Type : Multi-chapter
Author
: Istrinya Kyuhyun
Main Cast : Cho Kyuhyun & Lee Hyemin
Rating
: All Ages
Theme
: Romance
Review
Last Chapter
Dua
orang yang telah ditakdirkan bertemu berjalan perlahan menuju takdir yang telah
mereka pilih sendiri. Tapi benarkah itu takdir yang telah digoreskan Tuhan di
tangan mereka jauh sebelum mereka merasakan hembusan udara bumi?
Mereka
berjalan ke dua arah yang berbeda, arah yang tak mereka tau ujungnya akan
berada dimana, masihkah saling terpisah? Ataukah akan ada yang menyatukannya?
Hyemin
duduk termangu di jok belakang mobil ayahnya. Ibunya sibuk berceloteh tentang
keadaan yang mereka alami setelah dia pergi ke Eropa, yang hanya di dengar
sepintas sekilas oleh telinganya. Raganya memang duduk didalam mobil, namun
pikirannya melayang-layang, membentuk sebuah bayangan sketsa wajah laki-laki
yang dulu sangat dia harapkan musnah dari hadapannya, namun sekarang sangat ia
rindukan.
Begitu
juga dengan Kyuhyun, duduk berdua bersama Soona di jok belakang mendengarkan
sepintas sekilas kata-kata Soona tentang gaun pengantin yang akan dia pilih
minggu depan, dengan tema pesta pernikahan yang dia inginkan, sedangkan pikiran
Kyuhyun melayang kepada kenangan indahnya tanah Eropa dengan gadis bodoh dan
polos yang selalu membuatnya tertawa.
Tanpa
mereka berdua sadari, bahwa Tuhan selalu mengikatkan tali takdir pada setiap
orang dengan orang lain sehingga mereka akan saling berhubungan. Rasa sakit
yang dirasakan oleh ujung tali akan juga dirasakan oleh sang pangkal. Kesedihan
ujung dan pangkal membuat langit seakan ikut tertunduk takjim ikut
merasakannya. Kota Seoul di gantungi oleh langit hitam kelabu, hujan rintik
mulai membasahi memberi kehidupan pada yang telah kering di kota itu.
Hyemin
menatap keluar jendela yang berkabut. Jarinya menggores kaca hitam itu dan
menuliskan kata ‘CHO KYUHYUN’ dengan hanggul. Dia menatap nanar tulisan itu dan
kembali teringat ciuman Kyuhyun dibawah derasnya hujan kota London.
Kyuhyun
menatap tetes air yang menerpa kaca jendela mobilnya, dan diapun mengingat
tariannya dengan Hyemin di bawah hujan dihari terakhir mereka berada di kota
kabut itu.
Dua
raga yang terpisah tapi dengan jiwa yang saling terhubung oleh ikatan tali
takdir.
***
Hyemin’s
pov
“Hyemin-ah,
kau ingin makan dulu atau langsung istirahat?” Kata Omma saat kami sampai di
rumah kami.
“Aku
ingin istirahat saja dulu Omma.” Kutarik koperku dengan lesu menaiki tangga
rumahku.
“Hyemin-ah.”
Panggil Appa.
“Ne?”
“Gwenchana?”
Mendengar nada khawatir dalam ucapan Appa membuatku berusaha tersenyum.
“Ne
Appa.”
Rasanya
jarak dari lantai bawah menuju kamarku menjadi semakin jauh. Tangga yang
kunaikipun rasanya menjadi lebih panjang dari biasanya.
Saat
aku mencapai tempat tidurku rasanya semua tenagaku sudah terkuras habis.
Rasanya sudah lama sekali aku meninggalkan kamar ini dalam keadaan kosong,
walaupun semua perabotannya masih dalam posisi semula dan rapi.
Kuambil
boneka beruang berwarna coklat yang bertengger di atas koperku. Kupeluk dia,
dan kurasakan aroma khas menguar dari bulu-bulu halusnya. Wangi aroma tubuh Kyuhyun
masih menempel disana, dan itu membuatku merasa seperti dia ada di sampingku.
Kupejamkan
mataku, dan kembali kuingat raut wajahnya. Setiap sudut dan lekuk tubuhnya
masih menempel erat di kepalaku. Tanganku mempererat pelukanku pada boneka cokelat
itu. Air mata mulai mengalir di pipiku.
Pabo! Untuk apa kau menangis? Hapus
air matamu! Aku tidak suka melihat ada wanita menangis!
Ucap sebuah suara yang mirip dengan suara Kyuhyun.
Mataku
seketika membuka. Aku terhenyak bangun dari posisi tidurku saat ku dengar suara
itu. Kupandangi sekelilingku mencari sumber suara itu, tetapi tak ada orang
lain disana kecuali diriku.
Dengan
kesal kulemparkan boneka yang sedang kupeluk hingga menghantam dinding putih
didepanku. Boneka itu terkulai di atas lantai keramik, matanya yang hitam
menatapku dengan pandangan memelas. Kugigit bibirku agar tangisku tidak semakin
menjadi dan membuat Omma dan Appa menjadi khawatir.
Aku
melangkah menuju kamar mandi dan menyalakan kran air yang segera memenuhi bak
mandi putih di hadapanku. Tanpa melepas pakaian, ku tenggelamkan tubuhku ke
dalam air yang dingin itu sampai sebatas leherku.
Rasa
basah yang dirasakan tubuhku membuat kenanganku kembali melayang ke saat
Kyuhyun melempariku dengan bola salju di St.
Moritz. Sosok dua buah boneka salju yang kubuat dengan inisial K dan H
mengelebat di dalam kepalaku.
Semakin
banyak kenangan yang melintas semakin membuat kepalaku sakit. Kutenggelamkan
kepalaku kedalam air yang dingin. Bagaimana kalau aku mati saja sekarang?
Hingga aku tak perlu lagi merasakan penderitaan seperti ini. Bagaimana jika aku tak pernah keluar dari air
lagi sekarang. Bagaimana jika…
Tok..
tok… tok..
Suara
ketukan pintu kamarku membuatku terbangun dari posisi tenggelamku. Sedetik
kemudian suara nyaring Omma terdengar.
“Hyemin-ah,
ayo kita makan bersama. Omma sudah membuatkanmu makanan kesukaanmu.”
“Ne,
Omma, aku sedang mandi.” Teriakku dari dalam kamar mandi.
“Ne,
kami menunggumu di meja makan.”
Rasa
bersalah segera menggelayuti hatiku. Orang tuaku menyuruhku pergi ke eropa
untuk bersenang-senang, untuk berbahagia, untuk menghilangkan luka lamaku,
bukannya membawa pulang luka baru seperti ini. Aku benar-benar berdosa pada
orang tuaku.
***
Saat
aku turun menuju meja makan, Omma dan Appa sudah menunggu dengan senyum tersungging
di bibir mereka.
“Palli
Hyemin! Appa sudah lapar. Lihat masakan Omma mu ini sudah membuat liurku
menetes. Aku sudah tidak tahan jika harus menunggu lebih lama.” Ucap Appa
sambil memegangi perutnya yang buncit. Aku hanya tersenyum kecil mendengarnya.
Kutarik
kursi di hadapan mereka berdua dan mulai mengambil sumpit. Meja di penuhi
berbagai masakan Omma yang sudah pasti sangat enak, dari mulai kimchi sampai
sup gingseng yang masih mengepul hangat.
Kuambil
beberapa potong bulgogi lalu meletakannya di atas mangkuk nasiku, tapi tak
kusentuh lagi. pikiranku kembali melayang-layang. Tanganku sibuk memainkan
sumpitku.
Yak! Kenapa bulgogi itu tidak kau
makan? Kau mau menyakiti dirimu sendiri huh? Cepat kau makan atau aku akan
sangat marah padamu! Kudengar kembali suara Kyuhyun di dalam
telingaku.
Mendadak
kuletakan sumpitku dan kuedarkan pandanganku mengelilingi ruang makan itu, tapi
tak kutemukan sosok Kyuhyun, hanya ada aku dan kedua orang tuaku.
“Hyemin-ah
gwenchana?” Omma tampak menatapku dengan khawatir. Aku hanya mengangguk kecil.
“Kenapa
bulgogi itu tidak kau makan? Apa tidak enak?” Tanyanya lagi.
“Ah
aniyo.”
“Sini
Appa suapi.” Appa menyuapiku sepotong
bulgogi, yang membuat sebuah air mata menetes di pipiku. Segera kuhapus air
mataku, sebelum kedua orang tuaku menyadarinya.
“Ayo
makanlah yang banyak.” Kata Omma sambil meletakan berbagai macam lauk ke atas
mangkuk nasiku. Perlahan kumakan semua itu, masakan Omma masih enak seperti
biasanya. Lalu sebuah pertanyaan terbersit di dadaku, sedang apa Kyuhyun
disana?
***
Kyuhyun’s
pov
Kubuka
tas ranselku dan mulai kukeluarkan seluruh isinya satu persatu. Oleh-oleh untuk
Appa dan Omma kuletakan terpisah di atas tempat tidur, lalu oleh-oleh sebuah
tas tangan kecil dari Louis Vitton untuk Soona kuletakan di atas kursi,
terakhir adalah sebuah kotak yang berlabelkan sebuah pengrajin kaca di murano.
Perlahan
kubuka kotak itu. Sebuah patung kaca terbaring disana, diantara gumpalan kecil
busa yang melindunginya dari benturan. Kuambil patung itu dan mulai memandanginya.
Sebentuk senyuman tersungging di wajah patung berbentuk seorang yeoja itu.
Sebuah rindu segera menyergap perasaanku, senyum yang mampu membuatku tertawa,
membuatku ingin melindunginya. Senyum polos yang sangat aku sukai.
Tiba-tiba
pintu kamarku terbuka, dan kakak perempuanku masuk sambil menenteng sebuah
bungkusan di tangannya.
“Sudah
berapa kali kubilang, kalau mau masuk ketuk pintu dulu!” bentakku padanya.
“Kau
ini, hanya hal sepele saja marah. Aku hanya akan mengantarkan baju yang harus
kau pakai untuk acara lusa.” Ucapnya sambil meletakan bungkusan itu di atas
kursi.
“Waw,
ini pasti oleh-oleh untuk Soona.” Dia mengambil tas Louis Vitton dari atas
kursi dan mulai memakainya di depan cerminku.
“Oleh-oleh
untukku mana?”
“Ada
didalam tas berwarna biru itu. Memangnya ada acara apa lusa?” Tanyaku.
“Memang
Soona belum memberitahumu?” Jawab Ahra masih sambil memilah-milah bungkusan
oleh-oleh.
“Ani,
dia tidak memberitahuku apa-apa.”
“Appa
akan mengadakan pesta besok, dia mengajak semua rekannya, dan sekaligus akan mengumumkan
tentang pernikahanmu. Wah, kau membelikanku jam tangan rolex?”
“Hm.”
Pesta, selalu saja mengadakan acara tanpa sepersetujuanku.
“Aku
tahu, kau tidak menyukai pesta. Tapi cobalah mengerti, ini pertama kalinya
untuk Appa dan Eomma menikahkan anaknya, mereka pasti ingin merayakannya secara
besar-besaran.” Ucap Ahra sambil lalu, sambil terus menimang-nimang dan
mengamati jam Rolexnya dengan seksama.
“Apa
yang sedang kau pegang itu?” Kata Ahra mengagetkanku. Dia mendekatiku dan
mengambil patung kaca Hyemin dari tanganku.
“Pasti
kau beli di Murano?.” Dia tampak mengamati patung itu dengan seksama, setiap
lekukan dan sudutnya dia sentuh. Aku hanya mengangguk menanggapi pertanyaannya.
“Siapa
modelnya?” Pertanyaan Ahra membuatku menatapnya dengan dahi berkerut, apa
maksud pertanyaannya? Mungkinkah dia tahu?
“Dari
wajahnya, sepertinya modelnya bukan orang barat. Kau tahu siapa modelnya?”
“Molla,
aku membelinya dari etalase toko.” Ahra menatapku sekilas dengan pandangan
keraguan. Aku berpura-pura sibuk membongkar isi tasku untuk menghindari pandangan
curiga Ahra.
“Aku
pergi dulu. Eomma sedang sibuk memilih menu makanan untuk pesta besok, kau
beristirahatlah.” Ahra menyerahkan kembali patung Hyemin padaku lalu pergi
keluar dari kamarku. Aku bangkit dari posisi dudukku, lalu mengunci pintu
kamarku, agar tak ada lagi orang yang bisa masuk sembarangan.
Kuletakan
patung kaca itu di atas meja ku, lalu kuambil kameraku yang masih tergeletak di
atas sofa. Kujatuhkan tubuhku di atas tempat tidur sambil mulai mengaktifkan
kameraku dankubuka semua foto dan video yang kuambil di Eropa.
Lama
kupandangi wajah Hyemin yang tampak tertawa diantara ribuan burung di Venezia.
Wajahnya terlihat sangat gembira, walaupun semburat kesedihan masih sedikit
terpancar di kedua matanya.
“Kami berada di san marco sekarang.
Burung disini sangat banyak. Lihatlah, kami berdua seperti raja dan ratu
merpati. Hahaha. Hyemin-ah ayo kau juga ikut berbicara.”
Kudengar suaraku sendiri sedang berbicara di dalam video itu.
“Hmm, Ne, burungnya sangat banyak,
ini sangat menyenangkan.” Ucap Hyemin terbata di dalam video
itu. Wajahnya tampak beremu merah, dan pandangan matanya tertunduk, sama sekali
tidak menatap ke arah kameraku.
“Kyaaaaa..”
Kudengar teriakan nyaring Hyemin saat kulemparkan segenggam biji-bijian ke
udara dan membuat burung-burung merpati berterbangan. Terlihat jelas sekali
tawa bahagia tersungging di wajah Hyemin.
Kupeluk
kameraku yang masih memutar berbagai video yang kuambil bersama Hyemin di
Eropa. Kupejamkan mataku, sambil mendengarkan dengan seksama suara Hyemin yang
keluar dari kameraku. Dimana kau sekarang Hyemin? Aku tak bisa lagi membohongi
hatiku, kalau aku merindukanmu.
***
Hyemin’s pov
Kuambil
kotak berwarna biru yang sedari kemarin masih aku geletakan di sudut mejaku. Aku
memang tak ingin membukanya kemarin, aku rasa aku masih belum sanggup untuk
melihat isinya. Namun kali ini kuputuskan untuk membukanya.
Perlahan
kubuka kotak itu, sebuah patung kaca berbentuk seorang pria menyambutku dengan
sebuah senyuman yang terpatri di wajah beningnya. Senyum yang aku rindukan. Kuambil
patung itu dan kusentuh setiap lekuk tubuh dan wajahnya dengan lembut seakan
pemilik wajah itu akan tersakiti jika aku menyentuhnya dengan kasar.
Setetes
air mata jatuh mengalir di pipiku. Kupeluk patung itu dengan penuh kerinduan
seakan Kyuhyun benar-benar ada di dalam dekapanku. Aku merindukanmu Kyuhyun.
Aku mencintaimu. Kenapa Tuhan harus mempertemukan kita berdua? Kenapa Kyuhyun?
Air
mataku semakin deras mengalir, seiring rasa rindu dihatiku yang semakin
membengkak dan membuatku sulit untuk menghirup udara. Kucoba untuk membuka
mulutku dan menghirup udara sebanyak yang aku bisa agar sedikit sesak di hatiku
bisa menghilang. Tetapi nyatanya bukan udara yang bisa ku hirup, tetapi suara
tangisku yang makin pecah terdengar.
Tiba-tiba
terdengar suara ketukan pintu kamarku. Aku segera bangkit dan mengusap air
mataku agar orang tuaku tak tahu aoa yang sedang terjadi padaku. Dengan enggan
aku melangkah kea rah pintu dan membukakan pintu kamarku.
Eomma
dengan senyum tersungging sudah menunggu di depan pintu kamarku. Aku mempersilahkannya
masuk ke dalam kamar dan langsung duduk di atas tempat tidurku.
“Aigo!
Kamarmu berantakan sekali Hyemin.” Kata Eomma saat melihat keadaan kamarku yang
memang berantakan, semua bungkusan oleh-oleh berserakan di lantai.
“Aku
belum sempat membersihkannya Eomma. Ada apa Eomma mencariku?” Aku duduk di atas
sofa kamarku san mengambil majalah yang ada di atas meja.
“Hyemin-ah,
besok Omma dan Appa akan pergi ke sebuah pesta yang diadakan oleh teman Appamu,
kau mau ikut?” Ucap Omma sambil membelai kepalaku. Sejujurnya aku sangat tidak
menyukai pesta, apalagi dengan keadaanku yang sedang merasakan kembali pahitnya
patah hati.
“Ani
Omma, aku tidak menyukai pesta.” Kujawab pertanyaan Omma sambil membaca majalah.
“Ayolah
Hyemin, kau tidak pernah mau kami ajak ke pesta. Omma iri melihat teman-teman
yang lain saling memamerkan anak mereka.” Kata Omma merajuk. Wajahnya terlihat
sangat kecewa mendengar penolakanku.
“Omma,
aku bukan barang yang bisa di pamer-pamerkan.”
“Hyemin-ah,
untuk sekali ini saja, Eomma mohon padamu, kau ikut ne?” Eomma menggenggam
tanganku dan menatapku dengan pandangan memohon.
“Eomma..”
“Eomma
mohon. Eomma sangat ingin memperkenalkanmu dengan teman-teman Appa mu. Eomma
ingin mereka tahu, bahwa Eomma memiliki anak yang sangat cantik dan baik.” Kuhembuskan
nafasku dengan berat. Aku tidak tega melihat Eomma yang sangat memohon seperti
itu.
“Baiklah.”
Eomma langsung memekik girang, saat aku menganggukan kepalaku walaupun
sebenarnya dengan sangat terpaksa.
“Kalau
begitu Eomma keluar dulu. Mungkin kau masih sibuk dengan barang-barangmu.”
Eomma mengecup pelan dahiku lalu keluar dari kamarku. Kembali kuhembuskan nafas
dengan berat. menghadiri pesta saat keadaanku seperti ini sepertinya bukan
pilihan yang bagus.
***
Eomma
dan Appa berjalan berdampingan menelusuri lorong sebuah hotel berbintang lima
dan meninggalkanku di belakangnya. Dengan langkah gontai kuikuti mereka berdua.
Kulihat beberapa orang yang berpakaian resmi pun tampak berjalan di depan Eomma
dan Appa.
Di
depan pintu aula hotel kami disambut oleh seorang pria paruh baya yang
menggunakan setelan jas merah. Sepintas sosoknya mirip Appa, hanya saja, rambut
yang tumbuh di kepala Appa ku jauh lebih sedikit dibanding dengannya.
“Ah
Tuan Lee, selamat datang. Saya sangat senang melihat anda bersedia hadir di
pesta kecil saya.” Ucap Tuan Cho sambil menjabat tangan ayahku. Appa sudah
menceritakan padaku di sepanjang perjalanan, bahwa Tuan Cho adalah rekan bisnis
yang baru satu bulan ini bekerja sama dengannya.
“Sama-sama
Tuan Cho, saya juga sangat tersanjung diundang dalam pesta anda. Ah perkenalkan
ini istri dan anak saya.” Aku menjabat tangan Tuan Cho sambil berusaha
tersenyum manis. Suasana gedung yang semakin hingar, sedikit membuatku tidak
nyaman.
“Senang
bertemu dengan anda Nyonya Cho, dan putri kalian cantik sekali. Siapa namamu
nak?”
“Lee
Hyemin imnida.”
“Nama
yang cantik, secantik orangnya. Tunggu sebentar saya cari istri saya dulu.”
Tuan Cho menatap sekeliling lalu melambaikan tangan pada seorang wanita paruh
baya dan sedikit gemuk yang mengenakan gaun yang terlihat mewah.
“Ah,
mari saya perkenalkan pada istri saya.” Ucap Tuan Cho saat istrinya mendekat.
“Omo!
Hyeon Wi? Benarkah itu kau Hyeon Wi?” Pekik Nyonya Cho sambil menatap Omma
dengan kaget.
“Ne,
Aigo! Apakah kau Hannah? Kim Hannah? Kim
Hannah ku?” Sekarang giliran eomma yang
memekik kaget. Ada sebenarnya ini? Apakah mereka saling mengenal? Aku dan Appa
saling pandang dengan heran saat melihat eomma dan nyonya Cho saling berpelukan
seakan saling melepas rindu.
“Bagaimana
kabarmu? Kau jahat sekali, tidak pernah memberiku kabar setelah pergi ke
Amerika.” Nyonya Cho berkata sambil memukul pelan bahu Eomma. Eomma hanya
terkekeh mendengarnya.
“Beruntungnya
kita kembali di pertemukan disini.”
“Ne,
ah. Dia anakmu?” Tanya Nyonya Cho sambil memandangku.
“Ne,
dia anakku satu-satunya.”
“Aigo,
kau cantik sekali. Bahkan ibumu kalah cantik darimu saat masih muda dulu,
hahahaha.”
“Bagaimana
dia bisa secantik itu, kalau tidak diturunkan dari aku, ibunya.” Protes eomma,
yang membuat kami semua tertawa.
“Aku
dan ibumu adalah teman sejak sekolah dasar. Tetapi dia harus pindah ke Amerika saat
kami menyelesaikan sekolah menengah kami. Dan dia dengan teganya tidak pernah
memberiku kabar sampai saat ini.”
“Sudah,
sudah, ayo kita duduk semuanya, kasian jika tamu kita, kita biaran berdiri
saja.” Kata Tuan Cho sambil mencolek bahu istrinya. Mereka membawa kami ke
sebuah meja berbentuk lingkaran dengan kursi yang sudah tertata rapi di
sekitarnya.
“Yeobo,
sebaiknya kau tengok mereka, apakah mereka sudah siap untuk keluar.” Ucap
Nyonya Cho kepada suaminya.
“Ah,
ne, kalau begitu, saya permisi dahulu sebentar.” Tuan Cho pergi meninggalkan
kami, dan menghilang dibalik sebuah pintu berukir indah di seberang ruangan.
“Jadi,
anakmu yang akan menikah?”
“Ne,
anak keduaku yang akan menikah. Dia melangkahi kakak perempuannya. Ah, itu anak
pertamaku. Ahra! Kemari!” Nyonya Cho melambai kepada seorang gadis yang
tingginya sepantaran denganku. Dia memakai gaun pendek berwarna pink. Walaupun
potongan gaunnya sangat sederhana, tetapi terlihat sangat cocok dengannya.
Wajahnya yang cantik semakin memperindah penampilannya. Namun entah mengapa wajahnya
mengingatkanku kepada wajah Kyuhyun. Entah dimana letak kemiripan mereka,
tetapi melihatnya seperti ini membuatku teringat pada Kyuhyun.
“Perkenalkan,
ini anak pertamaku Cho Ahra.” Kata Nyonya Cho memperkenalkan putri sulungnya
yang tersenyum dengan manis.
“Cho
Ahra imnida.” Ucapnya memperkenalkan diri sambil menjabat tangan Appa dan
Eomma.
“Wah,
anakmu juga mengalahkan kecantikanmu saat muda dulu Hannah.” Gurau Eomma, yang
membuat tawa kami meledak.
Aku
tersenyum saat Ahra menjabat tanganku. Dahiku langsung berkerut heran, saat dia
memandangiku dengan lekat tanpa membalas senyumku. Apakah ada yang salah dengan
riasan wajahku? Atau, apakah dia mengenalku?
“Cheogiyo,
apa ada yang salah dengan wajahku?” Tanyaku heran. Kulihat Eomma, Appa, dan
Nyonya Cho juga menoleh heran.
“Ah,
aniya, hanya saja sepertinya wajahmu sudah tidak asing bagiku. Sepertinya aku
pernah melihat wajahmu di suatu tempat. Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?”
Mendengar pertanyaanya, aku hanya bisa menggeleng heran.
“Sepertinya
belum.”
“Ah,
mungkin hanya perasaanku saja. Senang berkenalan dengan mu Hyemin.”
“Ahra,
dimana adikmu? Apa dia belum selesai berdandan?” Tanya Nyonya Cho pada Ahra
yang sudah duduk disebelahnya.
“Sudah,
tetapi calon menantu Eomma yang belum selesai.”
“Ya
Tuhan! Dasar anak itu. Ah ngomong-ngomong Hyemin-ah berapa usiamu? Sepertinya
kau seumuran dengan Kyuhyun.” Hatiku mencelos saat Nyonya Cho mengucapkan nama
itu. Kyuhyun? Bagaimana bisa dia mengenal Kyuhyun? atau… Jangan-jangan Kyuhyun
adalah…
“Kyuhyun?”
Gumamku lirih. Belum sempat Nyonya Cho menjawab gumamanku, Ahra sudah berkata
sambil menunjuk ke arah pintu yang tadi di masuki oleh tuan Cho. Kulihat semua
orang disekelilingku sudah berdiri, sehingga sedikit susah untuk melihat
seperti apa anak kedua keluarga Cho.
Sesaat
kemudian kulihat Tuan Cho sudah berdiri di atas panggung tinggi di depan,
diikuti oleh sepasang sejoli yang tampak serasi. Tubuhku terasa lemas seketika
saat melihat sejoli yang mengikuti tuan Cho. Gadis yang memakai gaun berwarna
mutiara dan berwajah sangat bahagia itu memang tak aku kenal, tetapi laki-laki
yang berdiri disebelahnya, yang meski tersenyum kecil, tetapi raut sedih
terpancar dari wajahnya, sangat aku kenal. Bahkan mungkin lebih dari sekedar
sangat aku kenal. Dia yang selalu menghantui langkahku kemanapun aku pergi.
Suaranya selalu terngiang dikepalaku, bahkan siluet tubuhnya masih tercetak
jelas di otakku.
Aku
jatuh terduduk di atas kursi dan membuat Eomma dan Appa kaget. Tubuhku bergetar
hebat, nafasku terasa sesak melihat Kyuhyun bersama dengan tunangannya di atas
panggung itu. terlebih melihat sebuah cincin telah terpasang di jari manis
kirinya.
“Hyemin-ah
gwenchana?” Tanya Eomma khawatir.
“Ne,
gwenchana, hanya saja kepalaku tiba-tiba pusing melihat semua orang disini. Aku
permisi ke toilet dulu.” Dengan lemas aku berjalan menuju toilet. Lututku
bergetar hebat dan jarak antara aula gedung itu dan toiet disebelahnya terasa
sangat panjang.
Kucengkeram
wastafel didepanku dengan kuat, berusaha menahan air mata yang ingin meledak
keluar. Aku tidak ingin menangis, Tuhan tolong aku!
***
Kyuhyun’s pov
Appa
berjalan perlahan dihadapanku menuju sebuah panggung yang sudah menunggu kami.
Tangan Soona sudah menggelayut manja pada lenganku, dan kami berjalan mengikuti
Appa. Kilau blitz kamera wartawan menghujani kami sepanjang langkah kaki kami.
“Ayolah
Kyu, tersenyumlah. Kenapa akhir-akhir ini tampangmu menyedihkan seperti itu? Apa
kau tak bahagia dengan pernikahan kita?” Bisik Soona pelan, sambil sedikit
mencubit lenganku. Dengan sangat terpaksa aku tersenyum dan berusaha
menghilangkan raut wajah sedihku.
Appa
sudah tampak berpidato didepan podium, namun aku sama sekali tak mendengarkan
apa yang dia ucapkan. Kuedarkan pandanganku kesemua penjuru ruangan itu. Hatiku
seperti berhenti berdetak saat kulihat sebuah sosok sedang berdiri di depan
pintu sambil bersandar santai. Gadis itu menggunakan tube top berwarna biru
dengan garis hitam, dan rok sebatas lutut dengan potongan melebar di bawah
berwarna hitam. Sebuah selendang panjang berwarna biru melingkar dileher
putihnya. Rambutnya yang berwarna kecoklatan tergerai indah di bahunya. Dia
tampak tersenyum padaku, lalu dia melambaikan tangannya. Tidak mungkin dia ada
disini.
“Hyemin?”
Gumamku lirih.
“Kyuhyun?
Gwenchana? Siapa yang kau panggil tadi?” Ucapan Soona membuatku tersentak
kaget, dan langsung memalingkan wajahku dari tempat Hyemin berada.
“Ah,
aniya, mungkin kau salah dengar tadi.” Kataku sambil tersenyum padanya. Soona
semakin mengeratkan pelukannya pada lenganku, sedangkan jantungku semakin
berdetak kencang. Kutolehkan lagi kepalaku pada pintu tempat Hyemin sedang
berdiri, tetapi dia sudah tidak ada lagi disana.
Kemana
dia pergi? Apa mungkin dia benar-benar ada disini? ataukah ini hanya halusinasiku
saja?
Kuedarkan
kembali pandanganku kesekeliling ruangan itu. Kulihat Eomma dan Ahra melambai.
Mereka sedang duduk dengan dua orang yang sepertinya teman Appa. Dimana dia?
Kenapa bisa menghilang begitu cepatnya?
“Kau
mencariku Kyuhyun?” Ucap sebuah suara di sebelahku. Aku menoleh dan melihat
Hyemin sudah berada di sisiku. Dia kibaskan rambutnya lalu berjalan
mendekatiku. Aku ingin sekali membuka mulutku dan berkata, bagaimana bisa dia
ada disini, namun entah kenapa bibirku seakan terkunci, tak bisa terbuka.
“Kau
tak perlu mencariku chagiya, karena aku akan selalu ada dihatimu.” Katanya
dengan lembut. Dia mengulurkan tangannya, dan perlahan menyentuh pipiku dengan
lebut. Sekejap kemudian, kurasakan kecupan lembutnya mendarat di pipiku.
“Saranghae.”
Bisiknya pelan di telingaku. Kutatap lekat mata coklatnya yang memandangku
dengan lembut. Dia lalu melangkah ke balik bahuku. Ku balikan badanku dan dia
sudah kembali menghilang.
Apa
yang sudah terjadi padaku? Kenapa bayangan dirinya terus ada? Kenapa aku tak
bisa melupakannya sedikitpun? Kenapa? Kugelengkan kepalaku, berusaha mengusir
semua bayangan tentang Hyemin.
Sesaat
kemudian, Appa tampak mengambil sebuah gelas berisi white wine dari atas nampan
yang dibawa oleh seorang pelayan. Aku dan Soona pun mengambil sebuah gelas.
Kulihat semua tamu mengikuti kami dengan mengangkat gelas mereka.
Aku
dan Soona saling berhadapan, sambil mengangkat gelas wine kami. Tiba-tiba
kulihat Hyemin sudah berdiri di belakang Soona sambil mengangkat gelas wine
miliknya dan tersenyum manis padaku.
“Untuk
Cho Kyuhyun dan Park Soona.” Ucap Appa yang kemudian diikuti oleh seluruh tamu
yang ada. Appa lalu meminum habis seluruh winenya dalam sekali teguk.
“Untuk
kita.” Ucap Soona, lalu meneguk winenya. Kutatap siluet tubuh Hyemin dibelakang
punggung Soona yang juga telah mengnagkat gelasnya untuk bersulang.
“Untuk
Cho Kyuhyun dan Lee Hyemin, serta cinta kita.” Ucapnya sambil mengedipkan sebelah
matanya padaku.
“Untuk
cinta kita.” Kataku dengan terus menatap wajah Hyemin yang sedang meneguk
winenya. Kuteguk wine dalam gelasku, lalu saat aku kembali mengarahkan
pandanganku padanya, dia sudah kembali menghilang.
Ya
Tuhan, kenapa Engkau memberiku fantasi-fantasi tentang dirinya yang membuat
hatiku semakin sakit? Kenapa bayangan wajahnya tak bisa hilang darri ingatanku?
“Ayo
kita menemui Eomma mu.” Ucapan Appa mengagetkanku, dan membuatku kembali
tersadar.
Dengan
langkah gontai kuikuti Appa yang berjalan menuju meja yang Eomma tempati
bersama Ahra. Kulihat kursi didepan Eomma yang semula kosong sudah di tempati
oleh seorang gadis. Rambutnya yang kecoklatan digelung ke atas dengan rapi,
sebuah hiasan berbentuk bunga menghias rambutnya, membuatnya terlihat indah.
Leher jenjangnya yang putih terlihat sangat jelas, karena tube tob yang dia
kenakan. Entah mengapa melihat leher itu, aku teringat pada sosok seseorang.
“Ah,
kalian sudah datang, kenalkan ini Tuan dan Nyonya Lee teman Appa dan Eomma.
Serta anaknya Lee Hyemin.” Ucap Eomma menjelaskan. Jatungku terasa berhenti
saat gadis berambut coklat itu membalikan badannya. Hyemin?
Dengan
tertunduk Hyemin perlahan mengulurkan tangannya padaku, dan menyebutkan namanya
dengan lirih. Bagaimana mungkin ada kebetulan seperti ini? Kulirik Soona yang
tampaknya tak curiga dengan sikap Hyemin itu. Dia tampak antusias menyambut
uluran tangan Hyemin.
Eomma
menyuruhku duduk disebelahnya, yang artinya aku akan saling berhadapan dengan
Hyemin. Kulihat Hyemin menatap ke arah lain, dan menghindari tatapanku.
Tangannya tampak menggenggam erat tas kecilnya. Kenapa dia tampak ketakutan
seperti itu?
***
Hyemin’s pov
Kenapa
dia harus ada disini? Kenapa ibunya harus memanggilnya kesini beserta calon
istrinya? Kucengkeram erat tas tanganku, mencoba meredakan tremor yang mendadak
melanda tanganku. Tubuhku menggigil berhadapan dengannya.
Kyuhyun
terus menatapku dengan tajam dan sebisa mungkin kuhindari. Kualihkan
pandanganku ke arah tamu yang lain, sambil mencoba mengumpulkan kekuatanku agar
aku bisa tetap ada di bawah kesadaranku.
Beberapa
orang waitress datang membawa beberapa piring makan malam. Kulihat beberapa
waitress pun melakukan hal yang sama di meja tamu yang lain.
“Mari
kita makan semuanya.” Ucap Tuan Cho Yeong Hwa sambil mulai mengambil sumpitnya.
Kupandangi
makanan di depanku dengan tidak bernafsu. Rasa laparku telah menguap seiring
dengan kedatangan Kyuhyun bersama Soona.
“Hyemin-ah,
gwenchana? Kenapa kau tak menyentuh makanan mu?” Ucap Eomma padaku dan
membuatku terkejut.
“Kau
tidak sedang berdiet untuk mengurangi berat badanmu kan? Kau tampak kurus.”
Kata Kyuhyun tiba-tiba. Kata-katanya membuatku kembali teringat saat kami
berada di London Eye dan kakiku terkilir, lalu dia menggendongku. Aku
menatapnya sekilas lalu menggeleng.
“Aniya,
aku tidak sedang berdiet.”
“Kalau
begitu makanlah.”
Entah
apa yang salah dengan tubuhku, begitu mendengar perintah Kyuhyun, tanganku
mulai meraih sumpit di hadapanku lalu memakan makanan di depanku
perlahan-lahan. Dari ekor mataku bisa kulihat senyum kecil tersungging di wajah
Kyuhyun. Lagi-lagi aku kalah, bahkan di Korea pun dia selalu bisa
mengendalikanku.
“Tak
terasa waktu berjalan sangat cepat, dan kau sudah mau menikahkan anakmu.” Eomma
membuka percakapan diantara kediaman kami, sejak perintah Kyuhyun padaku.
Nyonya Cho tersenyum, lalu mulai menanggapi ucapan Eomma.
“Ne,
aku juga merasa waktu semakin cepat berjalan. Dulu kulihat Kyuhyun masih suka
mengompol dan menangis jika ku ambil botol susunya, tetapi lihatlah, sekarang
dia sudah sebesar itu, bahkan sudah bisa memilih calon istrinya sendiri.”
Mendengar ucapan Nyonya Cho, kami semua yang ada di meja itu tertawa
terbahak-bahak, terutama Ahra, yang segera menceritakan kisah tentang Kyuhyun
yang sangat suka mengompol saat kecil.
“Noona!”
Bentak Kyuhyun pada kakak perempuannya. Wajahnya tampak memerah menahan malu.
Tiba-tiba saja dia menatapku yang sedang berusaha menahan tawa ku agar tidak
meledak. Melihatku menaha tawa, matanya menjadi melebar dan melotot padaku,
seakan memperingatkanku agar tidak tertawa. Melihat ekspresinya itu, rasa geli
di dalam tubuhku semakin tidak tertahankan, kubalas tatapan matanya dengan
pandangan mengejek yang sangat aku hafal pasti akan lebih mengundang amarahnya.
Untuk membantuku menahan tawa, kuteguk air dalam gelas didepanku perlahan-lahan
“Hyeon
Wi –ah, apa kau masih ingat tentang janji kita dulu?” Kata Nyonya Cho pada
Eomma.
“Janji?
Janji apa?”
“Aigo..
Ternyata Amerika bisa benar-benar membuatmmu lupa padaku. Janji kita dulu. Kita
pernah berjanji kalau kita akan saling menjodohkan anak kita, agar persahabatan
kita abadi.” Mendengar ucapan Nyonya Cho, air yang sedang aku telan tiba-tiba
saja kembali ke atas dan membuatku tersedak.
“Uhuk
uhuk uhuk.”
“Ya
ampun Kyuhyun, Hyemin, bagaimana bisa kalian tersedak dalam waktu bersamaan?”
Kulirik Kyuhyun yang sedang duduk di depanku pun sepertinya kaget dan tersedak
mendengar ucapan Nyonya Cho. Takdir memang aneh, aku dan Kyuhyun yang sudah di
jodohkan bahkan sebelum kami lahir, akhirnya benar-benar bertemu tanpa
sepengetahuan kedua orang tua kami.
“Mungkin
kalau kau masih menghubungiku walau di Amerika sana, Kyuhyun pasti sudah aku
jodohkan dengan Hyemin.”
“Eomma!”
Ahra memotong ucapan Nyonya Cho sambil melirik ke arah Soona yang tampak
terdiam kelu. Nyonya Cho tampak mengerti maksud Ahra dan segera menyudahi
obrolan tentang perjodohan kami, demi menghargai perasaan Soona.
“Ah
iya, Hyemin baru saja kembali dari Eropa 3 hari yang lalu.” Kata Eomma mencoba
mengalihkan pembicaraan dengan topik lain. Namun menurutku eomma sangat salah
memilih topik, karena pasti Nyonya Cho akan mengatakan hal yang sama tentang
Kyuhyun.
“Jinja?
Kyuhyun juga baru saja kembali dari Eropa 3 hari yang lalu. Wah sangat
kebetulan.” Sesuai dengan perkiraanku, reaksi Nyonya Cho pasti akan seperti
itu.
“Hyemin-ah,
apakah kau pernah bertemu dengan Kyuhyun disana?” Tanya Eomma padaku. Aku
bingung harus menjawab apa. Kulirik Kyuhyun yang berada di seberangku dan
sedang menatapku dan Eomma.
“Eropa
itu sangat luas Ahjuma, kecil kemungkinan 2 orang seperti kami ini bertemu
tanpa janji. Lagipula seingat saya, saya tidak pernah bertemu dengan Hyemin.”
Ucap Kyuhyun menjelaskan sambil sekilas menatapku yang tertunduk berusaha
menghindar dari pandangan mata Kyuhyun.
Jadi
dia mengelak pernah bertemu denganku. Bisa kupahami itu, dia tak ingin pernikahannya
hancur hanya karena dia pernah berlibur bersama denganku selama satu bulan. Aku
yakin Soona pasti akan sangat marah jika mengetahuinya, aku bisa memakluminya.
Tetapi… kenapa hatiku sakit mendengar pengelakaannya? Apakah karena itu artinya
dia tidak menyukaiku? Aigo! Hyemin sadarlah! Berhenti berharap pada Kyuhyun!
“Ah
benar, tidak mungkin ada kebetulan seperti itu.” Ucap Nyonya Cho dengan sedikit
nada sedih terpancar dari kata-katanya.
Tidak ahjuma, kebetulan seperti itu
sudah terjadi. Batinku sedih.
Atmosfir
ketegangan antara aku dan Kyuhyun semakin meningkat, terlebih setelah tak ada
lagi pembicaraan terjadi di antara kami, sampai tuan Cho menuangkan wine untuk
kami semua. Sekarang aku tahu dari mana Kyuhyun mendapatkan hobi menenggak
winenya itu.
“Mari
kita bersulang.” Ucap Tuan Cho. Aku meminum wine dalam gelasku dalam sekali
teguk.
“Hyemin-ssi,
sepertinya anda sering meminum wine.” Tanya Kyuhyun dalam bahasa formal, yang
sesungguhnya membuatku tidak nyaman. Aku menatapnya dengan dahi berkerut,
kenapa dia bertanya seperti itu?
“Ne
Hyemin, sekarang kau sudah tidak tersedak lagi jika meminum wine. Seingat Eomma
kau sangat tidak menyukai wine.”
Aku
semakin bingung harus menjawab apa. Posisiku sudah tersudut sekarang.
“Ne,
seorang temanku mengajariku cara meminum wine yang baik dan benar.” Jawabku
sambil sekilas menatap Kyuhyun.
Eomma
hanya mengangguk menanggapi jawabanku. Mereka lalu terlibat percakapan yang
lebih serius tentang kerjasama Appa dan Tuan Cho. Aku hanya bisa terdiam
mendengarkan sampai akhirnya pesta selesai.
Saat
terakhir aku menjabat tangan Kyuhyun, kurasakan tangannya menggenggam tanganku
dengan sangat erat. Sejujurnya aku tak ingin melepaskan genggaman tangannya. Sejujurnya
aku sangat ingin menariknya pergi dari tempat itu, tapi apa yang bisa ku
lakukan? Tidak ada!
Sepanjang
jalan aku terus terdiam. Bayangan tubuh Kyuhyun dengan setelan putihnya dan
dengan sebuah cincin di jari manisnya terus terbayang diwajahku. Bagaimana Soona
menggandeng tangannya dengan sangat mesra, cara Kyuhyun menatap Soona dengan
penuh cinta, itu semua membuat hatiku dilanda rasa sakit yang dahsyat. Rasanya jauh
lebih sakit daripada saat aku berpisah dengannya di bandara kemarin lusa.
Aku
cemburu Kyuhyun, hatiku sakit melihatmu dengannya.
***
Mala
mini aku tak bisa memjamkan mataku. Bayangan Kyuhyun semakin jelas terlihat
setiap aku mencoba untuk memejamkan mataku. Suaranya selalu terdengar saat aku
mencoba untuk terlelap.
Aku
duduk diatas tempat tidurku, setelah gagal mencoba untuk tidur. Kututupi wajahku
dengan telapak tanganku. Tiba-tiba sebuah suara kembali terdengar mengaung di
telingaku.
Kenapa kau mencintaiku Hyemin? Kau
tak berhak mencntaiku! Aku sudah memiliki Soona!
Aku
tersentak dan kembali menatap sekeliling kamarku yang tampak gelap.
“Aku
mohon Kyuhyun, jangan kau siksa aku seperti ini? Jangan ka uterus baying-bayangi
hidupku, ku mohon.” Rintihku di dalam kegelapan.
Kau tak boleh mencintaiku Hyemin.
Aku tak pernah mencintaimu. Semua ini kesalahanmu! Kesalahanmu lah kau bisa
mencintaiku!
“Diam!
Aku tak ingin mendengar suaramu lagi! Diam!” aku bangkit dari tempat tidurku
dan berlari keluar kamarku, bahkan sampai keluar rumahku. Beruntung penjaga
rumahku tak ada di depan pintu gerbang, hingga aku bisa dengan mudah keluar
dari rumah.
Aku
berlari dan berlari semampu kakiku ini bisa melangkah. Hujan yang membasahi
tubuhku tak kuhiraukan. Dingin yang menyelimuti tak bisa lagi dirasakan oleh
otakku. Sungguh semuanya sudah berada di luar kendali, bahkan aku tak tahu
kemana aku akan pergi. Yang aku ingin hanya pergi sejauh mungkin kemanapun
asalkan aku bisa membuang semua memori yang ada di kepalaku. Membuang semua
suara-suaranya yang selalu bergaung di telingaku. Menghapus semua bayangan
wajahnya yang terpatri di ingatanku.
Kakiku
terus berlari membawaku menuju bandara Incheon. Namun entah kenapa lobi bandara
ini sangat sepi, tak seramai biasanya. Tak kulihat ada seorangpun diisini,
kecuali seorang pria yang sedang berdiri kaku memandang nanar papan jadwal
penerbangan.
“Kyuhyun?”
Ucapku pelan namun mampu membuatnya menoleh. Dia menatap kaget padaku lalu
tersenyum kecil, senyum yang sangat di paksakan. Mau kemana dia? Mungkinkah dia
akan pergi ke luar negeri? Tetapi tak kulihat dia membawa tas ataupun barang
yang lain.
Entah
kenapa melihatnya membuatku menjadi sangat marah. Aku sudah sangat ingin
melampiaskan seluruh amarah yang telah terpendam selama ini, rasa sakit saat
aku tak bisa menyalahkan siapapun atas perasaan yang sedang aku rasakan.
“Kenapa
kau ada disini Kyuhyun? Mau kemana kau? Mau kembali berlibur?” Tanyaku dengan
nada menyindir yang sangat tajam. Kulihat dia hanya mengela nafas dengan berat,
wajahnya sudah berpaling ke arah lain, tak lagi menatapku.
“Kenapa
kau hanya diam saja? Kenapa kau ada disini Kyu, sedangkan pernikahanmu tinggal
seminggu lagi. Wae Kyuhyun? Wae?” Masih tetap tidak ada reaksi darinya, dia
terus memalingkan wajahnya dariku. Lalu perlahan kudekati dia.
“Kenapa
kau tak menjawabku? Kau benar-benar tidak bahagia? Apa yang selama ini kau
khawatirkan terjadi? Kau sudah tidak mencintai tunanganmu lagi?” Aku terus
mendekat padanya sambil terus menatap tajam kedua matanya yang berusaha
menghindari tatapanku. Dia mendecakan lidahnya, dan ekspresi wajahnya mulai
berubah marah.
“Wae
Kyuhyun? Jawab aku!” Kataku dengan nada yang lebih keras dari sebelumnya.
“Molla.”
Dia menatapku sekilas lalu berbalik hendak meninggalkanku. Kuraih lengan
jaketnya untuk menghentikannya, namun dia tepis dengan kasar.
“Jawab
pertanyaanku Kyuhyun! Katakan semuanya padaku! Tell me Kyuhyun! I wanna know!
TELL ME!” Bentakku padanya. Suaraku menggelegar, menggema ke seluruh penjuru
lobi bandara itu. Suasananya yang sepi membuatku suaraku menjadi jauh lebih
keras terdengar.
Kyuhyun
berbalik lalu menatapku dengan tajam. Raut wajahnya terlihat sangat marah, ekspresi
wajah yang sama seperti yang kulihat di stasiun Paris. Nafasnya memburu seakan
menahan amarah yang ada di dalam dirinya.
“Kau
ingin tahu kenapa aku berada disini? Benar-benar ingin tahu? Sebelumnya aku
akan menanyakan hal yang sama denganmu, kenapa kau ada disini?” Tanyanya dengan
suara keras dan terdengar frustasi. Aku hanya bisa terdiam mendengar
pertanyaannya, aku tak bisa menjawabnya, aku tak bisa mengatakan padanya bahwa
aku mencintainya, bahwa aku terus teringat padanya setiap detik, setiap menit.
“Kenapa
kau tak menjawab? Sepertinya alasan kita berada disini sama Hyemin. Aku selalu
teringat akan sebuah senyuman. Sebentuk wajah selalu terbayang dalam ingatanku,
sejak sebulan yang lalu sampai sekarang. Suaranya selalu terngiang di
telingaku. Aku selalu teringat semua yang ada di wajahmu!” Ucapnya sambil
menekan pipiku dengan ujung jarinya. Kutepis jarinya dan aku melangkah mundur
berusaha menjauhinya, tetapi dia terus mendekat padaku. Aku sudah tak berani
memandang matanya yang berkilat dengan tajam dan penuh amarah.
“Mungkinkah
itu sudah menjawab pertanyaanmu tadi? Maybe yes, maybe no!” Kupalingkan wajahku
dari tatapannya dan terus berusaha menjauhinya. Mulutku terkunci rapat, aku tak
tahu apa yang harus aku katakana, dia tak pernah memberiku jeda untuk bicara.
“Kau
tahu bagaimana menderitanya aku Hyemin. Aku tak bisa berkata pada siapapun
tetang apa yang kurasakan! Aku tak bisa bicara pada siapapun bahwa aku terus
mendengar suaramu dimanapun aku berada! Aku terus berfantasi melihat wajahmu di
setiap sudut tempat!” Aku menatap wajahnya dengan terkejut saat mendengar
ucapannya. Jadi dia merasakan hal yang sama denganku.
“Kyu?”
Desisku sambil menatap wajahnya dengan sedih.
“Kau
tahu bagaimana menderitanya aku selama ini? Aku seorang pria yang akan menikah
Hyemin! Tetapi aku terus terbayang wajah wanita lain!” Bentaknya padaku. Aku
hanya bisa menunduk untuk menyembunyikan air mataku yang telah mengalir.
“Sekarang
aku yang akan bertanya padamu!” Dia mencengkeram lenganku hingga membuatku
meringis kesakitan. Dia terus menatap tajam mataku, seperti hendak mengoyaknya,
dan itu membuatku takut.
“Kenapa
aku bisa terus bersamamu di Eropa? Kenapa aku mau mengikuti kemanapun kau
pergi, bahkan saat aku bisa saja meninggalkanmu di suatu negara dan pergi ke
negara lain? Kenapa aku rela terjun ke dalam danau demi mendapatkan koin
untukmu sedangkan aku tahu bahwa cuaca sangat dingin? Kenapa aku mau bersusah
payah membawakanmu boneka? Kenapa hatiku terasa sakit saat kulihat air mata
mengalir di wajahmu? Kenapa Hyemin? Apa kau tahu kenapa?”
Aku
sentakan lenganku hingga genggaman Kyuhyun padaku terlepas, tetapi tetap saja
aku tak mengatakan sepatah katapun.
“Kenapa
kau tak menjawabku? Apa kau tak tahu jawabannya? Kenapa Hyemin? Jawab aku?”
Aku
sudah tak tahan lagi. Air mata sudah mengalir di pipiku. Aku tidak ingin
mendengar kata-katanya lagi. Aku takut kecewa untuk kesekian kalinya lagi. Aku
takut.
“Sepertinya
aku tahu jawabannya Hyemin. Kau ingin aku memberitahumu atau kau yang akan memberitahukannya
padaku?” Ucapnya penuh dengan nada sindiran yang membuat hatiku sakit.
Kubalikan badanku hendak meninggalkannya. Aku sudah tak tahan lagi mendengar
semua ucapannya, aku sudah tak tahan lagi.
“AKU
MENCINTAIMU HYEMIN!! Dan kaupun begitu.” Teriak Kyuhyun yang sontak membuat
langkahku berhenti. Di dalam dadaku terasa seperti ada yang menghujam dengan
dalam dan membuat nafasku terasa sesak.
Kami
saling terdiam cukup lama. Hanya desahan nafas memburu kami yang terdengar.
Udara dingin menyelimuti kami berdua, seakan-akan waktu turut berhenti
berjalan, dan memberi kesempatan pada kami untuk besama.
Apa
yang sekarang harus aku lakukan? Berbalik lalu berlari memeluknya? Ataukah aku
harus pergi meninggalkannya? Apa yang harus aku lakukan?
Suara
sol sepatu Kyuhyun terdengar menjauh memecahkan kesunyian diantara kami, dia
pegi meninggalkanku. Tak ada yang bisa kulakukan lagi sekarang, selain
menangis, meratapi nasib burukku yang harus kembali tersakiti oleh cinta.
Dari
balik kaca lobi, kulihat mobil Kyuhyun melaju dengan kecepatan tinggi. Lampunya
yang bersinar terang membelah gelapnya malam, lalu menghilang, meninggalkan
pekatnya kegelapan dan kesunyian untukku.
Aku
duduk di salah satu bangku di ruang tunggu dengan lemas, serasa seluruh
tenagaku sudah terkuras habis. Kutengadahkan kepalaku bersandar pada sandaran
bangku. Kupejamkan mataku, mencoba melupakan apa yang baru saja terjadi. Namun
semakin keras aku mencoba untuk melupakan, semakin sakit kurasa hatiku.
***
Kyuhyun’s pov
Kuhentikan
laju mobilku, tepat di tepi danau yang tampak menghitam di dalam gelapnya
malam. Kabut tipis bergerak berarak di atas permukaannya, menyerupai selimut
tipis yang dingin. Aku keluar dari mobilku lalu bersandar pada kap mobilku
sambil memandangi kesunyian danau itu.
Kupejamkan
mataku dan kembali mengingat ucapanku kepada Hyemin tadi. Kepedihan dan air
matanya membuat hatiku sakit. Mungkin aku memang pria brengsek yang hanya bisa
mempermainkan hati wanita. Tetapi aku tak pernah sekalipun berniat untuk
membuat dia jatuhcinta padaku, begitu juga sebaliknya, aku tak pernah berencana
untuk jatuh cinta pada wanita lain, saat aku sudah memiliki seorang tunangan.
Siapa yang salah Tuhan? SIAPA?
Dengan
kesal kraih sebutir kerikil di dekat kakiku, lalu kulemparkan ke tengah danau.
Suara nyaring terdengar saat kerikilku mulai tenggelam ke dalam air danau yang
dingin itu. Riak-riak segera terbentuk, merusak kehalusan permukaannya yang
seperti cermin kegelapan.
“Aaaaaaarrgghh!!”
Teriakanku menggema keseluruh penjuru. Kuraup kembali beberapa butir kerikil
lalu dengan penuh amarah kulemparkan ke dalam danau.
Derai
suara percikan air memecahkan kesunyian malam itu. Aku jatuh tertunduk dan
menangis. Baru kali ini kurasakan hatiku sakit sedemikian hebatnya.
***
Soona’s pov
Kulangkahkan
kakiku memasuki teras rumah keluarga Cho. Kubuka pintu utama yang langsung
membawaku ke dalam ruang tamu yang luas. Seorang pelayan mendatangiku dan
memberi salam, diikuti oleh Ahra eonni di belakangnya.
“Ah
Soona, ada apa malam-malam seperti ini kemari? apakah ada hubungannya dengan
pesta tadi?” Tanyanya.
“Aniyo
Eonni, hanya tadi Kyuhyun oppa menghubungiku dan menyuruhku mengambil
oleh-olehnya untukku. Kebetulan besok aku tak sempat mengambilnya, dan Kyuhyu
oppa pun sepertinya tak bisa mengantarkannya untukku, jadi kuputuskan mala mini
saja mengambilnya.” Jelasku padanya.
“Kalau
begitu kau langsung saja masuk ke kamarnya. Setahuku dia membelikanmu sebuah
tas tangan Louis Vitton. Dia pasti tak akan marah kalau kau memasuki kamarnya.”
Aku mengagguk mendengar ucapannya.
Kamar
Kyuhyun berada di lantai dua, hingga aku harus menaiki tangga terlebih dahulu. Tak
kulihat keberadaan Tuan dan Nyonya Cho, mungkin mereka sudah tertidur. Bahkan tak
kulihat ada Kyuhyun oppa dirumah, mungkinkah dia sedang pergi? Tetapi kemana? Dan
kenapa dia tak memberitahuku sebelumnya? Akhir-akhir ini dia semakin berubah
dingin terhadapku. Entah apa yang terjadi dengannya?
Kamar
Kyuhyun oppa tampak gelap saat aku memasukinya. Saat kunyalakan lampunya,
pandanganku langsung tertuju pada sebuah kantong berlabel Louis Vitton yang
tergeletak di atas meja, berdampingan dengan kamera dan sebuah patung kaca
berbentuk tubuh seorang perempuan miliknya. Pasti itu hadiah untukku. Kuambil
bungkusan itu sambil kuamati patung kaca milik Kyuhyun oppa. Bentuknya sangat
bagus, pasti sangat mahal harganya. Namun entah kenapa wajah patung itu tampak tak
asing untukku.
Kuambil
pula kamera miliknya, yang tergeletak di samping patung itu. Kamera itu tampak
mati, sehingga harus aku nyalakan terlebih dahulu. Hatiku mencelos saat kubuka
file fotonya di dalam kamera itu. Ada banyak sekali foto seorang wanita. Dari latar
fotonya bisa kutebak, foto ini diambil di Eropa. Tetapi… bukankah wanita itu
Hyemin? Hyemin yang tadi diperkenalkan di pesta? Dan.. Tunggu.. wajah ini..
wajah ini juga yang ada di patung kaca itu!
Kuambil
patung kaca itu dan mengamatinya dengan lebih seksama. Betul! Wanita ini
Hyemin! Kubalikan patung itu dan kulihat sebuah tulisan terukir di dasarnya, Hangeul
bertuliskan Lee Hyemin. Tetapi bagaimana bisa? Apakah mereka bertemu di Eropa? Apakah
mereka bersama selama ini? Tetapi kenapa mereka seakan tidak saling kenal saat
di pesta? Kenapa? Apa yang sebenarnya mereka sembunyikan?
Berbagai
pertanyaan berkecamuk di dalam hati dan pikiranku. Perasaanku mendadak menjadi
tak menentu, sesuatu telah terjadi tanpa sepengetahuanku.
~TBC~
nah loh Soona tau...
BalasHapuskirainpas td Hyemin liat kyu d bandara tuh halusinasi jga, ternyata beneran..
duh jd kyu cintanya ma sapa dong ??? hyemin apa soona.. hyemin aja yah..yah,, thor...
Kyuhyun cintanya sama saya, hahhahahah....
BalasHapustunggu next part ya chingu, terima kasih sudah mampir ^^
hehehe
feelnya dapet banget chingu :)
BalasHapusdeg-degkan bacanya ^^
next partnya jangan lama-lama ya
ne, gomawo chingu sudah mau ngebaca FF absurb saya, hehehhe. iya ditunggu saja ne.. ^^
Hapus