Minggu, 24 Juni 2012

I WISH NEVER MEET YOU (Chapter 7)


Puji syukur, akhirnya bisa publish kelanjutan FF ini juga,,, yang sudah kangen selamat membaca ya ^^







Type                    : Multi-chapter
Author                 : Istrinya Kyuhyun
Main Cast            : Cho Kyuhyun & Lee Hyemin
Rating                   : All Ages
Theme                   : Romance


Review Last Chapter

Dua orang yang telah ditakdirkan bertemu berjalan perlahan menuju takdir yang telah mereka pilih sendiri. Tapi benarkah itu takdir yang telah digoreskan Tuhan di tangan mereka jauh sebelum mereka merasakan hembusan udara bumi?

Mereka berjalan ke dua arah yang berbeda, arah yang tak mereka tau ujungnya akan berada dimana, masihkah saling terpisah? Ataukah akan ada yang menyatukannya?

Hyemin duduk termangu di jok belakang mobil ayahnya. Ibunya sibuk berceloteh tentang keadaan yang mereka alami setelah dia pergi ke Eropa, yang hanya di dengar sepintas sekilas oleh telinganya. Raganya memang duduk didalam mobil, namun pikirannya melayang-layang, membentuk sebuah bayangan sketsa wajah laki-laki yang dulu sangat dia harapkan musnah dari hadapannya, namun sekarang sangat ia rindukan.

Begitu juga dengan Kyuhyun, duduk berdua bersama Soona di jok belakang mendengarkan sepintas sekilas kata-kata Soona tentang gaun pengantin yang akan dia pilih minggu depan, dengan tema pesta pernikahan yang dia inginkan, sedangkan pikiran Kyuhyun melayang kepada kenangan indahnya tanah Eropa dengan gadis bodoh dan polos yang selalu membuatnya tertawa.

Tanpa mereka berdua sadari, bahwa Tuhan selalu mengikatkan tali takdir pada setiap orang dengan orang lain sehingga mereka akan saling berhubungan. Rasa sakit yang dirasakan oleh ujung tali akan juga dirasakan oleh sang pangkal. Kesedihan ujung dan pangkal membuat langit seakan ikut tertunduk takjim ikut merasakannya. Kota Seoul di gantungi oleh langit hitam kelabu, hujan rintik mulai membasahi memberi kehidupan pada yang telah kering di kota itu.

Hyemin menatap keluar jendela yang berkabut. Jarinya menggores kaca hitam itu dan menuliskan kata ‘CHO KYUHYUN’ dengan hanggul. Dia menatap nanar tulisan itu dan kembali teringat ciuman Kyuhyun dibawah derasnya hujan kota London.

Kyuhyun menatap tetes air yang menerpa kaca jendela mobilnya, dan diapun mengingat tariannya dengan Hyemin di bawah hujan dihari terakhir mereka berada di kota kabut itu.

Dua raga yang terpisah tapi dengan jiwa yang saling terhubung oleh ikatan tali takdir.


***

Hyemin’s pov

“Hyemin-ah, kau ingin makan dulu atau langsung istirahat?” Kata Omma saat kami sampai di rumah kami.

“Aku ingin istirahat saja dulu Omma.” Kutarik koperku dengan lesu menaiki tangga rumahku.

“Hyemin-ah.” Panggil Appa.

“Ne?”

“Gwenchana?” Mendengar nada khawatir dalam ucapan Appa membuatku berusaha tersenyum.

“Ne Appa.”

Rasanya jarak dari lantai bawah menuju kamarku menjadi semakin jauh. Tangga yang kunaikipun rasanya menjadi lebih panjang dari biasanya.

Saat aku mencapai tempat tidurku rasanya semua tenagaku sudah terkuras habis. Rasanya sudah lama sekali aku meninggalkan kamar ini dalam keadaan kosong, walaupun semua perabotannya masih dalam posisi semula dan rapi.

Kuambil boneka beruang berwarna coklat yang bertengger di atas koperku. Kupeluk dia, dan kurasakan aroma khas menguar dari bulu-bulu halusnya. Wangi aroma tubuh Kyuhyun masih menempel disana, dan itu membuatku merasa seperti dia ada di sampingku.

Kupejamkan mataku, dan kembali kuingat raut wajahnya. Setiap sudut dan lekuk tubuhnya masih menempel erat di kepalaku. Tanganku mempererat pelukanku pada boneka cokelat itu. Air mata mulai mengalir di pipiku.

Pabo! Untuk apa kau menangis? Hapus air matamu! Aku tidak suka melihat ada wanita menangis! Ucap sebuah suara yang mirip dengan suara Kyuhyun.

Mataku seketika membuka. Aku terhenyak bangun dari posisi tidurku saat ku dengar suara itu. Kupandangi sekelilingku mencari sumber suara itu, tetapi tak ada orang lain disana kecuali diriku.

Dengan kesal kulemparkan boneka yang sedang kupeluk hingga menghantam dinding putih didepanku. Boneka itu terkulai di atas lantai keramik, matanya yang hitam menatapku dengan pandangan memelas. Kugigit bibirku agar tangisku tidak semakin menjadi dan membuat Omma dan Appa menjadi khawatir.

Aku melangkah menuju kamar mandi dan menyalakan kran air yang segera memenuhi bak mandi putih di hadapanku. Tanpa melepas pakaian, ku tenggelamkan tubuhku ke dalam air yang dingin itu sampai sebatas leherku.

Rasa basah yang dirasakan tubuhku membuat kenanganku kembali melayang ke saat Kyuhyun melempariku dengan bola salju di St. Moritz. Sosok dua buah boneka salju yang kubuat dengan inisial K dan H mengelebat di dalam kepalaku.

Semakin banyak kenangan yang melintas semakin membuat kepalaku sakit. Kutenggelamkan kepalaku kedalam air yang dingin. Bagaimana kalau aku mati saja sekarang? Hingga aku tak perlu lagi merasakan penderitaan seperti ini.  Bagaimana jika aku tak pernah keluar dari air lagi sekarang. Bagaimana jika…

Tok.. tok… tok..

Suara ketukan pintu kamarku membuatku terbangun dari posisi tenggelamku. Sedetik kemudian suara nyaring Omma terdengar.

“Hyemin-ah, ayo kita makan bersama. Omma sudah membuatkanmu makanan kesukaanmu.”

“Ne, Omma, aku sedang mandi.” Teriakku dari dalam kamar mandi.

“Ne, kami menunggumu di meja makan.”

Rasa bersalah segera menggelayuti hatiku. Orang tuaku menyuruhku pergi ke eropa untuk bersenang-senang, untuk berbahagia, untuk menghilangkan luka lamaku, bukannya membawa pulang luka baru seperti ini. Aku benar-benar berdosa pada orang tuaku.

***
Saat aku turun menuju meja makan, Omma dan Appa sudah menunggu dengan senyum tersungging di bibir mereka.

“Palli Hyemin! Appa sudah lapar. Lihat masakan Omma mu ini sudah membuat liurku menetes. Aku sudah tidak tahan jika harus menunggu lebih lama.” Ucap Appa sambil memegangi perutnya yang buncit. Aku hanya tersenyum kecil mendengarnya.

Kutarik kursi di hadapan mereka berdua dan mulai mengambil sumpit. Meja di penuhi berbagai masakan Omma yang sudah pasti sangat enak, dari mulai kimchi sampai sup gingseng yang masih mengepul hangat.

Kuambil beberapa potong bulgogi lalu meletakannya di atas mangkuk nasiku, tapi tak kusentuh lagi. pikiranku kembali melayang-layang. Tanganku sibuk memainkan sumpitku.

Yak! Kenapa bulgogi itu tidak kau makan? Kau mau menyakiti dirimu sendiri huh? Cepat kau makan atau aku akan sangat marah padamu! Kudengar kembali suara Kyuhyun di dalam telingaku.

Mendadak kuletakan sumpitku dan kuedarkan pandanganku mengelilingi ruang makan itu, tapi tak kutemukan sosok Kyuhyun, hanya ada aku dan kedua orang tuaku.

“Hyemin-ah gwenchana?” Omma tampak menatapku dengan khawatir. Aku hanya mengangguk kecil.

“Kenapa bulgogi itu tidak kau makan? Apa tidak enak?” Tanyanya lagi.

“Ah aniyo.”

“Sini  Appa suapi.” Appa menyuapiku sepotong bulgogi, yang membuat sebuah air mata menetes di pipiku. Segera kuhapus air mataku, sebelum kedua orang tuaku menyadarinya.

“Ayo makanlah yang banyak.” Kata Omma sambil meletakan berbagai macam lauk ke atas mangkuk nasiku. Perlahan kumakan semua itu, masakan Omma masih enak seperti biasanya. Lalu sebuah pertanyaan terbersit di dadaku, sedang apa Kyuhyun disana?

***
Kyuhyun’s pov

Kubuka tas ranselku dan mulai kukeluarkan seluruh isinya satu persatu. Oleh-oleh untuk Appa dan Omma kuletakan terpisah di atas tempat tidur, lalu oleh-oleh sebuah tas tangan kecil dari Louis Vitton untuk Soona kuletakan di atas kursi, terakhir adalah sebuah kotak yang berlabelkan sebuah pengrajin kaca di murano.

Perlahan kubuka kotak itu. Sebuah patung kaca terbaring disana, diantara gumpalan kecil busa yang melindunginya dari benturan. Kuambil patung itu dan mulai memandanginya. Sebentuk senyuman tersungging di wajah patung berbentuk seorang yeoja itu. Sebuah rindu segera menyergap perasaanku, senyum yang mampu membuatku tertawa, membuatku ingin melindunginya. Senyum polos yang sangat aku sukai.

Tiba-tiba pintu kamarku terbuka, dan kakak perempuanku masuk sambil menenteng sebuah bungkusan di tangannya.

“Sudah berapa kali kubilang, kalau mau masuk ketuk pintu dulu!” bentakku padanya.

“Kau ini, hanya hal sepele saja marah. Aku hanya akan mengantarkan baju yang harus kau pakai untuk acara lusa.” Ucapnya sambil meletakan bungkusan itu di atas kursi.

“Waw, ini pasti oleh-oleh untuk Soona.” Dia mengambil tas Louis Vitton dari atas kursi dan mulai memakainya di depan cerminku.

“Oleh-oleh untukku mana?”

“Ada didalam tas berwarna biru itu. Memangnya ada acara apa lusa?” Tanyaku.

“Memang Soona belum memberitahumu?” Jawab Ahra masih sambil memilah-milah bungkusan oleh-oleh.

“Ani, dia tidak memberitahuku apa-apa.”

“Appa akan mengadakan pesta besok, dia mengajak semua rekannya, dan sekaligus akan mengumumkan tentang pernikahanmu. Wah, kau membelikanku jam tangan rolex?”

“Hm.” Pesta, selalu saja mengadakan acara tanpa sepersetujuanku.

“Aku tahu, kau tidak menyukai pesta. Tapi cobalah mengerti, ini pertama kalinya untuk Appa dan Eomma menikahkan anaknya, mereka pasti ingin merayakannya secara besar-besaran.” Ucap Ahra sambil lalu, sambil terus menimang-nimang dan mengamati jam Rolexnya dengan seksama.

“Apa yang sedang kau pegang itu?” Kata Ahra mengagetkanku. Dia mendekatiku dan mengambil patung kaca Hyemin dari tanganku.

“Pasti kau beli di Murano?.” Dia tampak mengamati patung itu dengan seksama, setiap lekukan dan sudutnya dia sentuh. Aku hanya mengangguk menanggapi pertanyaannya.

“Siapa modelnya?” Pertanyaan Ahra membuatku menatapnya dengan dahi berkerut, apa maksud pertanyaannya? Mungkinkah dia tahu?

“Dari wajahnya, sepertinya modelnya bukan orang barat. Kau tahu siapa modelnya?”

“Molla, aku membelinya dari etalase toko.” Ahra menatapku sekilas dengan pandangan keraguan. Aku berpura-pura sibuk membongkar isi tasku untuk menghindari pandangan curiga Ahra.

“Aku pergi dulu. Eomma sedang sibuk memilih menu makanan untuk pesta besok, kau beristirahatlah.” Ahra menyerahkan kembali patung Hyemin padaku lalu pergi keluar dari kamarku. Aku bangkit dari posisi dudukku, lalu mengunci pintu kamarku, agar tak ada lagi orang yang bisa masuk sembarangan.

Kuletakan patung kaca itu di atas meja ku, lalu kuambil kameraku yang masih tergeletak di atas sofa. Kujatuhkan tubuhku di atas tempat tidur sambil mulai mengaktifkan kameraku dankubuka semua foto dan video yang kuambil di Eropa.

Lama kupandangi wajah Hyemin yang tampak tertawa diantara ribuan burung di Venezia. Wajahnya terlihat sangat gembira, walaupun semburat kesedihan masih sedikit terpancar di kedua matanya.

“Kami berada di san marco sekarang. Burung disini sangat banyak. Lihatlah, kami berdua seperti raja dan ratu merpati. Hahaha. Hyemin-ah ayo kau juga ikut berbicara.” Kudengar suaraku sendiri sedang berbicara di dalam video itu.

“Hmm, Ne, burungnya sangat banyak, ini sangat menyenangkan.” Ucap Hyemin terbata di dalam video itu. Wajahnya tampak beremu merah, dan pandangan matanya tertunduk, sama sekali tidak menatap ke arah kameraku.

“Kyaaaaa..” Kudengar teriakan nyaring Hyemin saat kulemparkan segenggam biji-bijian ke udara dan membuat burung-burung merpati berterbangan. Terlihat jelas sekali tawa bahagia tersungging di wajah Hyemin.

Kupeluk kameraku yang masih memutar berbagai video yang kuambil bersama Hyemin di Eropa. Kupejamkan mataku, sambil mendengarkan dengan seksama suara Hyemin yang keluar dari kameraku. Dimana kau sekarang Hyemin? Aku tak bisa lagi membohongi hatiku, kalau aku merindukanmu.

***

Hyemin’s pov

Kuambil kotak berwarna biru yang sedari kemarin masih aku geletakan di sudut mejaku. Aku memang tak ingin membukanya kemarin, aku rasa aku masih belum sanggup untuk melihat isinya. Namun kali ini kuputuskan untuk membukanya.

Perlahan kubuka kotak itu, sebuah patung kaca berbentuk seorang pria menyambutku dengan sebuah senyuman yang terpatri di wajah beningnya. Senyum yang aku rindukan. Kuambil patung itu dan kusentuh setiap lekuk tubuh dan wajahnya dengan lembut seakan pemilik wajah itu akan tersakiti jika aku menyentuhnya dengan kasar.

Setetes air mata jatuh mengalir di pipiku. Kupeluk patung itu dengan penuh kerinduan seakan Kyuhyun benar-benar ada di dalam dekapanku. Aku merindukanmu Kyuhyun. Aku mencintaimu. Kenapa Tuhan harus mempertemukan kita berdua? Kenapa Kyuhyun?

Air mataku semakin deras mengalir, seiring rasa rindu dihatiku yang semakin membengkak dan membuatku sulit untuk menghirup udara. Kucoba untuk membuka mulutku dan menghirup udara sebanyak yang aku bisa agar sedikit sesak di hatiku bisa menghilang. Tetapi nyatanya bukan udara yang bisa ku hirup, tetapi suara tangisku yang makin pecah terdengar.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu kamarku. Aku segera bangkit dan mengusap air mataku agar orang tuaku tak tahu aoa yang sedang terjadi padaku. Dengan enggan aku melangkah kea rah pintu dan membukakan pintu kamarku.

Eomma dengan senyum tersungging sudah menunggu di depan pintu kamarku. Aku mempersilahkannya masuk ke dalam kamar dan langsung duduk di atas tempat tidurku.

“Aigo! Kamarmu berantakan sekali Hyemin.” Kata Eomma saat melihat keadaan kamarku yang memang berantakan, semua bungkusan oleh-oleh berserakan di lantai.

“Aku belum sempat membersihkannya Eomma. Ada apa Eomma mencariku?” Aku duduk di atas sofa kamarku san mengambil majalah yang ada di atas meja.

“Hyemin-ah, besok Omma dan Appa akan pergi ke sebuah pesta yang diadakan oleh teman Appamu, kau mau ikut?” Ucap Omma sambil membelai kepalaku. Sejujurnya aku sangat tidak menyukai pesta, apalagi dengan keadaanku yang sedang merasakan kembali pahitnya patah hati.

“Ani Omma, aku tidak menyukai pesta.” Kujawab pertanyaan Omma sambil membaca majalah.

“Ayolah Hyemin, kau tidak pernah mau kami ajak ke pesta. Omma iri melihat teman-teman yang lain saling memamerkan anak mereka.” Kata Omma merajuk. Wajahnya terlihat sangat kecewa mendengar penolakanku.

“Omma, aku bukan barang yang bisa di pamer-pamerkan.”

“Hyemin-ah, untuk sekali ini saja, Eomma mohon padamu, kau ikut ne?” Eomma menggenggam tanganku dan menatapku dengan pandangan memohon.

“Eomma..”

“Eomma mohon. Eomma sangat ingin memperkenalkanmu dengan teman-teman Appa mu. Eomma ingin mereka tahu, bahwa Eomma memiliki anak yang sangat cantik dan baik.” Kuhembuskan nafasku dengan berat. Aku tidak tega melihat Eomma yang sangat memohon seperti itu.

“Baiklah.” Eomma langsung memekik girang, saat aku menganggukan kepalaku walaupun sebenarnya dengan sangat terpaksa.

“Kalau begitu Eomma keluar dulu. Mungkin kau masih sibuk dengan barang-barangmu.” Eomma mengecup pelan dahiku lalu keluar dari kamarku. Kembali kuhembuskan nafas dengan berat. menghadiri pesta saat keadaanku seperti ini sepertinya bukan pilihan yang bagus.

***
Eomma dan Appa berjalan berdampingan menelusuri lorong sebuah hotel berbintang lima dan meninggalkanku di belakangnya. Dengan langkah gontai kuikuti mereka berdua. Kulihat beberapa orang yang berpakaian resmi pun tampak berjalan di depan Eomma dan Appa.

Di depan pintu aula hotel kami disambut oleh seorang pria paruh baya yang menggunakan setelan jas merah. Sepintas sosoknya mirip Appa, hanya saja, rambut yang tumbuh di kepala Appa ku jauh lebih sedikit dibanding dengannya.

“Ah Tuan Lee, selamat datang. Saya sangat senang melihat anda bersedia hadir di pesta kecil saya.” Ucap Tuan Cho sambil menjabat tangan ayahku. Appa sudah menceritakan padaku di sepanjang perjalanan, bahwa Tuan Cho adalah rekan bisnis yang baru satu bulan ini bekerja sama dengannya.

“Sama-sama Tuan Cho, saya juga sangat tersanjung diundang dalam pesta anda. Ah perkenalkan ini istri dan anak saya.” Aku menjabat tangan Tuan Cho sambil berusaha tersenyum manis. Suasana gedung yang semakin hingar, sedikit membuatku tidak nyaman.

“Senang bertemu dengan anda Nyonya Cho, dan putri kalian cantik sekali. Siapa namamu nak?”

“Lee Hyemin imnida.”

“Nama yang cantik, secantik orangnya. Tunggu sebentar saya cari istri saya dulu.” Tuan Cho menatap sekeliling lalu melambaikan tangan pada seorang wanita paruh baya dan sedikit gemuk yang mengenakan gaun yang terlihat mewah.

“Ah, mari saya perkenalkan pada istri saya.” Ucap Tuan Cho saat istrinya mendekat.

“Omo! Hyeon Wi? Benarkah itu kau Hyeon Wi?” Pekik Nyonya Cho sambil menatap Omma dengan kaget.

“Ne, Aigo! Apakah kau  Hannah? Kim Hannah? Kim Hannah ku?”  Sekarang giliran eomma yang memekik kaget. Ada sebenarnya ini? Apakah mereka saling mengenal? Aku dan Appa saling pandang dengan heran saat melihat eomma dan nyonya Cho saling berpelukan seakan saling melepas rindu.

“Bagaimana kabarmu? Kau jahat sekali, tidak pernah memberiku kabar setelah pergi ke Amerika.” Nyonya Cho berkata sambil memukul pelan bahu Eomma. Eomma hanya terkekeh mendengarnya.

“Beruntungnya kita kembali di pertemukan disini.”

“Ne, ah. Dia anakmu?” Tanya Nyonya Cho sambil memandangku.

“Ne, dia anakku satu-satunya.”

“Aigo, kau cantik sekali. Bahkan ibumu kalah cantik darimu saat masih muda dulu, hahahaha.”

“Bagaimana dia bisa secantik itu, kalau tidak diturunkan dari aku, ibunya.” Protes eomma, yang membuat kami semua tertawa.

“Aku dan ibumu adalah teman sejak sekolah dasar. Tetapi dia harus pindah ke Amerika saat kami menyelesaikan sekolah menengah kami. Dan dia dengan teganya tidak pernah memberiku kabar sampai saat ini.”

“Sudah, sudah, ayo kita duduk semuanya, kasian jika tamu kita, kita biaran berdiri saja.” Kata Tuan Cho sambil mencolek bahu istrinya. Mereka membawa kami ke sebuah meja berbentuk lingkaran dengan kursi yang sudah tertata rapi di sekitarnya.

“Yeobo, sebaiknya kau tengok mereka, apakah mereka sudah siap untuk keluar.” Ucap Nyonya Cho kepada suaminya.

“Ah, ne, kalau begitu, saya permisi dahulu sebentar.” Tuan Cho pergi meninggalkan kami, dan menghilang dibalik sebuah pintu berukir indah di seberang ruangan.

“Jadi, anakmu yang akan menikah?”

“Ne, anak keduaku yang akan menikah. Dia melangkahi kakak perempuannya. Ah, itu anak pertamaku. Ahra! Kemari!” Nyonya Cho melambai kepada seorang gadis yang tingginya sepantaran denganku. Dia memakai gaun pendek berwarna pink. Walaupun potongan gaunnya sangat sederhana, tetapi terlihat sangat cocok dengannya. Wajahnya yang cantik semakin memperindah penampilannya. Namun entah mengapa wajahnya mengingatkanku kepada wajah Kyuhyun. Entah dimana letak kemiripan mereka, tetapi melihatnya seperti ini membuatku teringat pada Kyuhyun.

“Perkenalkan, ini anak pertamaku Cho Ahra.” Kata Nyonya Cho memperkenalkan putri sulungnya yang tersenyum dengan manis.

“Cho Ahra imnida.” Ucapnya memperkenalkan diri sambil menjabat tangan Appa dan Eomma.

“Wah, anakmu juga mengalahkan kecantikanmu saat muda dulu Hannah.” Gurau Eomma, yang membuat tawa kami meledak.

Aku tersenyum saat Ahra menjabat tanganku. Dahiku langsung berkerut heran, saat dia memandangiku dengan lekat tanpa membalas senyumku. Apakah ada yang salah dengan riasan wajahku? Atau, apakah dia mengenalku?

“Cheogiyo, apa ada yang salah dengan wajahku?” Tanyaku heran. Kulihat Eomma, Appa, dan Nyonya Cho juga menoleh heran.

“Ah, aniya, hanya saja sepertinya wajahmu sudah tidak asing bagiku. Sepertinya aku pernah melihat wajahmu di suatu tempat. Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?” Mendengar pertanyaanya, aku hanya bisa menggeleng heran.

“Sepertinya belum.”

“Ah, mungkin hanya perasaanku saja. Senang berkenalan dengan mu Hyemin.”

“Ahra, dimana adikmu? Apa dia belum selesai berdandan?” Tanya Nyonya Cho pada Ahra yang sudah duduk disebelahnya.

“Sudah, tetapi calon menantu Eomma yang belum selesai.”

“Ya Tuhan! Dasar anak itu. Ah ngomong-ngomong Hyemin-ah berapa usiamu? Sepertinya kau seumuran dengan Kyuhyun.” Hatiku mencelos saat Nyonya Cho mengucapkan nama itu. Kyuhyun? Bagaimana bisa dia mengenal Kyuhyun? atau… Jangan-jangan Kyuhyun adalah…

“Kyuhyun?” Gumamku lirih. Belum sempat Nyonya Cho menjawab gumamanku, Ahra sudah berkata sambil menunjuk ke arah pintu yang tadi di masuki oleh tuan Cho. Kulihat semua orang disekelilingku sudah berdiri, sehingga sedikit susah untuk melihat seperti apa anak kedua keluarga Cho.

Sesaat kemudian kulihat Tuan Cho sudah berdiri di atas panggung tinggi di depan, diikuti oleh sepasang sejoli yang tampak serasi. Tubuhku terasa lemas seketika saat melihat sejoli yang mengikuti tuan Cho. Gadis yang memakai gaun berwarna mutiara dan berwajah sangat bahagia itu memang tak aku kenal, tetapi laki-laki yang berdiri disebelahnya, yang meski tersenyum kecil, tetapi raut sedih terpancar dari wajahnya, sangat aku kenal. Bahkan mungkin lebih dari sekedar sangat aku kenal. Dia yang selalu menghantui langkahku kemanapun aku pergi. Suaranya selalu terngiang dikepalaku, bahkan siluet tubuhnya masih tercetak jelas di otakku.

Aku jatuh terduduk di atas kursi dan membuat Eomma dan Appa kaget. Tubuhku bergetar hebat, nafasku terasa sesak melihat Kyuhyun bersama dengan tunangannya di atas panggung itu. terlebih melihat sebuah cincin telah terpasang di jari manis kirinya.

“Hyemin-ah gwenchana?” Tanya Eomma khawatir.

“Ne, gwenchana, hanya saja kepalaku tiba-tiba pusing melihat semua orang disini. Aku permisi ke toilet dulu.” Dengan lemas aku berjalan menuju toilet. Lututku bergetar hebat dan jarak antara aula gedung itu dan toiet disebelahnya terasa sangat panjang.

Kucengkeram wastafel didepanku dengan kuat, berusaha menahan air mata yang ingin meledak keluar. Aku tidak ingin menangis, Tuhan tolong aku!

***
Kyuhyun’s pov

Appa berjalan perlahan dihadapanku menuju sebuah panggung yang sudah menunggu kami. Tangan Soona sudah menggelayut manja pada lenganku, dan kami berjalan mengikuti Appa. Kilau blitz kamera wartawan menghujani kami sepanjang langkah kaki kami.

“Ayolah Kyu, tersenyumlah. Kenapa akhir-akhir ini tampangmu menyedihkan seperti itu? Apa kau tak bahagia dengan pernikahan kita?” Bisik Soona pelan, sambil sedikit mencubit lenganku. Dengan sangat terpaksa aku tersenyum dan berusaha menghilangkan raut wajah sedihku.

Appa sudah tampak berpidato didepan podium, namun aku sama sekali tak mendengarkan apa yang dia ucapkan. Kuedarkan pandanganku kesemua penjuru ruangan itu. Hatiku seperti berhenti berdetak saat kulihat sebuah sosok sedang berdiri di depan pintu sambil bersandar santai. Gadis itu menggunakan tube top berwarna biru dengan garis hitam, dan rok sebatas lutut dengan potongan melebar di bawah berwarna hitam. Sebuah selendang panjang berwarna biru melingkar dileher putihnya. Rambutnya yang berwarna kecoklatan tergerai indah di bahunya. Dia tampak tersenyum padaku, lalu dia melambaikan tangannya. Tidak mungkin dia ada disini.

“Hyemin?” Gumamku lirih.

“Kyuhyun? Gwenchana? Siapa yang kau panggil tadi?” Ucapan Soona membuatku tersentak kaget, dan langsung memalingkan wajahku dari tempat Hyemin berada.

“Ah, aniya, mungkin kau salah dengar tadi.” Kataku sambil tersenyum padanya. Soona semakin mengeratkan pelukannya pada lenganku, sedangkan jantungku semakin berdetak kencang. Kutolehkan lagi kepalaku pada pintu tempat Hyemin sedang berdiri, tetapi dia sudah tidak ada lagi disana.

Kemana dia pergi? Apa mungkin dia benar-benar ada disini? ataukah ini hanya halusinasiku saja?

Kuedarkan kembali pandanganku kesekeliling ruangan itu. Kulihat Eomma dan Ahra melambai. Mereka sedang duduk dengan dua orang yang sepertinya teman Appa. Dimana dia? Kenapa bisa menghilang begitu cepatnya?

“Kau mencariku Kyuhyun?” Ucap sebuah suara di sebelahku. Aku menoleh dan melihat Hyemin sudah berada di sisiku. Dia kibaskan rambutnya lalu berjalan mendekatiku. Aku ingin sekali membuka mulutku dan berkata, bagaimana bisa dia ada disini, namun entah kenapa bibirku seakan terkunci, tak bisa terbuka.

“Kau tak perlu mencariku chagiya, karena aku akan selalu ada dihatimu.” Katanya dengan lembut. Dia mengulurkan tangannya, dan perlahan menyentuh pipiku dengan lebut. Sekejap kemudian, kurasakan kecupan lembutnya mendarat di pipiku.

“Saranghae.” Bisiknya pelan di telingaku. Kutatap lekat mata coklatnya yang memandangku dengan lembut. Dia lalu melangkah ke balik bahuku. Ku balikan badanku dan dia sudah kembali menghilang.

Apa yang sudah terjadi padaku? Kenapa bayangan dirinya terus ada? Kenapa aku tak bisa melupakannya sedikitpun? Kenapa? Kugelengkan kepalaku, berusaha mengusir semua bayangan tentang Hyemin.

Sesaat kemudian, Appa tampak mengambil sebuah gelas berisi white wine dari atas nampan yang dibawa oleh seorang pelayan. Aku dan Soona pun mengambil sebuah gelas. Kulihat semua tamu mengikuti kami dengan mengangkat gelas mereka.

Aku dan Soona saling berhadapan, sambil mengangkat gelas wine kami. Tiba-tiba kulihat Hyemin sudah berdiri di belakang Soona sambil mengangkat gelas wine miliknya dan tersenyum manis padaku.

“Untuk Cho Kyuhyun dan Park Soona.” Ucap Appa yang kemudian diikuti oleh seluruh tamu yang ada. Appa lalu meminum habis seluruh winenya dalam sekali teguk.

“Untuk kita.” Ucap Soona, lalu meneguk winenya. Kutatap siluet tubuh Hyemin dibelakang punggung Soona yang juga telah mengnagkat gelasnya untuk bersulang.

“Untuk Cho Kyuhyun dan Lee Hyemin, serta cinta kita.” Ucapnya sambil mengedipkan sebelah matanya padaku.

“Untuk cinta kita.” Kataku dengan terus menatap wajah Hyemin yang sedang meneguk winenya. Kuteguk wine dalam gelasku, lalu saat aku kembali mengarahkan pandanganku padanya, dia sudah kembali menghilang.

Ya Tuhan, kenapa Engkau memberiku fantasi-fantasi tentang dirinya yang membuat hatiku semakin sakit? Kenapa bayangan wajahnya tak bisa hilang darri ingatanku?

“Ayo kita menemui Eomma mu.” Ucapan Appa mengagetkanku, dan membuatku kembali tersadar.

Dengan langkah gontai kuikuti Appa yang berjalan menuju meja yang Eomma tempati bersama Ahra. Kulihat kursi didepan Eomma yang semula kosong sudah di tempati oleh seorang gadis. Rambutnya yang kecoklatan digelung ke atas dengan rapi, sebuah hiasan berbentuk bunga menghias rambutnya, membuatnya terlihat indah. Leher jenjangnya yang putih terlihat sangat jelas, karena tube tob yang dia kenakan. Entah mengapa melihat leher itu, aku teringat pada sosok seseorang.

“Ah, kalian sudah datang, kenalkan ini Tuan dan Nyonya Lee teman Appa dan Eomma. Serta anaknya Lee Hyemin.” Ucap Eomma menjelaskan. Jatungku terasa berhenti saat gadis berambut coklat itu membalikan badannya. Hyemin?

Dengan tertunduk Hyemin perlahan mengulurkan tangannya padaku, dan menyebutkan namanya dengan lirih. Bagaimana mungkin ada kebetulan seperti ini? Kulirik Soona yang tampaknya tak curiga dengan sikap Hyemin itu. Dia tampak antusias menyambut uluran tangan Hyemin.

Eomma menyuruhku duduk disebelahnya, yang artinya aku akan saling berhadapan dengan Hyemin. Kulihat Hyemin menatap ke arah lain, dan menghindari tatapanku. Tangannya tampak menggenggam erat tas kecilnya. Kenapa dia tampak ketakutan seperti itu?

***
Hyemin’s pov

Kenapa dia harus ada disini? Kenapa ibunya harus memanggilnya kesini beserta calon istrinya? Kucengkeram erat tas tanganku, mencoba meredakan tremor yang mendadak melanda tanganku. Tubuhku menggigil berhadapan dengannya.

Kyuhyun terus menatapku dengan tajam dan sebisa mungkin kuhindari. Kualihkan pandanganku ke arah tamu yang lain, sambil mencoba mengumpulkan kekuatanku agar aku bisa tetap ada di bawah kesadaranku.

Beberapa orang waitress datang membawa beberapa piring makan malam. Kulihat beberapa waitress pun melakukan hal yang sama di meja tamu yang lain.

“Mari kita makan semuanya.” Ucap Tuan Cho Yeong Hwa sambil mulai mengambil sumpitnya.

Kupandangi makanan di depanku dengan tidak bernafsu. Rasa laparku telah menguap seiring dengan kedatangan Kyuhyun bersama Soona.

“Hyemin-ah, gwenchana? Kenapa kau tak menyentuh makanan mu?” Ucap Eomma padaku dan membuatku terkejut.

“Kau tidak sedang berdiet untuk mengurangi berat badanmu kan? Kau tampak kurus.” Kata Kyuhyun tiba-tiba. Kata-katanya membuatku kembali teringat saat kami berada di London Eye dan kakiku terkilir, lalu dia menggendongku. Aku menatapnya sekilas lalu menggeleng.

“Aniya, aku tidak sedang berdiet.”

“Kalau begitu makanlah.”

Entah apa yang salah dengan tubuhku, begitu mendengar perintah Kyuhyun, tanganku mulai meraih sumpit di hadapanku lalu memakan makanan di depanku perlahan-lahan. Dari ekor mataku bisa kulihat senyum kecil tersungging di wajah Kyuhyun. Lagi-lagi aku kalah, bahkan di Korea pun dia selalu bisa mengendalikanku.

“Tak terasa waktu berjalan sangat cepat, dan kau sudah mau menikahkan anakmu.” Eomma membuka percakapan diantara kediaman kami, sejak perintah Kyuhyun padaku. Nyonya Cho tersenyum, lalu mulai menanggapi ucapan Eomma.

“Ne, aku juga merasa waktu semakin cepat berjalan. Dulu kulihat Kyuhyun masih suka mengompol dan menangis jika ku ambil botol susunya, tetapi lihatlah, sekarang dia sudah sebesar itu, bahkan sudah bisa memilih calon istrinya sendiri.” Mendengar ucapan Nyonya Cho, kami semua yang ada di meja itu tertawa terbahak-bahak, terutama Ahra, yang segera menceritakan kisah tentang Kyuhyun yang sangat suka mengompol saat kecil.

“Noona!” Bentak Kyuhyun pada kakak perempuannya. Wajahnya tampak memerah menahan malu. Tiba-tiba saja dia menatapku yang sedang berusaha menahan tawa ku agar tidak meledak. Melihatku menaha tawa, matanya menjadi melebar dan melotot padaku, seakan memperingatkanku agar tidak tertawa. Melihat ekspresinya itu, rasa geli di dalam tubuhku semakin tidak tertahankan, kubalas tatapan matanya dengan pandangan mengejek yang sangat aku hafal pasti akan lebih mengundang amarahnya. Untuk membantuku menahan tawa, kuteguk air dalam gelas didepanku perlahan-lahan

“Hyeon Wi –ah, apa kau masih ingat tentang janji kita dulu?” Kata Nyonya Cho pada Eomma.

“Janji? Janji apa?”

“Aigo.. Ternyata Amerika bisa benar-benar membuatmmu lupa padaku. Janji kita dulu. Kita pernah berjanji kalau kita akan saling menjodohkan anak kita, agar persahabatan kita abadi.” Mendengar ucapan Nyonya Cho, air yang sedang aku telan tiba-tiba saja kembali ke atas dan membuatku tersedak.

“Uhuk uhuk uhuk.”

“Ya ampun Kyuhyun, Hyemin, bagaimana bisa kalian tersedak dalam waktu bersamaan?” Kulirik Kyuhyun yang sedang duduk di depanku pun sepertinya kaget dan tersedak mendengar ucapan Nyonya Cho. Takdir memang aneh, aku dan Kyuhyun yang sudah di jodohkan bahkan sebelum kami lahir, akhirnya benar-benar bertemu tanpa sepengetahuan kedua orang tua kami.

“Mungkin kalau kau masih menghubungiku walau di Amerika sana, Kyuhyun pasti sudah aku jodohkan dengan Hyemin.”

“Eomma!” Ahra memotong ucapan Nyonya Cho sambil melirik ke arah Soona yang tampak terdiam kelu. Nyonya Cho tampak mengerti maksud Ahra dan segera menyudahi obrolan tentang perjodohan kami, demi menghargai perasaan Soona.

“Ah iya, Hyemin baru saja kembali dari Eropa 3 hari yang lalu.” Kata Eomma mencoba mengalihkan pembicaraan dengan topik lain. Namun menurutku eomma sangat salah memilih topik, karena pasti Nyonya Cho akan mengatakan hal yang sama tentang Kyuhyun.

“Jinja? Kyuhyun juga baru saja kembali dari Eropa 3 hari yang lalu. Wah sangat kebetulan.” Sesuai dengan perkiraanku, reaksi Nyonya Cho pasti akan seperti itu.

“Hyemin-ah, apakah kau pernah bertemu dengan Kyuhyun disana?” Tanya Eomma padaku. Aku bingung harus menjawab apa. Kulirik Kyuhyun yang berada di seberangku dan sedang menatapku dan Eomma.

“Eropa itu sangat luas Ahjuma, kecil kemungkinan 2 orang seperti kami ini bertemu tanpa janji. Lagipula seingat saya, saya tidak pernah bertemu dengan Hyemin.” Ucap Kyuhyun menjelaskan sambil sekilas menatapku yang tertunduk berusaha menghindar dari pandangan mata Kyuhyun.

Jadi dia mengelak pernah bertemu denganku. Bisa kupahami itu, dia tak ingin pernikahannya hancur hanya karena dia pernah berlibur bersama denganku selama satu bulan. Aku yakin Soona pasti akan sangat marah jika mengetahuinya, aku bisa memakluminya. Tetapi… kenapa hatiku sakit mendengar pengelakaannya? Apakah karena itu artinya dia tidak menyukaiku? Aigo! Hyemin sadarlah! Berhenti berharap pada Kyuhyun!

“Ah benar, tidak mungkin ada kebetulan seperti itu.” Ucap Nyonya Cho dengan sedikit nada sedih terpancar dari kata-katanya.

Tidak ahjuma, kebetulan seperti itu sudah terjadi. Batinku sedih.

Atmosfir ketegangan antara aku dan Kyuhyun semakin meningkat, terlebih setelah tak ada lagi pembicaraan terjadi di antara kami, sampai tuan Cho menuangkan wine untuk kami semua. Sekarang aku tahu dari mana Kyuhyun mendapatkan hobi menenggak winenya itu.

“Mari kita bersulang.” Ucap Tuan Cho. Aku meminum wine dalam gelasku dalam sekali teguk.

“Hyemin-ssi, sepertinya anda sering meminum wine.” Tanya Kyuhyun dalam bahasa formal, yang sesungguhnya membuatku tidak nyaman. Aku menatapnya dengan dahi berkerut, kenapa dia bertanya seperti itu?

“Ne Hyemin, sekarang kau sudah tidak tersedak lagi jika meminum wine. Seingat Eomma kau sangat tidak menyukai wine.”

Aku semakin bingung harus menjawab apa. Posisiku sudah tersudut sekarang.

“Ne, seorang temanku mengajariku cara meminum wine yang baik dan benar.” Jawabku sambil sekilas menatap Kyuhyun.

Eomma hanya mengangguk menanggapi jawabanku. Mereka lalu terlibat percakapan yang lebih serius tentang kerjasama Appa dan Tuan Cho. Aku hanya bisa terdiam mendengarkan sampai akhirnya pesta selesai.

Saat terakhir aku menjabat tangan Kyuhyun, kurasakan tangannya menggenggam tanganku dengan sangat erat. Sejujurnya aku tak ingin melepaskan genggaman tangannya. Sejujurnya aku sangat ingin menariknya pergi dari tempat itu, tapi apa yang bisa ku lakukan? Tidak ada!

Sepanjang jalan aku terus terdiam. Bayangan tubuh Kyuhyun dengan setelan putihnya dan dengan sebuah cincin di jari manisnya terus terbayang diwajahku. Bagaimana Soona menggandeng tangannya dengan sangat mesra, cara Kyuhyun menatap Soona dengan penuh cinta, itu semua membuat hatiku dilanda rasa sakit yang dahsyat. Rasanya jauh lebih sakit daripada saat aku berpisah dengannya di bandara kemarin lusa.

Aku cemburu Kyuhyun, hatiku sakit melihatmu dengannya.

***
Mala mini aku tak bisa memjamkan mataku. Bayangan Kyuhyun semakin jelas terlihat setiap aku mencoba untuk memejamkan mataku. Suaranya selalu terdengar saat aku mencoba untuk terlelap.

Aku duduk diatas tempat tidurku, setelah gagal mencoba untuk tidur. Kututupi wajahku dengan telapak tanganku. Tiba-tiba sebuah suara kembali terdengar mengaung di telingaku.

Kenapa kau mencintaiku Hyemin? Kau tak berhak mencntaiku! Aku sudah memiliki Soona!

Aku tersentak dan kembali menatap sekeliling kamarku yang tampak gelap.

“Aku mohon Kyuhyun, jangan kau siksa aku seperti ini? Jangan ka uterus baying-bayangi hidupku, ku mohon.” Rintihku di dalam kegelapan.

Kau tak boleh mencintaiku Hyemin. Aku tak pernah mencintaimu. Semua ini kesalahanmu! Kesalahanmu lah kau bisa mencintaiku!

“Diam! Aku tak ingin mendengar suaramu lagi! Diam!” aku bangkit dari tempat tidurku dan berlari keluar kamarku, bahkan sampai keluar rumahku. Beruntung penjaga rumahku tak ada di depan pintu gerbang, hingga aku bisa dengan mudah keluar dari rumah.

Aku berlari dan berlari semampu kakiku ini bisa melangkah. Hujan yang membasahi tubuhku tak kuhiraukan. Dingin yang menyelimuti tak bisa lagi dirasakan oleh otakku. Sungguh semuanya sudah berada di luar kendali, bahkan aku tak tahu kemana aku akan pergi. Yang aku ingin hanya pergi sejauh mungkin kemanapun asalkan aku bisa membuang semua memori yang ada di kepalaku. Membuang semua suara-suaranya yang selalu bergaung di telingaku. Menghapus semua bayangan wajahnya yang terpatri di ingatanku.

Kakiku terus berlari membawaku menuju bandara Incheon. Namun entah kenapa lobi bandara ini sangat sepi, tak seramai biasanya. Tak kulihat ada seorangpun diisini, kecuali seorang pria yang sedang berdiri kaku memandang nanar papan jadwal penerbangan.

“Kyuhyun?” Ucapku pelan namun mampu membuatnya menoleh. Dia menatap kaget padaku lalu tersenyum kecil, senyum yang sangat di paksakan. Mau kemana dia? Mungkinkah dia akan pergi ke luar negeri? Tetapi tak kulihat dia membawa tas ataupun barang yang lain.

Entah kenapa melihatnya membuatku menjadi sangat marah. Aku sudah sangat ingin melampiaskan seluruh amarah yang telah terpendam selama ini, rasa sakit saat aku tak bisa menyalahkan siapapun atas perasaan yang sedang aku rasakan.

“Kenapa kau ada disini Kyuhyun? Mau kemana kau? Mau kembali berlibur?” Tanyaku dengan nada menyindir yang sangat tajam. Kulihat dia hanya mengela nafas dengan berat, wajahnya sudah berpaling ke arah lain, tak lagi menatapku.

“Kenapa kau hanya diam saja? Kenapa kau ada disini Kyu, sedangkan pernikahanmu tinggal seminggu lagi. Wae Kyuhyun? Wae?” Masih tetap tidak ada reaksi darinya, dia terus memalingkan wajahnya dariku. Lalu perlahan kudekati dia.

“Kenapa kau tak menjawabku? Kau benar-benar tidak bahagia? Apa yang selama ini kau khawatirkan terjadi? Kau sudah tidak mencintai tunanganmu lagi?” Aku terus mendekat padanya sambil terus menatap tajam kedua matanya yang berusaha menghindari tatapanku. Dia mendecakan lidahnya, dan ekspresi wajahnya mulai berubah marah.
“Wae Kyuhyun? Jawab aku!” Kataku dengan nada yang lebih keras dari sebelumnya.

“Molla.” Dia menatapku sekilas lalu berbalik hendak meninggalkanku. Kuraih lengan jaketnya untuk menghentikannya, namun dia tepis dengan kasar.

“Jawab pertanyaanku Kyuhyun! Katakan semuanya padaku! Tell me Kyuhyun! I wanna know! TELL ME!” Bentakku padanya. Suaraku menggelegar, menggema ke seluruh penjuru lobi bandara itu. Suasananya yang sepi membuatku suaraku menjadi jauh lebih keras terdengar.

Kyuhyun berbalik lalu menatapku dengan tajam. Raut wajahnya terlihat sangat marah, ekspresi wajah yang sama seperti yang kulihat di stasiun Paris. Nafasnya memburu seakan menahan amarah yang ada di dalam dirinya.

“Kau ingin tahu kenapa aku berada disini? Benar-benar ingin tahu? Sebelumnya aku akan menanyakan hal yang sama denganmu, kenapa kau ada disini?” Tanyanya dengan suara keras dan terdengar frustasi. Aku hanya bisa terdiam mendengar pertanyaannya, aku tak bisa menjawabnya, aku tak bisa mengatakan padanya bahwa aku mencintainya, bahwa aku terus teringat padanya setiap detik, setiap menit.

“Kenapa kau tak menjawab? Sepertinya alasan kita berada disini sama Hyemin. Aku selalu teringat akan sebuah senyuman. Sebentuk wajah selalu terbayang dalam ingatanku, sejak sebulan yang lalu sampai sekarang. Suaranya selalu terngiang di telingaku. Aku selalu teringat semua yang ada di wajahmu!” Ucapnya sambil menekan pipiku dengan ujung jarinya. Kutepis jarinya dan aku melangkah mundur berusaha menjauhinya, tetapi dia terus mendekat padaku. Aku sudah tak berani memandang matanya yang berkilat dengan tajam dan penuh amarah.

“Mungkinkah itu sudah menjawab pertanyaanmu tadi? Maybe yes, maybe no!” Kupalingkan wajahku dari tatapannya dan terus berusaha menjauhinya. Mulutku terkunci rapat, aku tak tahu apa yang harus aku katakana, dia tak pernah memberiku jeda untuk bicara.

“Kau tahu bagaimana menderitanya aku Hyemin. Aku tak bisa berkata pada siapapun tetang apa yang kurasakan! Aku tak bisa bicara pada siapapun bahwa aku terus mendengar suaramu dimanapun aku berada! Aku terus berfantasi melihat wajahmu di setiap sudut tempat!” Aku menatap wajahnya dengan terkejut saat mendengar ucapannya. Jadi dia merasakan hal yang sama denganku.

“Kyu?” Desisku sambil menatap wajahnya dengan sedih.

“Kau tahu bagaimana menderitanya aku selama ini? Aku seorang pria yang akan menikah Hyemin! Tetapi aku terus terbayang wajah wanita lain!” Bentaknya padaku. Aku hanya bisa menunduk untuk menyembunyikan air mataku yang telah mengalir.

“Sekarang aku yang akan bertanya padamu!” Dia mencengkeram lenganku hingga membuatku meringis kesakitan. Dia terus menatap tajam mataku, seperti hendak mengoyaknya, dan itu membuatku takut.

“Kenapa aku bisa terus bersamamu di Eropa? Kenapa aku mau mengikuti kemanapun kau pergi, bahkan saat aku bisa saja meninggalkanmu di suatu negara dan pergi ke negara lain? Kenapa aku rela terjun ke dalam danau demi mendapatkan koin untukmu sedangkan aku tahu bahwa cuaca sangat dingin? Kenapa aku mau bersusah payah membawakanmu boneka? Kenapa hatiku terasa sakit saat kulihat air mata mengalir di wajahmu? Kenapa Hyemin? Apa kau tahu kenapa?”

Aku sentakan lenganku hingga genggaman Kyuhyun padaku terlepas, tetapi tetap saja aku tak mengatakan sepatah katapun.

“Kenapa kau tak menjawabku? Apa kau tak tahu jawabannya? Kenapa Hyemin? Jawab aku?”

Aku sudah tak tahan lagi. Air mata sudah mengalir di pipiku. Aku tidak ingin mendengar kata-katanya lagi. Aku takut kecewa untuk kesekian kalinya lagi. Aku takut.

“Sepertinya aku tahu jawabannya Hyemin. Kau ingin aku memberitahumu atau kau yang akan memberitahukannya padaku?” Ucapnya penuh dengan nada sindiran yang membuat hatiku sakit. Kubalikan badanku hendak meninggalkannya. Aku sudah tak tahan lagi mendengar semua ucapannya, aku sudah tak tahan lagi.

“AKU MENCINTAIMU HYEMIN!! Dan kaupun begitu.” Teriak Kyuhyun yang sontak membuat langkahku berhenti. Di dalam dadaku terasa seperti ada yang menghujam dengan dalam dan membuat nafasku terasa sesak.

Kami saling terdiam cukup lama. Hanya desahan nafas memburu kami yang terdengar. Udara dingin menyelimuti kami berdua, seakan-akan waktu turut berhenti berjalan, dan memberi kesempatan pada kami untuk besama.

Apa yang sekarang harus aku lakukan? Berbalik lalu berlari memeluknya? Ataukah aku harus pergi meninggalkannya? Apa yang harus aku lakukan?

Suara sol sepatu Kyuhyun terdengar menjauh memecahkan kesunyian diantara kami, dia pegi meninggalkanku. Tak ada yang bisa kulakukan lagi sekarang, selain menangis, meratapi nasib burukku yang harus kembali tersakiti oleh cinta.

Dari balik kaca lobi, kulihat mobil Kyuhyun melaju dengan kecepatan tinggi. Lampunya yang bersinar terang membelah gelapnya malam, lalu menghilang, meninggalkan pekatnya kegelapan dan kesunyian untukku.

Aku duduk di salah satu bangku di ruang tunggu dengan lemas, serasa seluruh tenagaku sudah terkuras habis. Kutengadahkan kepalaku bersandar pada sandaran bangku. Kupejamkan mataku, mencoba melupakan apa yang baru saja terjadi. Namun semakin keras aku mencoba untuk melupakan, semakin sakit kurasa hatiku.

***

Kyuhyun’s pov

Kuhentikan laju mobilku, tepat di tepi danau yang tampak menghitam di dalam gelapnya malam. Kabut tipis bergerak berarak di atas permukaannya, menyerupai selimut tipis yang dingin. Aku keluar dari mobilku lalu bersandar pada kap mobilku sambil memandangi kesunyian danau itu.

Kupejamkan mataku dan kembali mengingat ucapanku kepada Hyemin tadi. Kepedihan dan air matanya membuat hatiku sakit. Mungkin aku memang pria brengsek yang hanya bisa mempermainkan hati wanita. Tetapi aku tak pernah sekalipun berniat untuk membuat dia jatuhcinta padaku, begitu juga sebaliknya, aku tak pernah berencana untuk jatuh cinta pada wanita lain, saat aku sudah memiliki seorang tunangan. Siapa yang salah Tuhan? SIAPA?

Dengan kesal kraih sebutir kerikil di dekat kakiku, lalu kulemparkan ke tengah danau. Suara nyaring terdengar saat kerikilku mulai tenggelam ke dalam air danau yang dingin itu. Riak-riak segera terbentuk, merusak kehalusan permukaannya yang seperti cermin kegelapan.

“Aaaaaaarrgghh!!” Teriakanku menggema keseluruh penjuru. Kuraup kembali beberapa butir kerikil lalu dengan penuh amarah kulemparkan ke dalam danau.

Derai suara percikan air memecahkan kesunyian malam itu. Aku jatuh tertunduk dan menangis. Baru kali ini kurasakan hatiku sakit sedemikian hebatnya.

***
Soona’s pov

Kulangkahkan kakiku memasuki teras rumah keluarga Cho. Kubuka pintu utama yang langsung membawaku ke dalam ruang tamu yang luas. Seorang pelayan mendatangiku dan memberi salam, diikuti oleh Ahra eonni di belakangnya.

“Ah Soona, ada apa malam-malam seperti ini kemari? apakah ada hubungannya dengan pesta tadi?” Tanyanya.

“Aniyo Eonni, hanya tadi Kyuhyun oppa menghubungiku dan menyuruhku mengambil oleh-olehnya untukku. Kebetulan besok aku tak sempat mengambilnya, dan Kyuhyu oppa pun sepertinya tak bisa mengantarkannya untukku, jadi kuputuskan mala mini saja mengambilnya.” Jelasku padanya.

“Kalau begitu kau langsung saja masuk ke kamarnya. Setahuku dia membelikanmu sebuah tas tangan Louis Vitton. Dia pasti tak akan marah kalau kau memasuki kamarnya.” Aku mengagguk mendengar ucapannya.

Kamar Kyuhyun berada di lantai dua, hingga aku harus menaiki tangga terlebih dahulu. Tak kulihat keberadaan Tuan dan Nyonya Cho, mungkin mereka sudah tertidur. Bahkan tak kulihat ada Kyuhyun oppa dirumah, mungkinkah dia sedang pergi? Tetapi kemana? Dan kenapa dia tak memberitahuku sebelumnya? Akhir-akhir ini dia semakin berubah dingin terhadapku. Entah apa yang terjadi dengannya?

Kamar Kyuhyun oppa tampak gelap saat aku memasukinya. Saat kunyalakan lampunya, pandanganku langsung tertuju pada sebuah kantong berlabel Louis Vitton yang tergeletak di atas meja, berdampingan dengan kamera dan sebuah patung kaca berbentuk tubuh seorang perempuan miliknya. Pasti itu hadiah untukku. Kuambil bungkusan itu sambil kuamati patung kaca milik Kyuhyun oppa. Bentuknya sangat bagus, pasti sangat mahal harganya. Namun entah kenapa wajah patung itu tampak tak asing untukku.

Kuambil pula kamera miliknya, yang tergeletak di samping patung itu. Kamera itu tampak mati, sehingga harus aku nyalakan terlebih dahulu. Hatiku mencelos saat kubuka file fotonya di dalam kamera itu. Ada banyak sekali foto seorang wanita. Dari latar fotonya bisa kutebak, foto ini diambil di Eropa. Tetapi… bukankah wanita itu Hyemin? Hyemin yang tadi diperkenalkan di pesta? Dan.. Tunggu.. wajah ini.. wajah ini juga yang ada di patung kaca itu!

Kuambil patung kaca itu dan mengamatinya dengan lebih seksama. Betul! Wanita ini Hyemin! Kubalikan patung itu dan kulihat sebuah tulisan terukir di dasarnya, Hangeul bertuliskan Lee Hyemin. Tetapi bagaimana bisa? Apakah mereka bertemu di Eropa? Apakah mereka bersama selama ini? Tetapi kenapa mereka seakan tidak saling kenal saat di pesta? Kenapa? Apa yang sebenarnya mereka sembunyikan?

Berbagai pertanyaan berkecamuk di dalam hati dan pikiranku. Perasaanku mendadak menjadi tak menentu, sesuatu telah terjadi tanpa sepengetahuanku.

~TBC~

4 komentar:

  1. nah loh Soona tau...
    kirainpas td Hyemin liat kyu d bandara tuh halusinasi jga, ternyata beneran..
    duh jd kyu cintanya ma sapa dong ??? hyemin apa soona.. hyemin aja yah..yah,, thor...

    BalasHapus
  2. Kyuhyun cintanya sama saya, hahhahahah....

    tunggu next part ya chingu, terima kasih sudah mampir ^^

    hehehe

    BalasHapus
  3. feelnya dapet banget chingu :)
    deg-degkan bacanya ^^
    next partnya jangan lama-lama ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. ne, gomawo chingu sudah mau ngebaca FF absurb saya, hehehhe. iya ditunggu saja ne.. ^^

      Hapus