hahahah, ne, terserah kau saja.”

Dia meraih tanganku dan menggandengku masuk ke dalam sebuah café. Café itu tidak terlalu ramai, tetapi juga tidak sepi. Dia memilih sebuah tempat duduk didekat jendela besar, sehingga kami bisa melihat pemandangan di luar café.

“Kau mau makan apa?” Tanyanya, saat seorang waitres mendatangi kami sambil membawa buku menu.

“Spaghetti carbonara dan segelas coke.”

“Kami pesan satu spaghetti carbonara, satu saltimbocca alla romana, satu gelas coke dan sebotol Vermouth.” Ucapnya pada sang waitres dengan bahasa inggris.

“Wine?” Tanyaku saat pelayan itu sudah menjauh.

“Ne. wae?”

“Untuk apa?” aku semakin mengernyitkan dahiku heran. Seumur hidup, aku belum pernah memimun wine.

“Aku menyukai wine. Sudah lama aku tidak meminumnya. Dan Itali merupakan negara terbaik penghasil wine. Jadi aku akan sangat menyesal jika sudah jauh-jauh datang ke Itali, tetapi tidak mencicipi winenya barang setetespun.”

Aku hanya bisa mengangkat bahu mendengar penjelasannya. Dia sangat menyukain wine, sedangkan aku barang setetespun belum pernah merasakannya. Selama menunggu pesanan, kami kembali terdiam, tenggelam dalam pikiran kami masing-masing. Dia sibuk dengan ponselnya, akupun begitu. Kami kembali membuka mulut dan memulai percakapan saat kami saling bertukar dan mencicipi makanan pesanan kami.

“Ngomong-ngomong apa alasanmu pergi ke Eropa?” Tanyanya saat aku menyuapkan gulungan terkhir spaghettiku.

Aku hanya bisa tersenyum pahit, sambil terus mengunyah makananku dengan amat sangat perlahan. Berharap dengan lamanya aku mengunyah aku tidak perlu lagi menjaab pertanyaannya yang membuka kembali luka lamaku.

“Ya! Kenapa tak kau jawab? Kau tidak lari dari rumah kan?”

“Aniyo, apa wajahku menunjukan wajah seorang yeoja yang sedang lari dari rumah?”

“Lalu?”

“Hmm.. haruskah aku menjawab semua ini?”

Kutatap Kyuhyun yang sedang mengamati wajahku sambil meminum segelas penuh wine pesanannya. Di atas meja masih ada sebotol penuh Vermouth yang baru dibuka. Dia mengangguk menyuruhku menceritakan semuanya. Aku hanya menunduk terdiam. Terlalu sulit bagiku untuk kembali menceritakan hal menyakitkan itu.

“Coba kau minum ini, akan sedikit melegakan perasaanmu.” Dia mengulurkan gelas winenya yang telah berkurang setengah padaku.

Kutatap wajahnya dengan ragu. Aku belum pernah meminum minuman beralkohol seperti itu.

“Jangan bilang, kau belum pernah minum wine selama ini.” ucapnya.

Ku kerucutkan bibirku, sebal mendengar ejekannya.

“Cobalah, ini adalah minuman kehidupan. Bisa membuatmu kembali hidup saat masalah menderamu.”

Dengan perasaan ragu masih mendera hatiku, kuambil gelas berisi wine itu dari tangannya. Kudekatkan bibir gelas itu dengan mulutku. Aroma wine segera menyergap hidungku, harum dan manis, membuatku ingin mencoba meminumnya. Dengan perlahan kusesap sedikit wine itu. Lidahku menangkap rasa pahit, tetapi sedetik kemudian rasa pahit itu sedikit memudar digantikan rasa manis buah anggur. Aku mengernyitkan dahiku menahan rasa pahit dilidahku, yang segera membuat Kyuhyun tertawa terbahak.

“Coba lagi.”

Aku kembali mengulum bibir gelas itu sambil meneguk isinya, kali ini lebih banyak. Rasa pahit tidak lagi terlalu terasa, sekarang rasa manis lebih mendominasi. Entah kenapa saat tegukan kedua, hatiku menjadi sedikit lebih ringan dan aku seperti merasa ingin meluapkan semuanya pada Kyuhyun.

“Kenapa kau pergi ke Eropa?” tanyanya lagi.

Aku meneguk habis wine yang tersisa di gelas itu dalam sekali teguk, baru kujawab pertanyaannya.

“Aku melarikan diri dari kenyataan.”

Kulihat dia mengernyitkan dahinya, bingung dengan jawabanku. Kembali ku isi gelasku dengan wine sampai penuh dan meminumnya dalam sekali tenggak.

“Tunanganku mengkhianatiku. Dia menghamili sahabatku, dan membatalkan pernikahan kami yang seharusnya terjadi bulan ini.” Ucapku. Air mata mengalir perlahan dipipiku. Kembali ku teguk wine itu sampai habis.

“Mwo? Lalu kau pergi ke Eropa untuk melupakan sakit hatimu?”

Tidak kujawab pertanyaannya, aku terus menenggak wine untuk mengurangi rasa sakit di hatiku yang kembali terasa.

“Aku sudah tidak waras Kyu! Dia sudah membuatku gila dengan cintanya, hingga saat dia pergi meninggalkanku aku merasa seperti sudah tidak lagi bernyawa. Sangat sakit Kyu, terlalu sakit, hingga rasanya aku bagaikan dikuliti hidup-hidup, lalu lukaku disiram dengan air garam.”

Aku menangis didepannya dengan tangan menggenggam botol wine. Aku sudah tidak lagi meminum dengan gelas, melainkan langsung dari botolnya.

“Aku terus mengurung diri dikamar. Tubuhku sudah bagaikan mayat hidup, kering tanpa jiwa. Lalu orang tuaku menyuruhku menenangkan diri dengan berlibur di Eropa.”

Tidak lagi kudengar pertanyaan ataupun ucapan dari Kyuhyun. Dia hanya diam mematung melihatku menangis dan terus menenggak wine miliknya. Aku terus menangis seperti orang gila. Aku memang sudah lama memendam perasaan sakit ini sendiri. Aku ingin berbagi dengan orang yang dapat mengerti kesakitanku, dan disinilah puncaknya, aku menangis di depan Kyuhyun, orang yang baru 2 minggu kukenal.

Aku luapkan segala rasa sakitku, hingga aku sudah tidak bisa lagi mengontrol diriku, bahkan sampai aku tidak bisa lagi mengingat apa yang terjadi selanjutnya

***
Aku terbangun karena terpaan sinar matahari pagi yang menyilaukan mataku. Saat ku coba menggerakan badanku, rasa sakit segera mendera kepalaku. Rasanya seperti jutaan paku menusuk kepalaku. Kepalaku pun terasa seperti bertambah berat puluhan kilo.

Aku berusaha keras untuk bangun dari tidurku dan duduk di atas tempat tidur. Kutengadahkan kepalaku dan memutarnya sedikit, berharap rasa pening ini hilang. Saat kesadaranku mulai benar-benar pulih, kuedarkan mataku ke seluruh ruangan kamar itu.

Ini bukan kamarku. Seingatku tatanan perabotan kamarku tidak seperti ini. Dimana aku? Apa yang sudah terjadi semalam? Kyuhyun… dimana dia? Bukankah semalam aku makan bersamanya?

“Annyeong, kau sudah bangun?” Kyuhyun mendekatiku lalu duduk di tepi ranjang. Dia tersenyum padaku lalu membelai pipiku.

“Kyu, ini dimana? Ini bukan kamarku, kenapa aku bisa berada disini?” Tanyaku padanya.

“Hmm.. ne, ini kamarku. Semalam aku tidak menemukan kunci kamarmu dimanapun, jadi aku bawa kau kemari.”

Kembali kuedarkan pandanganku mengelilingi sekitarku. Mataku langsung tertuju pada lantai, dimana kulihat bajuku tampak tergeletak disana. Seketika itu juga aku memandang ke arah tubuhku. Aku sudah tidak lagi memakai baju yang semalam aku kenakan. Aku memakai sebuah kaos laki-laki berawarna coklat yang terlalu besar untukku.

“Kyuhyun, bagaimana… bagaimana bisa bajuku… siapa yang mengganti bajuku?” kutatap matanya tajam. Tidak mungkin aku melakukannya dengan Kyuhyun semalam. Dia hanya menunduk tanpa mengucapkan sepatah katapun.

“Kyuhyun jawab aku! Apa yang sudah terjadi semalam?” Bentakku.

“Mianhae,,, mianhae, kita sudah tidak bisa mengontrol diri kita lagi.”

Tiba-tiba aku menjadi jijik dengan diriku sendiri. Jadi aku semalam sudah benar-benar melakukannya? Aku melakukannya dengan Kyuhyun. Aku melakukan kesalahan yang sama yang dilakukan mantan tunanganku dulu. Aniyo! Ini tidak mungkin terjadi.

---TBC---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar