Minggu, 19 Februari 2012

NO ONE ELSE


 Ini FF yang aku janjikan dulu. yang ternyata gagal lolos seleksi di sebuah page. ah I hate that page, untuk beberapa saat, hahahahah. Cuma kekecewaan yang berlebihan sebenernya, hahaha. happy reading aja deh.






 Author                 : Istrinya Kyuhyun
Cast Utama         : Cho Kyuhyun,  Cho Hyemin, Choi Siwon
Type                    : Oneshot
Range                 : All ages
Genre                  : Romance, tragedy, sad ending




even if i’m reborn a thousand more times
there wouldn’t be another person like you
the person who would warm up my sad life


Author’s pov

Choi Siwon seorang dokter spesialis penyakit dalam tampak masuk ke dalam rumahnya. Rumah mewah itu tampak sepi seperti tidak berpenghuni. Siwon membuka pintu kamarnya, tetapi tidak mendapati Cho Hyemin, istrinya, disana. Bahkan dia tidak bisa menemukan sosok istrinya itu dimanapun, walau dia sudah mencari kesegala penjuru rumahnya.

“Hyemin, kau dimana?” Teriaknya.

Hening, tidak ada jawaban. Siwon kembali masuk ke kamarnya. Dia duduk di ranjang dan mengambil ponselnya, dia mencoba menghubungi nomor ponsel istrinya. Bersamaan dengan terdengarnya nada sambung di ponselnya, Siwon juga mendengar dering ponsel istrinya didalam kamar mandi kamarnya.

Perlahan dia mendekat ke kamar mandi lalu membuka pintunya. Di melihat tubuh Hyemin terkulai dilantai kamar mandi. Tangan kirinya berada didalam bathtub, dari dinding bathtub itu air berwarna merah bercampur darah tampak mengalir. Sebuah scalpel (pisau bedah) miliknya tergenggam ditangan kanan Hyemin. Sedangkan ponsel milik Hyemin tergeletak di atas wastafel.

Tubuh Siwon mendadak lemas, ponselnya terjatuh dari tangannya. Dia segera menghampiri tubuh dingin wanita yang sangat dia cintai itu.

“Hyemin! Apa yang sudah kau lakukan! Bertahanlah Hyemin.”

Siwon segera mengangkat tubuh istrinya yang telah dingin itu lalu berlari menuju mobilnya. Dia harus segera membawa Hyemin ke rumah sakit. Dia tahu kondisi Hyemin sekarang yang sudah diambang bahaya.

“Perawat! Tolong!” teriak Siwon di lobby rumah sakit. Dia berlari sambil menggendong tubuh lemas Hyemin.

Beberapa perawat segera menghampiri siwon sambil membawa bed brankar. Siwon meletakan tubuh Hyemin diatas brankar itu. Para perawat segera berlari membawa brankar masuk ke dalam UGD.

“Sebaiknya kau tunggu disini Siwon.” Ucap seorang dokter teman Siwon yang sedang bertugas di UGD.

“Aniyo! Aku ingin menyelamatkan istriku.” Ucap Siwon. Dia merangsek masuk ke dalam UGD.

“Tenang Siwon! Kau tidak bisa menyelamatkan istrimu dengan keadaan kacau seperti ini.” Ucap Dokter itu sambil menghalangi tubuh Siwon yang ingin masuk kedalam ruangan.

“Lepaskan aku! Biarkan aku masuk! Hyemin!” teriak Siwon sambil terus meronta.

“Tenangkan dirimu Siwon! Para Dokter didalam akan berusaha menyelamatkannya.”

Seorang dokter keluar dari ruang UGD, wajahnya tampak sedih. Dia mendekati Siwon dan menepuk pelan bahunya.

“Mianhae Siwon, tetapi sepertinya kau terlambat membawanya kesini. Istrimu sudah meninggal saat sampai disini. Kami turut berduka cita.”  Kata Dokter itu.

“Aniyo, kau pasti sedang bercanda. Hyemin masih bernafas saat aku menggendongnya. Dia tidak mungkin meninggalkanku sendirian seperti ini. Aniyo, aniyo!!” Siwon berteriak dan tubuhnya jatuh terkulai ke lantai. Air mata membanjiri wajah tampannya.

***
Hyemin’s pov

Flashback 5 tahun yang lalu.

“Kau harus belajar dengan giat. Ingat bahwa kau datang dari Mokpo yang jauh ke Seoul untuk mencari ilmu bukan untuk bersenang-senang.” Appa terus saja memberiku nasihat yang sama sepanjang perjalanan kami dari Mokpo sampai Seoul.

“Ne, Appa.” Ucapku.

Aku baru saja menghabiskan liburan semester 2 ku di Mokpo, kampung halamanku. Aku seorang mahasiswi jurusan seni di universitas Kyunghee. Dan seperti sudah menjadi kebiasaan Appa, dia selalu mengantarku dari Mokpo sampai ke asrama. Sepertinya Appaku ini terlalu paranoid kalau-kalau anak gadisnya ini diculik laki-laki tampan di tengah jalan. Kami menaiki taksi dari bandara menuju asramaku yang dekat dengan kampus.

“Jangan terlalu percaya juga kepada laki-laki. Appa tahu kamu sudah dewasa, tapi Appa tidak mau kau menentukan pilihan yang salah pada pasangan hidupmu.”

“Ne Appa. Appa tahu sendiri aku tidak pernah memiliki teman laki-laki.”

“Ne, tapi Appa masih khawatir.” Appa menatapku dengan pandangan khas orang tua yang mencemaskan anaknya.

“Appa bisa percaya padaku?” Ucapku. Aku menatap Appa sambil tersenyum manis, berusaha meyakinkannya. Sebenarnya aku sudah bosan dengan segala nasihat Appa yang selalu sama. Aku juga sudah bosan selalu terkekang seperti ini.

Tiin tiin tiin. Kudengar suara klakson menggema keras sekali. Kulihat supir taksiku terus membunyikan klakson taksinya. Aku melihat kedepan dan kulihat sebuah mobil sedan berwarna hitam berjalan kencang dengan tidak terkendali ke arah taksi yang kami tumpangi.

“Awas!” kudengar suara Appa berteriak.

Supir taxi kami mencoba menghindar, tetapi tampaknya tidak berhasil. Sedan itu menabrak taxi kami. Kepalaku membentur sandaran kursi didepanku lalu semuanya terasa gelap.

***
Aku membuka mataku perlahan, sebuah cahaya putih menyilaukan mataku. Samar-samar aku bisa melihat pemandangan disekelilingku, semuanya serba putih.

“Aku dimana?”

“Kau dirumah sakit, taxi yang kau tumpangi mengalami kecelakaan.” Ucap sebuah suara.

Aku menoleh ke sumber suara itu. Seorang perawat berbaju putih sedang menggantungkan sebotol infuse ke sebuah tiang infuse disampingku.

“Appa, bagaimana dengan Appaku?” suaraku sedikit terdengar serak.

“Appamu baik-baik saja, dia ada di kamar sebelah.” Ucapnya. Kemudian perawat itu menghampiri ranjang disebelahku, disana terbaring seorang namja kepalanya tampak terbalut perban putih.

“Siapa dia?” tanyaku pada perawat itu.

“Orang yang menabrakmu.”

“Apa dia masih hidup?”

“Tentu saja, dia hanya mengalami gegar otak ringan.”

Aku mengamati namja itu dengan seksama. Rambutnya berwarna hitam, bisa kulihat dari helaiannya yang keluar dari perban, tapi aku tidak tahu seberapa panjang rambutnya. Berhidung mancung. Tingginya? Hmm aku tidak bisa menaksir berapa saat dia berbaring seperti itu.

“Bolehkah aku melihat keadaan Appaku?” tanyaku pada perawat itu.

“Kalau kau sudah merasa baik, kau boleh melihat Appamu.”

Aku bangkit dari posisi tidurku dan kurasakan rasa sakit yang amat sangat dari tanganku. Kulihat pergelangan tanganku sampai siku terbalut benda putih yang keras.

“Tanganmu patah, kau harus menggunakan gips itu sampai 3 bulan ke depan.” Kata sang perawat.

“Aish… menyebalkan.”

“Kau salahkan saja dia yang menabrakmu. Aku permisi dulu, istirahatlah.” Perawat itu keluar dari kamarku mungkin lebih tepat aku katakana kamarku dan namja itu.

Aku turun dari ranjang tidurku, kuambil botol infusku dan menghampiri namja itu. Namja  itu menutup matanya dan tertidur dengan damai. Disekitar wajahnya tampak banyak bekas luka. Sepertinya aku pernah melihatnya disuatu tempat. Ah, siapapun dia tetap saja dia yang sudah membuat tanganku patah.

Aku melangkah menjauhinya, aku ingin melihat keadaan Appa. Sebelum aku menutup pintu, aku kembali menatap tubuhnya yang diam tidak bergerak.

***
Appa hanya mengalami beberapa luka ringan di tubuhnya. Sekarang aku bisa bernafas lega karena Appa baik-baik saja. Sekarang aku juga sudah ingat dimana aku pernah melihat namja itu. Dia satu kampus denganku. Aku sering melihatnya duduk diam sendirian didalam kelasnya bermain PSP.

Aku kembali dari kamar Appa disebelah kamarku setelah melihat Appa tidur. Aku buka pintu kamarku dan kulihat namja itu sudah sadar dan sedang duduk diatas ranjangnya. Dia menatapku tajam saat aku masuk. Biarpun tatapannya seperti itu, tetapi entah kenapa aku bisa melihat sedikit kesedihan disana.

Aku melewatinya dengan diam, tanpa menyapa apalagi menanyakan keadaannya. Dia masih terus menatapku, bahkan saat aku meletakan tabung infusku kembali ketempatnya lalu naik ke atas ranjangku. Aku duduk di atas ranjang dan membalas tatapan tajamnya.

“Kenapa kau menatapku seperti itu?” kataku ketus padanya.

“Kau sakit apa?” tanyanya. Suaranya berat dan dalam.

“Patah tulang.”

“Wae? Kecelakaan?”

“Ne, dan yang membuat aku begini adalah kau? Apa kau tidak sadar saat mobilmu menabrak taxi yang aku tumpangi?” bentakku.

“Mianhae, aku tidak tahu, lagi pula yang menyetir bukan aku tetapi tetanggaku. Bagaimana keadaan tetanggaku?.” Tanyanya lagi.

“Molla.” Aku benar-benar gondok padanya. Bisa-bisanya dia tidak sadar telah menabrak taxi ku.

“Sepertinya aku pernah melihatmu.” Tanyanya lagi.

“Tentu saja, kau mahasiswa Kyunghee juga kan Cho Kyuhyun? Kita satu angkatan, hanya saja kita berbeda kelas.”

“Kau tahu namaku? Aku tidak pernah tahu namamu juga tidak tahu kalau kita satu angkatan.”

Aku menghembuskan nafas panjang sambil meniup poniku untuk mengurangi rasa kesal.

“Bagaimana kau bisa mengenal teman satu angkatanmu kalau setiap saat kau hanya duduk diam di dalam kelas bermain PSP tanpa pernah membaur bersama yang lain diluar kelas. Hanya orang sombong yang tidak bisa menghafal teman satu angkatannya.”

“Jadi kau menganggapku sombong?” tanyanya sambil menatapku dengan rasa tidak percaya aku sudah menghinanya.

“Mungkin, aku lelah, aku mau istirahat.” Aku berbaring dan memunggunginya, hanya tidur yang bisa menghilangkan rasa kesalku, sebelum aku benar-benar marah padanya.

***
Hari ini aku kembali ke asrama setelah 3 hari dirawat dirumah sakit. Appa sudah pulang ke Mokpo kemarin. Sebenarnya beliau tidak mau pulang sebelum aku kembali ke Asrama, tetapi aku memohon padanya dan meyakinkannya untuk pulang lebih dulu. Dirumah Omma akan merawat Appa dengan lebih baik. Selama aku dirawat di rumah sakit, aku tidak pernah bertegur sapa dengan Kyuhyun. Disamping karena aku masih marah padanya, dia pun sepertinya tidak ingin berbicara denganku, selalu saja bermain PSP. Yang sedikit aku heran, selama 3 hari itu dia tidak pernah dijenguk orang tuanya. Apa mungkin orang tuanya tidak ada di Korea?

Aku berdiri di beranda kamarku menatap langit yang hitam malam ini. Kamarku memang berada dilantai 3 asrama kampus. Beranda ini menjadi tempat favoritku untuk merenung. Begitu tenang, sepi, segar dan pemandangan yang indah. Aku bisa memandang indahnya kerlip lampu kota Seoul, gedung asramaku secara kebetulan berada di dataran tinggi sehingga aku bisa melihat pemandangan indah ini.

Sedang apa Kyuhyun sekarang dirumah sakit? Pasti berkencan dengan PSPnya. Kembali teringat jelas dikepalaku posisi tubuhnya saat bermain PSP. Tidur terlentang diatas ranjang, satu kakinya dia angkat dan dia silangkan diatas kaki yang satunya. Matanya terus menatap ke arah PSPnya. Dan saat dia kalah dia akan mengumpat keras-keras.

Kenapa aku terus teringat pada Kyuhyun si penggila PSP itu? Ya tuhan pasti otakku  menjadi tidak waras setelah kecelakaan itu. Tetapi kapan dia pulang? Besok kah? Lusa? Atau minggu depan? Tetapi 3 hari lagi kuliah dimulai. Bagaimana dia bisa ikut kuliah kalau masih ada dirumah sakit? Tapi untuk apa aku memikirkan itu semua? Aku benar-benar sudah tidak waras terus memikirkan Kyuhyun.

***
Aku berjalan perlahan menuju kampusku. Asramaku dengan kampus memang berjarak sangat dekat, cukup berjalan 5 menit dari asrama aku sudah sampai di kampus. Beberapa orang menyapaku disepanjang jalan, mereka menanyakan kenapa tanganku bisa dibalut seperti itu.

Tepat di depan pintu gerbang aku melihat seorang namja berjalan dengan lesu. Kepalanya yang terbalut perban ditutupi sebuah topi berwarna hitam. Ternyata Kyuhyun sudah pulang dari rumah sakit. Aku berjalan dibelakang mengikutinya, tapi sepertinya dia tidak menyadari keberadaanku. Didepan kelasku aku berhenti dan melihatnya masuk kedalam kelasnya yang berada tepat disebelah kelasku.

“Hyemin, tanganmu kenapa?” tanya Yoonhae padaku.

“Kecelakaan. Taxi yang aku tumpangi kemarin ditabrak mahasiswa kelas sebelah.” Kataku sambil memilih tempat duduk didekat jendela.

“Eh? Kelas sebelah? Siapa?” Yoonhae pindah dari tempat duduknya dan memilih duduk disebelahku.

“Cho Kyuhyun. kau kenal dia?”

“Si maniak PSP?”

“Heem.”

“Pantas tadi juga aku lihat kepalanya seperti dibalut sesuatu.”

“Dia mengalami gegar otak. Bahkan saat aku pulang kemarin dia belum boleh pulang.”

“Parah kalau begitu.”

“Mungkin.”

Aku memandang ke luar jendela, banyak mahasiswa yang sedang berlalu lalang dihalaman kampus. sedang apa Kyuhyun disebelah? Bermain PSP kah?

***
Kyuhyun’s pov

“Seni adalah permainan hati. Jika kita tidak bisa memahami hati para penikmat seni kita, maka kita tidak akan pernah bisa membuat sebuah karya yang menakjubkan.”  Ucap Lee Soman dosen musikku.

Mendengarnya ceramah seperti itu membuatku bosan. Kenapa dia selalu berceramah saat mengajar, tidak bisa kah aku langsung memegang alat musiknya? Aku paling benci dengan kuliah yang membosankan seperti ini.

“Kenalilah lingkungan kalian, kenalilah orang-orang disekitar kalian agar kalian bisa menjadi seorang seniman yang hebat.”

Mendengar ucapan dosen Soman, membuatku kembali teringat pada gadis di rumah sakit itu.

Hanya orang sombong yang tidak bisa menghafal teman satu angkatannya.

Siapa nama gadis itu? Bahkan setelah aku hidup bersama dengannya selama 3 haripun aku tidak mengetahui namanya. Apa aku benar-benar tipe orang yang begitu sombong? Aku hanya senang menghabiskan waktuku sendiri saja.

Sedang apa gadis itu sekarang? Apakah tangannya sudah pulih kembali? Bukankah kemarin dia bilang kami satu angkatan, seharusnya dia ada disini sekarang. Tapi aku tidak melihatnya dikelas ini sejak tadi, atau kami beda kelas? Ah entahlah, kenapa sekarang aku jadi memikirkannya?

“Saya rasa waktunya sudah habis. Sampai bertemu dipertemuan selanjutnya.” Dosen Soman menutup perkuliahan ini dan melangkah keluar ruangan diikuti mahasiswa lain, dan tinggalah aku disini sendirian seperti biasanya.

Aku keluarkan PSPku dari dalam laci dan mulai memainkan game starcraft kesukaanku. Saat aku bermain starcraft aku memang menjadi lupa waktu.

Bruuuk. Kudengar suara seperti seseorang menabrak pintu kelasku. Ada seorang yeoja tampak memegang kepalanya dengan meringis kesakitan. Bukankah dia yeoja yang ada dirumah sakit?

“Eh. Hai Cho Kyuhyun. Kita bertemu lagi. Mianhae, aku tidak sengaja menabrak pintu.” Ucapnya dengan senyum tersungging diwajahnya sambil berdiri didepan pintu. Matanya buta atau bagaimana, masa pintu sebesar itu bisa dia tabrak. Aku tidak mengucapkan sepatah katapun mendengar dia menyapaku. Aku hanya menatapnya.

“Ayo, Hyemin cepat.” Seorang temannya menarik bajunya dari belakang.

“Ish! Apa-apan kau ini! Ne, ne kita ke kantin sekarang.”

“Mianhae sudah mengganggumu.” Ucapnya sambil membungkuk padaku lalu pergi dengan temannya.

Jadi namanya Hyemin. Nama yang bagus, senyumnya juga manis sekali, berbeda sekali dengan wajah galaknya saat dirumah sakit. Aku bergegas menuju jendela kelasku. Kelasku yang berada di lantai 2 membuatku bisa melihat pemandangan di halaman kampus dengan leluasa. Aku melihat Hyemin dan teman perempuannya berjalan menyeberangi halaman menuju kantin. Sepanjang perjalanan banyak orang yang menyapa mereka berdua. Hyemin pun terus menebarkan senyumnya kesemua orang. Gadis yang sangat ramah dan ceria semua orang pasti menyukainya. Mungkin benar apa yang dikatakan olehnya bahwa aku ini orang yang sombong. Jadi apa yang harus aku lakukan sekarang? Belajar bersikap ramah pada semua orang?

***

Aku kembali berkutat dengan PSP menunggu jam kuliah selanjutnya. Kelas ini begitu sepi, tidak ada orang lain selain diriku. Seperti inilah kehidupanku yang sepi. Kuliah, bermain PSP, pulang bermain PSP lagi, dan tidur saat lelah. Selama hidupku ini aku hanya pernah memiliki 1 sahabat, dulu saat aku masih sekolah. Namun kami berpisah sejak kami lulus dari SMA. Sejak saat itu sampai sekarang, belum pernah lagi aku memiliki sahabat.

Buuk. Kurasakan sebuah bola mengenai kakiku. Kulihat sebuah bola basket berwarna orange tergeletak didepan kakiku.

“Kutantang kau main basket.” Ucap seseorang dari arah pintu.

Kulihat Hyemin sudah berdiri didepan pintu. Tangannya bersedekap didada, rambut panjangnya yang sedikit bergelombang di bagian bawah tergerai sampai dadanya. Di wajahnya terpasang senyum yang menurutku sangat manis walaupun terkesan sedikit galak.

Aku ambil bola basket itu dan mendekatinya. aku mencondongkan tubuhku ke tubuhnya, kugunakan tanganku yang bebas untuk menyangga tubuhku dengan berpegangan pada pintu. Tingginya yang hanya sampai dadaku membuatnya seakan terperangkap diantara tangan dan tubuhku. Aku menatap tepat lurus kearah matanya. Anehnya dia sama sekali tida menunjukan rasa takut atapun malu,. Dia balas menatapku dengan tajam.

“Kau berani menantangku?” ucapku sambil menyunggingkan senyum evilku.

“Kenapa tidak? Kalau kau memang suka bermain game, kau pasti jago bermain basket.” Tantangnya.

Sepertinya dia benar-benar tidak memiliki rasa takut sama sekali. Aku raih tangannya dan aku gandeng dia menuju lapangan basket. Kami bermain basket 1 on 1. Permainan basketnya sangat bagus, tapi aku yakin aku akan menang. Aku jauh lebih tinggi darinya staminaku sebagai seorang laki-laki juga jauh lebih besar darinya.

Setelah ½ jam bermain kulihat staminanya mulai menurun, aku jadi tidak tega melihatnya. Setelah berhasil memasukan bola ini untuk terakhir kalinya aku akan menyudahi permainan ini sebelum dia pingsan di tengah lapangan.

 Aku berlari sambil mendrible bola ke arah ring. Dia sudah siap berjaga didepan garis belakang. Aku tersenyum mengejeknya saat kulihat buliran keringat mengalir diwajahnya. Berani sekali dia menantangku bermain basket. Aku berlari melewati tubuhnya lalu melompat agar bisa mendapatkan 3 point.  Bolaku berhasil tepat masuk ke dalam ring tanpa menyentuh pinggirannya. Namun sepertinya posisi tubuhku saat mendarat ke tanah salah.

“Aww.” Teriakku, sepertinya kakiku terkilir.

“Kyuhyun-ah gwenchana?” tanya Hyemin. Dia sudah bersimpuh di sampingku.

“Sepertinya kakiku terkilir.”

“Ayo kita pulang. Aku antar kau ke rumahmu.” Ucapnya. Hyemin membantuku berdiri dan memapahku berjalan.

Kami berdua berjalan perlahan, tubuhku yang lebih tinggi darinya sepertinya membuat dia susah untuk berjalan. Untung rumahku berada tidak jauh dari kampus. Sepanjang jalan dia terus bicara tentang permainan bola basketku yang bagus, hanya saja katanya aku ini terlalu ceroboh sehingga kakiku sampai terkilir seperti ini.

Dia mendudukanku pada sofa didepan televisi saat kami sampai dirumahku.

“Dimana kotak obatnya?” tanyanya.

“Ada didalam kamarku. Di atas meja. Itu kamarku.” Ucapku sambil menunjuk pintu kamarku.

Hyemin masuk kedalam kamarku. Sedangkan aku segera melepaskan sepatuku dan merebahkan diri di sofa sambil meluruskan kakiku yang cidera. Aku memejamkan mataku mencoba mengusir lelah yang mendera tubuhku.

“Kau tinggal sendiri disini?” tanya Hyemin. Dia sudah bersimpuh disamping sofa dan sedang membuka tube obat untuk cedera otot.

“Hmm.”

“Kemana orang tuamu?” tanyanya lagi. Kurasakan dia mengoleskan obat itu pada betisku lalu dia memijatnya.

“Aww,, appo! Pelan-pelan!” teriakku.

“Kau ini cerewet sekali!” ucapnya sambil memijit betisku semakin keras.

“Hyemin! Pelan-pelan!”

“Sudah diam saja! Yang penting kakimu sembuh!” dia terus memijat kakiku. Walaupun awalnya terasa sakit, namun lama-kelamaan terasa nyaman.

“Dimana orangtuamu?” tanyanya lagi.

“Amerika.”

“Kau punya saudara?”

“Orang tuaku dan kakak perempuanku di Amerika sejak aku lulu SMA. “

“Memangnya enak tinggal sendiri seperti ini?”

“Hmm.”

“Aku juga tinggal sendirian di asrama. Orangtuaku di Mokpo.” Ucapnya.

Tiba-tiba dia menundukan wajahnya di atas wajahku.

“Bagaimana kalau aku tinggal disini? pasti menyenangkan jika kita tinggal bersama.” Ucapnya.

Apa yang dia bilang tadi? Apa dia sudah gila? Tinggal bersamaku disini? Aku menatap matanya dan melihat kesungguhan disana. Aku benar-benar tidak tahu harus menolak atau mengijinkan dia tinggal disini. Jujur sebenarnya aku memang kesepian tinggal sendirian.


***

Hyemin membawa semua kopernya masuk ke dalam rumahku sedangkan aku hanya tertegun didepan pintu. Dia benar-benar ingin tinggal bersamaku, aku kira ucapannya saat itu hanya main-main saja.

“Hya, kau! Kenapa cuma berdiri disitu! Bantu aku angkat koperku. Dimana kamarku?” ucapnya sambil melotot padaku.

“Kamarmu ada disebelah kamarku.” Ucapku sambil mengangkat kopernya dan membawanya ke dalam kamarnya.

“Wah kamarnya luas, jauh lebih luas dari asramaku.” Ucapnya kegirangan.

“Hmm, Hyemin apa kau benar-benar ingin tinggal disini bersamaku?”

“Ne, wae? Kau keberatan?”

“Aniyo, hanya bagaimana kalau orang tuamu tahu?”

“Tidak akan. Sudahlah kau tenang saja. Akan lebih menyenangkan jika tinggal bersama teman dari pada sendirian kan?”

“Chingu?”

“Ne, aku temanmu, dan kau temanku, benar kan?” Ucapnya sambil mulai memberesi kopernya.

“Kau tahu Kyuhyun apa yang kurang dari rumahmu?” tanyanya.

Aku hanya menggelengkan kepalaku. Menurutku rumahku ini sudah sempurna, segala perabotan pun ada.

“Sangat berantakan! Seperti rumah yang tidak pernah terurus.”

“Benarkah?”

“Ne, setelah aku selesai membereskan kamarku kau bantu aku menata semua perabotan rumahmu.” Ucapnya.

Aku keluar dari kamarnya dan duduk di sofa didepan televisi. Aku masih tidak percaya Hyemin sekarang tinggal bersamaku. Entah apa yang aku rasakan sekarang, senang? Bahagia? Yang aku tahu aku tidak bisa berhenti tersenyum sekarang.

“Ayo kita bereskan rumahmu!” ucap Hyemin saat dia keluar dari kamarnya.

Dia langsung menuju jendela besar di sebelah televisi dan membuka tirainya. Cahaya matahari yang menyilaukan segera menyergap mataku.

“Kau lihat, debu disini tebal sekali. Apa kau punya tirai yang lain?”

“Sepertinya omma menyimpan beberapa digudang. Tunggu sebentar.”

Aku melangkah ke gudang dan mulai mencari-cari tirai bersih yang pernah disimpan omma dulu. Setelah menemukannya, aku segera memberikannya kepada Hyemin. Dia benar-benar membuat perubahan besar pada rumahku. Berbagai barang yang dia anggap dibutuhkan dia tata sedemikian rupa sehingga ruangan di rumahku menjadi lebih luas sekarang. Melihatnya bergerak kesana kemari memindahkan barang-barang dan berteriak memarahiku karena tidak membantunya benar- benar membuatku terhibur. Belum pernah sekalipun aku bisa tersenyum sepanjang hari seperti ini.

***
Pagi ini aku jogging di taman depan rumah dengan perasaan ringan. Entah kenapa itu bisa terjadi. Hyemin sudah membawa perubahan besar, tidak hanya pada rumahku tetapi juga pada hidupku. Aku seperti menemukan bintang yang menerangi kehidupanku yang gelap seperti malam. Mungkinkah aku mencintainya sekarang? Entahlah, aku tidak pandai merangkai kata untuk mencerminkan apa yang aku rasakan sekarang.

“Kyuhyun-ah, kau mau buah?” panggil Ahjuma tetanggaku saat aku berlari kecil melewati rumahnya.

“Ah, ahjuma, gamsahamnida, anda selalu baik pada saya.” Ucapku sambil membungkuk kepadanya.

Dia menyerahkan sekantong apel merah. “Ini hanya sekedar apel Kyuhyun, tidak perlu sungkan. Jangan lupa berbagi padanya ya.”

“Eh?”

“Ada seorang gadis tinggal bersamamu kan? Baguslah daripada kau tinggal sendiri. dia cantik, aku sudah melihatnya kemarin.”

Mendengar ucapannya aku hanya tertawa kecil lalu berpamitan untuk pulang ke rumah. Aku yakin mukaku sudah semerah apel didalam kantong ini sekarang. Aku ambil sebuah apel dan mulai memakannya. Rasanya manis, semanis wajah Hyemin. Astaga, kenapa pikiranku terus tertuju padanya?

Aku masuk kedalam rumah. Masih sepi. Mungkin Hyemin masih tidur. Aku meletakan apel itu di kulkas lalu melangkah masuk ke dalam kamar. Saat aku membuka pintu kamar, aku melihat Hyemin sedang hendak membuka bajunya, sedikit baju dalamnya yang berwarna hitam sedikit terlihat.

“Kyaaaaaa.” Teriaknya. Dia mengambil bantal dan melemparnya padaku. Aku tutup pintu kamar sebelum bantal itu mengenaiku. Sedang apa dia dikamarku? Apa aku salah masuk kamar?

“Brengsek kau Cho Kyuhyun! Dasar hidung belang!” teriaknya dari dalam.

“Bukankah itu kamarku? Kenapa kau ada didalam?”

Klek. Terdengar suara pintu dibuka dan Hyemin keluar dari dalam kamar. Kulihat baju yang dipakainya basah.

“Kenapa bajumu basah?”

“Aku sedang memberekan kamarmu, dan tidak sengaja menumpahkan air minum dimejamu. Airnya mengenai kaosku. Aku tadi mau meminjam bajumu, tapi kau masuk.” Dia berkata dengan muka ditekuk dan mulut manyun.

Aku hanya bisa tersenyum menahan tawa saat dia berkata sambil masuk ke dalam kamarnya. Memang benar apa kata Hyemin, hidup bersamanya jauh lebih menyenangkan daripada hidup sendiri.

***
Semakin lama aku tinggal bersamanya aku menjadi semakin mengenal Hyemin. Dia seperti ice cream, salah satu makanan kesukaannya, dia bisa bersikap dingin seperti ice cream, tetapi juga manis seperti ice cream, dan dia juga lembut seperti ice cream. Sedangkan aku tidak.

Ternyata kami memiliki banyak kesamaan. Umur kami sama. Kami berdua sama-sama sangat menyukai mie dan membenci sayuran. Bahkan kami pernah berlomba siapa yang bisa paling cepat menghabiskan 5 mangkuk mie. Dan hasilnya aku kalah. Sebagai pihak yang kalah aku harus menerima hukuman melayaninya sepanjang hari selama satu hari penuh. Tetapi entah kenapa aku tidak marah, aku menganggap hal itu sebagai salah satu hal yang menyenangkan.

Kami sama-sama menyukai kopi. Kami sama-sama senang mendengarkan musik. Kami sama – sama menyukai hujan tetapi membenci petir. Dia bahkan pernah menangis dipelukanku karena mendengar petir yang sangat keras. Kami sama-sama menyukai game, walaupun kemampuan gamenya masih jauh dibawahku. Ya hanya saat bermain game lah aku bisa sedikit bangga dan menindasnya. Kami sama-sama membenci kuliah, kami menganggap kuliah adalah salah satu hal paling menjemukan di dunia. Aku menyerupai dia, dan dia menyerupai aku.

Seperti saat ini dia mengajakku bolos kuliah dan pergi ke pantai. Saat ini musim gugur, udara dipantai bisa menjadi sangat dingin. Dia berlari menuju tepi pantai sambil berteriak-teriak kegirangan. Aku hanya berjalan perlahan dibelakangnya sambil tersenyum sejak dia tinggal, ah tidak, sejak aku bertemu dengannya aku merasakan sekarang tersenyum menjadi lebih mudah. Tak lagi seperti dulu, hanya sedikit orang yang pernah melihatku tersenyum.

Dia melepaskan tasnya dan melemparkannya ke arahku. Tas itu tepat jatuh didepan kakiku. Dia lalu menghadap ke laut dan berteriak.

“Aku benci kuliah!”

Aku tertawa melihat tingkahnya. Aku lepaskan tas dan sepatuku lalu berjalan mendekatinya.

“Ayo Kyuhyun kita berteriak bersama. Kita sedang bebas sekarang.” Ucapnya.

“Aku benci kuliah!” teriak kami bersama.

Rasanya lega sekali bisa berteriak seperti ini. Aku merasa sedikit beban dibahuku berkurang.

Kami bermain dipantai sampai matahari terbenam. Kami memutuskan untuk pulang setelah lelah bermain air. Saat perjalanan pulang, dia memintaku berhenti disalah satu mini market kecil untuk membeli kopi hangat. Udara saat ini memang sangat dingin, bahkan langit mendung sehingga tidak ada satupun bintang yang muncul malam ini.

Tepat saat aku memarkirkan motorku didepan pintu mini market, hujan turun dengan derasnya. Kami segera berlari menuju teras mini market itu.

“Kau beli kopi hangat didalam, aku disini saja, aku ingin menikmati hujan.” perintahnya.
“Ne, tunggu disini, jangan kemana-mana.” Aku masuk ke dalam mini market dan membeli kopi hangat. Dari dalam aku terus mengawasinya melalui kaca mini market. Kulihat dia tampak tersenyum bahagia dan tangannya sesekali terlurur untuk merasakan tetesan air hujan.

“Ini kopimu.” Aku ulurkan gelas kopi plastik kepadanya dan dia menerimanya dengan tersenyum.

“Kau dengarkan ini.” dia memberikan sebelah headset yang dipakainya padaku.

“Hujan, kopi dan musik adalah perpaduan yang sangat cocok.” Ucapnya.

Terdengar sebuah lagu mellow dan slow yang dinyanyikan oleh Kim Bum soo, saat aku meletakan headset itu ditelingaku. Tetapi memang benar ucapannya, bahwa kopi, hujan dan musik adalah perpaduan yang sangat bagus, tetapi menjadi sempurna karena dia ada disisiku.

Saat kami sedang asik menikmati suasana yang tenang ini tiba-tiba suara petir terdengar keras sekali. Hyemin memekik dan langsung membenamkan kepalanya di dadaku. Kurasakan badannya yang menegang ketakutan didalam pelukanku. Aku memeluknya erat-erat seperti kebiasaanku saat petir datang. Aku menyukai hujan dengan berbagai alasan, dan sejak Hyemin disampingku aku jadi memiliki satu lagi alasan aku semakin menyukai hujan, bahkan menjadi menyukai petir. Karena saat hujan akan selalu ada petir dan saat itu aku bisa memeluk Hyemin seperti ini, bahkan aku ingin selamanya aku yang memeluk Hyemin saat dia ketakutan pada suara petir.

Hyemin mendongak menatapku dengan pandangan takut. Aku hanya tersenyum padanya. Perlahan dia mendekatkan wajahnya padaku lalu menempelkan bibirnya ke bibirku. Aku merasakan kehangatan mengaliri tubuhku. Inikah yang namanya berciuman? Kenapa rasanya begitu menggairahkan seperti ini? belum pernah aku merasakan perasaan seperti ini.

Cinta itu seperti penjara, sekali kau terperangkap didalamnya kau tidak akan pernah bisa keluar. Aku jatuh cinta pada Hyemin, bahkan aku jatuh cinta pada setiap udara yang dia hela. Cinta itu seperti Dry ice, kadang dia bisa sangat dingin, terkadang dia juga bisa sangat panas.

***
“Bagaimana keadaanku?” tanyaku pada Dokter yang duduk didepanku.

“Belum ada kemajuan. Apa persediaan obatmu masih ada?”

“Hmm” aku menunjukan botol obat berwarna coklat yang selalu aku bawa kemanapun aku pergi.

“Teruskan minum, aku yakin suatu saat akan terjadi perubahan.”

“Ne, suatu saat, hajiman, jika tidak berubah bagaimana?”

“Tuhan yang menentukan semuanya Kyuhyun.”
Aku menatap dokter didepanku yang sedang menatapku dengan pandangan tidak yakin. Aku sudah tidak memiliki harapan lagi. apa yang harus aku lakukan sekarang?

***
Sudah lebih dari empat tahun sejak aku dan Hyemin tinggal bersama, kami sedang disibukan dengan tugas akhir dari dosen sekarang. Tugas terakhir sebelum akhirnya kami bisa lulus dan di wisuda. Kulihat Hyemin masih sibuk berkutat didepan piano dan berlembar-lembar kertas. Mulutnya tampak menggigit sebuah pensil, rambut panjangnya dia gelung ke atas sehingga tengkuknya bisa aku lihat.

“Jangan terlalu memaksakan diri.” Ucapku.

“Kau sudah pulang?” Tanyanya sambil menolehkan kepalanya menatapku.

“Kau sudah makan?” Tambahnya.

“Sudah.” Aku duduk disofa sambil menatap televisi.

“Oh bagus sekali. Kau asik makan diluar sana sedangkan aku kelaparan disini.”

“Kenapa kau harus menungguku pulang untuk makan?”

Dia tidak menjawab hanya melotot padaku lalu berbalik kembali menghadap ke pianonya. Kemudian dia memainkan tuts pianonya dengan kasar sehingga yang terdengar nada yang sangat sumbang. Aku tahu itu tandanya dia kesal padaku.

“Hyemin hentikan memainkan nada sumbang seperti itu. Kau mau makan? Baiklah aku temani kau makan. Kita pesan makanan saja.”

Dia berhenti memainkan nada-nada sumbangnya itu tetapi masih menekuk wajahnya dan terlihat kesal. Dia duduk disebelahku dan mengulurkan telepon sebagai tanda menyuruhku memesan makanan. Aku mengambil telepon itu dari tangannya dan menghubungi kios makanan terdekat.

15 menit kemudian makanan pesanan Hyemin datang. Wajahnya sudah kembali ceria sekarang. Dia tidak bisa berhenti bercerita tentang tugas akhirnya menciptakan sebuah konser ballad bahkan dia memintaku untuk menyanyikan sebuah lagu ciptannya.

“Kyuhyun-ah, jika kau diberi satu kesempatan untuk dilahirkan kembali kau ingin dilahirkan menjadi apa?” Tanyanya.

“Kenapa kau bertanya seperti itu?”

“Ini salah satu laguku yang belum selesai. Aku butuh pendapatmu untuk aku jadikan lirik. Cepat jawab kau ingin jadi apa?” Dia berkata dengan mulut penuh makanan, hal itu membuat pipinya menggembung dan terlihat lucu.

“Hmm, mungkin aku ingin menjadi sebuah cincin.”

Dia menatapku dengan mulut sedikit menganga. Sepertinya jawabanku tadi sangat membuat dia takjub.

“Wae?” tanyaku.

“Aniyo, selain itu? Selain ingin menjadi cincin kau ingin menjadi apa?”

“Hmm, jika aku dilahirkan kembali aku mungkin ingin menjadi sebuah cincin, atau sebuah kacamata, atau sebuah tempat tidur, atau bahkan mungkin sebuah buku diari.”

“Kau ingin dilahirkan lagi menjadi benda mati?”

“Ne, waeyo?”

“Apa enaknya dilahirkan kembali menjadi benda mati seperti itu?”

“Karena aku bisa selalu dekat denganmu. Kau bisa membeliku dan aku akan selalu berada dekat denganmu. Yang paling penting aku tidak perlu merasakan sakitnya berpisah denganmu, sahabatku.”

“Jawaban yang sangat manis Cho Kyuhyun. Tapi bukan itu yang aku ingin! Aku kira kau akan menjawab aku ingin menjadi burung yang bisa terbang dan bla bla bla bla.”

“Kalau begitu kau bertanya kepada orang yang salah Hyemin.” Ucapku. Aku melihatnya menatapku dengan kesal namun dia diam saja dan hanya meneruskan memakan makanannya. Sedangkan aku mengambil majalah dari laci meja dan mulai membacanya.

“Hyemin, jari telunjuk kakimu dan jari tengah kakimu lebih panjang yang mana?” tanyaku padanya saat aku menemukan sebuah artikel menarik dimajalah soal jari kaki.

“Entahlah, memang kenapa?”

“Disini tertulis jika jari tengah kakimu lebih panjang dari jari telunjuk kakimu maka ayahmu akan hidup lebih lama dari ibumu, namun jika sebaliknya maka ibumu yang akan lebih panjang umur dari ayahmu.”

“Kau percaya hal seperti itu? Itu hanya ramalan palsu, tidak usah kau percaya.” Ucapnya.

“Oh iya, kau! Jangan berani-beraninya kau mati lebih dulu dariku! Aku akan mencarimu ke akhirat sana dan aku akan memukulimu habis-habisan.” tambahnya sambil mengacungkan sendok yang sedang dia pakai untuk makan tepat didepan wajahku.

“Hahaha, memangnya kenapa kalau aku mati lebih dulu?”

“Aku takut sendirian disini. Aku tidak mau sendirian.”

Mendengar jawabannya membuat hatiku sakit.

“Berjanjilah kau tidak akan pergi meninggalkanku sendirian.”

“Ne Hyemin, aku tidak akan meninggalkanmu sendirian.”

Dia tersenyum lebar lalu kembali meneruskan menghabiskan sisa makanannya. Mungkinkah aku bisa menepati janjiku ini?

Jatuh cinta padamu bukanlah pilihanku Hyemin, tapi takdir dari langit. Aku dilahirkan untuk mencintaimu, dan langitpun mengirimku untuk mencintaimu. Berapa kalipun aku dilahirkan kembali, menjadi apapun aku saat itu, aku akan tetap mencintaimu.

***

Hyemin’s pov
Tidak terasa sudah hampir ½ tahun aku lulus dari Kyunghee. Sebenarnya Appaku menyuruhku kembali ke Mokpo setelah acara wisuda, tetapi aku menolak dengan alasan aku sudah diterima bekerja di sebuah stasiun televisi terkemuka di Seoul. Namun alasan sebenarnya adalah karena aku tidak ingin berpisah dengan Kyuhyun.

Cho Kyuhyun, aku mencintai pria itu, sahabatku, tetapi aku tidak berani menyatakannya padanya. Aku takut perasaanku bertepuk sebelah tangan, aku takut dia sudah menyukai gadis lain, walaupun sampai saat ini belum pernah sedikitpun dia bercerita tentang gadis lain padaku.

Cho Kyuhyun, pria itu sudah berhasil membuatku terus memikirkannya sejak kami pertama kali bertemu sampai saat ini. Bahkan saat aku bekerja seperti sekarang. Hanya meminum kopi, minuman kesukaan kami berdua, yang bisa membuatku sedikit melupakan Kyuhyun. Kyuhyun bekerja disebuah label rekaman sekarang. Selain sebagai penyanyi disana, dia juga sebagai composer musik.

Aku melangkah menuju mesin penjual kopi dari ruang kerjaku. Didepan mesin itu kulihat seorang pria sedang duduk diatas bangku sambil membaca koran, disebelahnya sebuah gelas kopi dari mesin pembuat kopi tampak tergeletak. Sepertinya dia seumuran denganku.

Aku memasukan beberapa uang koin kedalam mesin itu lalu memencet tombol merah untuk mengeluarkan kopi dari dalam mesin. Aku buka tutup mesin tempat air kopi keluar, disana biasanya sudah tersedia sebuah gelas yang akan menampung air kopi itu. Tetapi ternyata saat aku membuka tutup mesin itu disana tidak ada gelas, sehingga air kopi yang tadi aku pesan mengucur dengan sia-sia.

“Aish! Menyebalkan sekali! Kenapa bisa habis seperti ini!” rutukku.

Aku melihat ke arah pria yang duduk sambil membaca koran tersebut. Kulihat gelas kopinya tergeletak.

“Permisi, apa anda sudah selesai?” tanyaku padanya.

Dia hanya menatapku dengan heran.

“Itu, gelasnya, apa anda sudah selesai meminum kopi? Gelas didalam mesin habis, boleh aku pinjam gelasnya?”

Dia mengangguk lalu menyerahkan gelasnya padaku. Kulihat gelas itu sudah kosong, lumayan bisa aku gunakan. Aku kembali memasukan beberapa koin dan menekan tombol merah agar air kopi keluar. Setelah gelas plastik itu terisi penuh aku mengambilnya dari dalam mesin dan meminum kopi itu dengan sekali teguk.

“Gamsahamnida sudah meminjamkan aku gelasmu. Ehm, bagian mana tadi yang anda gunakan untuk minum?”

“Entahlah” jawabnya pendek.

“Ehm, ini tidak bisa disebut berciuman kan? Walaupun bibir kita pernah menyentuh benda yang sama.”

“Mwo?” ucapnya kaget.

“Ah sudahlah lupakan saja. Sekali lagi gamsahamnida.” Aku membungkukan badan dan melangkah pergi.

Bukankah dia dokter yang diundang untuk acara talkshow di studio 3? Kenapa dia masih ada disini? batinku.

***
Aku baru saja menyelesaikan pekerjaanku malam ini. Diluar hujan sangat deras dan seperti biasanya aku lupa membawa payung. Aku ambil ponsel dari dalam tasku, aku harus menghubungi Kyuhyun dan memintanya menjemputku. Tetapi saat kulihat ternyata ponselku mati.

“Ish! Hyemin pabo! Selalu saja seperti ini.” Rutukku.

“Hyemin kau belum pulang? Bukankah pekerjaanmu sudah selesai tadi?” tanya seorang staff kantor padaku.

“Aku tidak membawa payung.” Kataku.

“Kasihan sekali kebetulan aku membawa payung kecil. Mianhae.”

“Ah, Cheonmaneyo, kenapa kamu harus minta maaf? Bukan kesalahanmu aku saja yang selalu lupa membawa payung”

“Kalau begitu aku pulang dulu.” Dia mengangguk padaku lalu pergi keluar kantor.

Aku terus duduk di sofa ruang tunggu kantor sambil menghadap ke jendela. Tetes air hujan tampak membekas di jendela. Aku goreskan jariku pada jendela yang berkabut dan menuliskan kata Cho Kyuhyun. Ahh, disaat hujan seperti ini biasanya aku akan duduk dihadapannya dan dia akan memelukku sambil mendenngarkan musik dan meminum segelas kopi. Kyuhyun apa kau ingat aku tidak membawa payung?

Saat aku sedang melamun, tiba-tiba sebuah payung berwarna biru terulur didepanku. Aku menoleh menatap orang yang mengulurkan payung itu.

“Kyu!” Aku berteriak saking senangnya. Aku bangkit dari sofa dan berdiri dihadapannya sambil menerima payung darinya.

“Pabo!” Kyuhyun menyentilkan jariku ke dahiku. Lumayan keras dan sedikit sakit.

“Appo!”

“Hentikan kebiasaan pelupamu itu.” Ucapnya sambil meraih tanganku dan menggandengnya.

Saat kami hendak keluar dari pintu kami berpapasan dengan dokter yang tadi sore aku pinjam gelasnya untuk minum kopi.

“Cho Kyuyun?” Ucapnya.

Kenapa dia mengenal Kyuhyun? batinku.

Kyuhyun sejenak menatap dokter itu lekat-lekat.

“Choi Siwon?” Ucap Kyu.

Dokter itu mengangguk pada Kyuhyun.

“Hyung!” Teriak Kyu. mereka lalu saling berpelukan sambil tertawa.

Hyung? Kyuhyun punya kakak laki-laki? Bukankah dulu dia pernah bercerita bahwa kakaknya adalah seorang perempuan?

“Kalian saling kenal?” tanyaku.

Mereka melepaskan pelukan mereka dan menoleh padaku.

“Ne, dia Choi Siwon. Kakak kelasku di SMP dan SMA, kami adalah sahabat baik walaupun aku dongsaengnya. Dia sudah seperti kakakku sendiri. Hanya saja sejak dia kuliah di Amerika kami jadi jarang bertemu. Bukan begitu Hyung?” Ucap Kyuhyun.

“Ne. Kau kenal dengan assisten floor manager ini?” tanya Dokter Siwon pada Kyuhyun.

“Ne, kenalkan dia Cho Hyemin sahabatku.”

Aku mengulurkan tanganku pada dokter itu dan dia menjabatnya.

“Cho Hyemin, tapi anda bisa memanggilku Hyemin saja pak Dokter.”

“Choi Siwon, dan sebaiknya kau cukup memanggilku Siwon tanpa embel-embel dokter.” Ucapnya.

“Kau jadi Dokter sekarang?” tanya Kyu.

“Ne, kau tahu sendiri itu cita-citaku dari kecil.”

“Bukankah talkshow anda tadi sudah selesai dari jam  7 malam?” tanyaku.

“Kebetulan ada beberapa barangku tertinggal di ruang make up, jadi aku kembali, semoga saja masih ada.” Ucapnya.

“Kalau begitu, kami pulang dulu.” Kataku sambil sedikit menyeret lengan baju Kyuhyun, sebagai isyarat aku ingin cepat sampai rumah.

“Hyung bisakah kita bertukar nomor ponsel?” ucap Kyuhyun.

“Tentu saja, setelah ini kau jangan lupa menghubungiku ya.”

Mereka saling bertukar nomor ponsel sedangkan aku menunggunya dengan sedikit kesal. Aku lelah, aku ngantuk, aku ingin segera sampai rumah .

“Aku pulang dulu, sampai jumpa.” Ucap Kyuhyun. Kyuhyun menggandeng tanganku dan kami berjalan pulang bersama.

***

Hari ini aku bekerja dengan tidak tenang, tadi pagi aku lihat Kyuhyun muntah di dalam kamar mandi, wajahnya juga begitu pucat, tetapi setiap kali aku bertanya apa yang dia rasakan dia selalu menjawab dia tidak apa-apa. Aku tahu ada yang tidak beres dengan kesehatan Kyuhyun. Sejak masih kuliah aku sering melihat dia muntah, bahkan akhir-akhir ini dia sering pingsan dikantornya, tetapi saat aku tanya kepada dokter yang merawatnya, beliau selalu bilang kalau Kyuhyun hanya kecapaian. Sebenarnya apa yang dia sembunyikan dari ku?

“Annyeonghaseo Hyemin-ssi.” Seseorang menyapaku dan menyadarkanku dari lamunanku di meja kantor. Aku menoleh pada sumber suara itu, dan melihat Siwon sudah berdiri disampingku sambil tersenyum.

“Ah, annyeonghaseo Siwon-ssi.”

“Tolong jangan memanggilku dengan panggilan seperti itu, panggil saja Siwon. Tampaknya kau sedang melamun, apa ada masalah?”

“Ah, aniyo Siwon-ssi, maksudku Siwon. Hanya sedikit pusing dengan pekerjaanku. Ngomong-ngomong kamu sedang apa disini?”

“Aku masih menjadi pengisi talkshow di studio 3 sampai 2 bulan kedepan.”

“Ah ne, banyak surat penggemar yang memintamu terus menjadi pengisi acara. Sepertinya ketapananmu sudah memikat mereka.”

“Hahaha. Kau terlalu memujiku. Hm, bisakah jika kapan-kapan kita makan siang atau makan malam bersama?”

“Mwo? Kamu mengajakku makan bersama?” Aku bertanya dengan mata sedikit terbelalak. Seorang Choi Siwon mengajakku makan? Apa aku tidak salah dengar?

“Ne, waeyo? Kamu keberatan?”

“Aniyo, baiklah, tetapi jangan hari ini, pekerjaanku masih banyak.”

“Ne, aku mengerti. Boleh aku meminjam ponselmu?” Ucapnya sambil mengulurkan tangannya.

“Eh? Untuk apa?” Jangan-jangan dia mau membawa lari ponselku. Ya ampun! Aku ini berpikir apa, mana mungkin seorang Choi Siwon mencuri ponselku, dia oran kaya, ponselku tidak ada harganya.

Aku mengambil ponsel disakuku lalu menyerahkannya padanya. Dia menerima ponselku lalu segera mengetikkan sesuatu, lalu kembali menyerahkan ponsel itu padaku.

“Aku sudah menyimpan nomor ponselku disitu. Aku juga sudah mengirimkan pesan lewat ponselmu ke ponselku. Jadi sekarang kita sudah saling bertukar nomor ponsel.” Ucapnya.

Dia meminta nomorku dengan paksa? Baru kali ini aku temukan pria seperti Siwon.

“Sudah waktunya aku make-up untuk acara talkshow, sampai jumpa lagi Hyemin.” Siwon melangkah menjauh sambil melambaikan tangannya padaku. Sedangkan aku hanya menatapnya, takjub dengan apa yang tadi dia lakukan.

Saat aku masih memandangi punggung tegap Siwon yang perlahan mulai menjauh. Ponsel dalam genggamanku bordering.

“Yeoboseo?” ucapku saat mengangkat panggilan itu.

“Yeoboseo, apa anda nona Cho Hyemin? Kami dari Wooridul Spine Hospital ingin memberi kabar bahwa saudara Cho Kyuhyun sedang dirawat dirumah sakit kami.”

“Mwo? Kyuhyun? Wae?”

“Bisakah anda datang kesini? Dokter yang akan menjelaskan semuanya.”

“Baik, saya kesana sekaran.”

Aku sudah tahu ada yang tidak beres dengan kesehatannya. Kenapa dia harus menyembunyikannya dariku? Kenapa dia harus pura-pura sehat seperti itu? Awas kau Cho Kyuhyun! Aku hajar kau dirumah sakit.

***
Sesampainya dirumah sakit aku langsung mencari tahu kamar tempat Kyuhyun dirawat. Perawat mengatakan Kyuhyun dirawat di kamar nomor 105. Bergegas aku berlari disepanjang koridor rumah sakit mencari kamar nomor 105.

Aku buka pintu kamar nomor 105 dengan sedikit kasar. Kekesalanku pada kepura-puraan Kyuhyun sudah sampai di puncak kepalaku. Tetapi saat aku masuk aku tidak menemukan Kyuhyun terbaring diranjang rumah sakit, tetapi hanya seorang dokter yang aku tahu selama ini menjadi langganan Kyuhyun untuk memeriksakan diri saat dia merasa tidak enak badan. Aku sudah pernah bertemu dengannya dulu, hanya sekali.

“Dimana Kyuhyun dok?” tanyaku pada dokter itu.

“Kenapa kau kesini? Aku tidak akan mati disini.” Ucap Kyuhyun yang keluar dari dalam kamar mandi.

Dia mencipratiku dengan air dari tangannya yang basah. Dia juga mengusapkan tangannya itu pada bajuku, seolah-olah bajuku ini kain lap. Tanpa merasa bersalah dia langsung naik ke atas ranjang, dan tertidur terlentang.

“Kau kenapa? Kau pingsan dikantor?” tanyaku padanya. Dia tidak menjawab, dan tetap memejamkan matanya.

“Yak! Cho Kyuhyun kau kenapa? Kau jangan membuatku khawatir!” nadaku mulai meninggi karena aku sudah benar-benar kesal sekarang.

“Gwenchana, kau tidak usah mulai cerewet seperti itu. Gwenchanayo.” Ucapnya tanpa membuka matanya dan menatapku.

“Aish! Anda lihat dokter? Dia selalu saja seperti ini. Sebenarnya sakit apa yang dia derita sampai dia akhir-akhir ini sering pingsan?” tanyaku pada dokter yang berdiri disebelahku.

“Hmm, mungkin ini bisa disebabkan karena keturunan atau karena dia kekurangan kalsium pada setiap makanan yang dia konsumsi.”

Mendengar penjelasan dokter aku kembali menatap Kyuhyun. Aku tarik kerah bajunya sehingga tubuhnya sedikit terangkat bangun dari posisi tidurnya.

“Kita selalu makan makanan yang sama dirumah kita selama bertahun-tahun. Bagaimana bisa cuma kau yang sering pingsan karena kekurangan kalsium.”

“Pabo! Itu karena kau memakan lebih banyak makanan yang kita buat dari pada aku, bahkan kadang kau mengambil jatah makanku.” Ucap Kyuhyun sambil menjentikan tangannya pada dahiku.

“Mwo? Aku menghabiskan makananmu? Jangan asal bicara kau Cho Kyuhyun.”

“Sudahlah, lebih baik kau sekarang pulang. Aku masih harus dirawat disini. Besok pagi aku pulang kerumah.”

Mendengarnya bicara seperti itu, rasa marahku sudah tidak bisa aku tahan lagi. Aku ambil bantal yang dia tiduri lalu aku pukulkan bantal itu keseluruh tubuhnya. Kyuhyun hanya berteriak-teriak mengumpat sambil berusaha melindungi tubuhnya dari amukan batalku.

“Berhenti Hyemin! Kau kejam sekali padaku! Hyemin!” teriaknya.

“Aku pulang. Mulai sekarang aku akan membuatkanmu sayuran setiap hari dan memastikanmu memakan habis semuanya.”

Setelah membungkukan badan dan berpamitan kepada dokter yang merawat Kyuhyun aku melangkah pulang ke rumah.

***
Kyuhyun’s pov

Aku menatap punggung Hyemin yang menjauh lalu menghilang dibalik pintu. Melihatnya kesal seperti padaku, membuatku merasa bersalah. Aku sudah menyembunyikan hal besar darinya.

“Kau harus memberitahukan yang sebenarnya pada gadis itu Kyuhyun.” Dokterku membuyarkan lamunanku tentang Hyemin. Aku hanya menggeleng menjawab ucapannya itu.

“Waeyo? Dia terlihat sangat khawatir pada keadaanmu.”

“Aku ingin mengatakan semuanya padanya, tetapi aku tidak bisa. Saat aku hendak mengetakannya aku merasa seperti ada sebuah jarum di kerongkonganku, sakit menusuk yang membuatku akhirnya kembali terdiam.” Aku menghela nafas panjang.

“Dia akan tetap hidup Kyuhyun, pikirkan dirimu sejenak saja.”

“Aniyo, dia berbeda, dia tidak bisa hidup sendiri dia membutuhkan seseorang disampingnya, aku akan mengatakan semuanya saat aku sudah menemukan orang yang tepat untuk mendampinginya.”

“Tetapi kapan Kyuhyun?”

“Berapa lama lagi waktuku yang tersisa dok? Apakah kanker itu sudah menyebar kesemua tempat?”

“Mianhae, kanker itu sudah tidak hanya berada di ususmu saat ini tetapi sudah menjalar ke seluruh tubuhmu. Waktumu tidak lebih dari 9 bulan.”

Aku terdiam mendengar ucapan dokter. Aku memang menderita kanker usus sejak 5 tahun lalu. Segala macam pengobatan sudah aku tempuh, tetapi tidak ada satupun yang membuahkan hasil, setiap tahun stadium kankerku naik, dan gejalanya menjadi semakin parah. Setiap hari pula aku harus terus meminum obat. Sebenarnya aku sudah bosan hidup seperti ini. Dulu rasanya aku ingin cepat mati saja setiap kali tahu baha kankerku semakin hari semakin parah. Namun saat bertemu Hyemin aku menjadi takut mati, aku tidak ingin berpisah dan meninggalkannya sendirian.

***

Hyemin’s pov

Aku tahu ada yang Kyuhyun dan dokter itu sembunyikan dari ku. Kulihat kebohongan dimata mereka saat aku bertanya di rumah sakit tadi. Aku yakin sakit yang Kyuhyun derita tidak hanya sekedar kekurangan kalsium.

Sesampainya dirumah aku langsung masuk ke dalam kamar Kyuhyun. Aku buka lemari pakaiannya dan membuka laci didalam lemari itu. Didalam laci aku lihat ada banyak sekali botol obat berwarna coklat, hampir semuanya sudah kosong, hanya ada 2 botol yang masih terisi penuh dengan pil berwarna putih. Kubaca label yang tertempel disana Megace. Obat untuk apa ini?

Aku ambil ponselku dan mencari nomor Siwon. Dia seorang dokter, dia pasti tahu obat apa ini.

“Yeoboseo Siwon.” Sapaku saat dia mengangkat teleponku.

“Yeoboseo Hyemin, ada yang bisa aku bantu?” Ucapnya.

“Apa tawaran makan malammu masih berlaku?”

“Tentu saja, kapan kau ada waktu?”

“Bagaimana kalau malam ini? kita bertemu di Kona Beans di Apgujong”

“Malam ini? Baiklah, kamu mau aku jemput dimana?”

“Tidak usah, kita langsung bertemu di Kona beans saja.”

“Baiklah sampai bertemu disana.”

Aku matikan ponselku lalu aku mengambil salah satu dari botol-botol kosong itu dan menyimpannya di tasku.  Kenapa aku merasa takut sekarang? Aku takut mendengar kenyataan yang sebenarnya. Aku harap dokter di rumah sakit tadi benar penyakit Kyuhyun hanya sakit biasa yang tidak parah. Aku takut, aku takut sendirian, aku takut dia pergi meninggalkanku.

***
“Siwon, sebenarnya ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu.”

Kami sedang menyantap makan malam kami. Sejak tadi Siwon terus bercerita tentang masa kecilnya dengan Kyuhyun. Aku baru tahu dari dia bahwa dulu Kyuhyun ternyata seseorang yang sangat enerjik dan ceria tidak seperti sekarang yang tertutup dan lebih banyak diam.

“Kau mau bertanya apa?”

Aku keluarkan botol obat milik Kyuhyun dari dalam tasku dan meletakannya di atas meja.

“Apa kamu tahu ini obat apa?”

Siwon mengambil botol obat itu dan mengamatinya beberapa saat. Lalu mulai menjelaskan semuanya padaku.

“Ini obat kemoterapi untuk penderita kanker. Obat ini untuk menghilangkan rasa sakit pada penderita kanker stadium akhir kalau tidak boleh aku bilang penderita yang sekarat. Biasanya dokter akan memberikan obat ini saat penderita itu sudah tidak memiliki harapan hidup lagi.”

Aku tertegun mendengar penjelasan Siwon. Jadi selama ini Kyuhyun menderita kanker, dan hidupnya tidak akan lama lagi. ya tuhan kenapa dia tidak pernah memberi tahuku tentang penyakitnya ini.

“Hyemin, gwenchana? Siapa yang menderita kanker? Apa kamu yang meminum obat ini?”

“Aniyo, itu obat milik teman kantorku.”

“Oh, sekarang aku yang ingin bertanya padamu, bagaimana pendapatmu tentang Kyuhyun, kamu sahabatnya kan? Dimana kalian pertama kali bertemu?”

“Kyuhyun, aku dan dia sama-sama tinggal jauh dari orang tua, dan itu membuat kami menjadi merasa senasib.” Setetes air mata mengalir dari mataku mengingat saat – saat bersama Kyuhyun. mengingat tawanya, mengingat pelukannya, dan mengingat kenyataan bahwa sebentar lagi aku akan kehilangannya.

“Hyemin, gwenchana? Kenapa kau menangis?” ucap Siwon.

“Gwenchana. Dia sudah seperti ayah bagiku, yang selalu melindungiku dari segala bahaya. Dia seperti ibuku sendiri yang selalu mengingatkanku akan segala hal, mengingatkanku membawa payung saat hujan, mengantarkanku payung saat aku lupa membawanya, dan saat aku sedih dia menjadi seorang Oppa yang selalu menyerahkan bahunya sebagai tempat aku menangis. Suatu saat dia juga seperti kekasihku yang selalu menyayangiku.”

“Kamu mencintai Kyuhyun?” Tanya Siwon.

Aku hanya menggeleng menjawab pertanyaannya. Aku bukannya tidak mencintainya Siwon. Tetapi aku tidak tahu apakah aku benar-benar mencintainya atau tidak. Yang aku tahu aku tidak ingin berpisah darinya. Jika itu bisa dibilang cinta, maka benar aku sudah mencintainya.

***
Aku menangis sepanjang malam diatas sofa, sampai aku tertidur kelelahan. Dan saat aku kembali bangun di pagi hari dan mengingat kejadian semalam tangisku kembali meledak. Usia Kyuhyun tidak panjang, dan aku akan segera kehilangan dia. Kenapa ini bisa terjadi padaku?  Ini tidak adil! Sangat tidak adil.

“Hyemin, gwenchana?” Ucap Kyuhyun.

“Kau sudah pulang?” Tanyaku saat aku menoleh ke arahnya. “Aku takut Kyuhyun, aku takut sendirian.” Ratapku.

Kyuhyun duduk disebelahku dan memelukku. Dia mengusap punggung dan kepalaku. Apa yang dia lakukan membuatku semakin menjadi sedih.

“Kau sudah makan?” tanyanya. Aku hanya menggeleng. Sejak makan dengan Siwon aku memang belum makan apapun lagi, rasa sedihku mengalahkan rasa laparku.

“Aku membawa makanan, kita makan bersama. Sudah jangan menangis lagi. aku ada disisimu sekarang.”

Kyuhyun membimbingku duduk di kursi didepan meja makan kami. Dia memebuka bungkusan makanan yang dia bawa dan menyiapkan makanan untuk kami berdua.

“Kyu, apa ada sesuatu yang ingin kau katakan padaku?”

“Eh?”

“Seperti sebuah rahasia.”

“Johahaeyo, aku menyukaimu.”

Dasar bodoh! Aku tahu kau menyukaiku. Kyuhyun sekarat, aku ingin memenuhi segala keinginan terakhirnya.

“Aku juga menyukaimu. Apa yang paling kau inginkan di dunia ini?”

“Melihatmu menemukan laki-laki yang baik dan melihatmu menikah dengannya.” Aku ternganga mendengar keinginannya itu.

“Tidak bisakah aku menikah dengannmu?”

“Aku bukan laki-laki yang baik. Carilah laki-laki sehat yang bisa menjaga keluargamu”

Kau bodoh Kyuhyun! kau memang bukan laki-laki yang baik tetapi kau yang terbaik untukku. Aku mengambil sendok dan mulai memakan makananku dalam diam. Aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis dan berteriak memberitahunya bahwa aku sudah tahu penyakit apa yang dia derita, dan itu membuatku sangat menderita.

***
Sudah lewat 5 bulan sejak aku tahu penyakit yang diderita Kyuhyun. Aku dan Siwon menjadi semakin dekat sekarang. Dia semakin sering mengajakku pergi. Kyuhyun pun tampaknya tidak keberatan aku berkencan dengannya, walaupun aku sering melihatnya menatap kepergianku dengan sedih.

Aku bingung, apa yang harus aku lakukan? Memenuhi keinginan terakhir Kyuhyun dan menyakiti hatinya dan hatiku, atau aku memaksanya menikah denganku? Sekarang aku tahu dia mencintaiku, Aku ingin mengatakan perasaanku padanya, aku ingin membuka mulutku dihadapannya dan mengatakan bahwa aku mencintainya, tetapi aku tahu aku pasti akan menangis lebih dulu sebelum aku bisa mengatakannya jadi aku hanya bisa terdiam lagi dan saat mendengar permintaan terakhirnya membuatku mengurungkan niatku.

Saat ini Siwon mengajakku ke sebuah taman di tengah kota Seoul. Taman yang sangat indah, dikelilingi oleh bunga-bunga. Kami duduk bersama di bangku taman.

“Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan Hyemin.” Tanya padaku.

“Mwo?”

Tiba-tiba Siwon sudah berdiri di depanku dan mengeluarkan sebuah kotak, yang ternyata berisi sebuah cincin didalamnya.

“Saranghae, maukah kau menikah denganku?” ucapnya. Aku menatapnya dengan tidak percaya. Siwon melamarku.

“Tetapi Siwon kita…”

“Kita baru 5 bulan kenal? Lalu kenapa? Aku mencintaimu sejak pertama aku melihatmu, dan aku harap kau juga mencintaiku.”

Aku menatapnya dengan sedih. Aku kembali teringat permintaan terakhir Kyuhyun.

Melihatmu menemukan laki-laki yang baik dan melihatmu menikah dengannya adalah keinginanku.

Apa Siwon orang yang tepat? Apa Kyuhyun akan menyetujuinya?

Denga sedikit ragu aku menganggukan kepalaku sebagai tanda menerima lamarannya. Senyum bahagia segera tersungging di wajahnya. Dia memasangkan cincin itu dijariku lalu memelukku.

“Bulan depan kita menikah, aku sudah menyiapkan segalanya.”

Aku hanya bisa terdiam mendengar ucapannya. Tetas air mata mulai mengalir di pipiku. Mianhae Siwon, aku sudah berbohong padamu, jeongmal mianhae.

***
Aku sudah menceritakan segalanya pada Kyuhyun bahwa Siwon melamarku dan aku menerimanya. Dia tidak tampak kaget, hanya sedikit raut sedih sempat aku tangkap dari wajahnya.

“Menikahlah dengan Siwon. Dia laki-laki yang baik, aku merestuimu.” Ucapnya.

“Kau mau menjadi pendamping pengantinku?” tanyaku.

“Ne, apapun akan aku lakukan untukmu.” Dia mengusap kepalaku lembut.

“Aku ingin bertanya sekali kepadamu. Ada yang ingin kau katakan padaku? Sebuah rahasia?”

Kyuhyun hanya diam mendengar pertanyaanku. Aku menatapnya, dan kulihat ada air mata disudut matanya.

“Saranghae.” Ucapnya sambil menatapku dengan sedih.

Mendengar ucapannya, seketika air mataku mengalir deras. Aku memeluknya erat-erat seakan aku takut kehilangannya.

“Kenapa kau tidak pernah mengatakannya Kyuhyun. Wae? Kau bodoh!” makiku sambil terus memeluknya erat.

“Mianhae, Jeongmal mianhae.”

Aku melepaskan pelukanku padanya. Aku menatapnya, lalu aku mencium bibirnya. Aku menciumnya dengan penuh gairah. Menumpahkan segala perasaan yang sudah aku pendam selama ini dengan menciumnya. Dia tidak menolak ciumanku bahkan membalasnya. Salah satu tangannya sudah menelusup ke rambutku, sedangkan tangan yang lain mengusap punggungku. Kami saling bergantian mengecup bibir, nafasku dan nafasnya semakin memburu. Air mataku dan air matanya sama-sama sudah mengalir deras membasahi pipi kami berdua. Kami berciuman sambil menangis. Mungkin ini terakhir kalinya aku bisa menciumnya seperti ini. menciumnya dengan penuh gairah dan cinta.


Kyuhyun’s pov

Satu bulan kemudian.

Aku menunggu di ruang rias pengantin lengkap dengan jas pendamping pengantin, menunggu pengantinku. Ya pengantinku, aku ingin sekali saja dan untuk terakhir kalinya melihat Hyemin dengan baju pengantinnya dan menganggapnya sebagai pengantin perempuanku. Aku tahu, setelah aku menyerahan tangannya pada Siwon tepat didepan altar nanti aku sudah tidak lagi berhak manganggapnya sebagai pengantinku. 

Pintu ruang make up terbuka, dan kulihat Hyemin berdiri dengan gaun putih panjangnya, satu tangannya menggenggam buket bungan berwarna merah. Dia tampak cantik sekali. Dia tersenyum padaku lalu berjalan menghampiriku.

"Hai Cho Kyuhyun." Sapanya saat berada tepat di hadapanku. Dia membetulkan letak dasiku lalu mengusap dadaku.

"Kau tampan sekali hari ini." Ucapnya. Kulihat setets air mata mengalir dari matanya.

"Uljima. Ini hari bahagiamu." Ucapku sambil mengusap air matanya.

"Hari bahagiaku? Ne ini hari bahagiaku. Kau benar kyu" Ucapnya. air mata mengalir makin deras dari mata indahnya.

"Uljima Hyemin, uljima."

"Ini hari bagiaku, tetapi apa kau bahagia Cho Kyuhyun? Apa kau bahagia melihatku menikah dengan orang lain?" tangisnya menjadi makin keras. Dia benamkan kepalanya di dadaku.

"Aku bahagia jika kau mendapatkan yang terbaik."

"Kau benar-benar pria brengsek Kyuhyun!"

"Uljima." aku mengangkat wajahnya dan mengusap air matanya. Syukurlah riasan wajahnya tidak rusak, dia masih tetap cantik walau dengan mata sedikit sembab.

"Bisakah aku minta tolong ambil foto kami berdua dengan kamera itu?" ucap Hyemin pada seorang periasnya sambil menunjuk kamera polaroid milik sang perias.

"Tentu saja." jawab perias itu.

"Hyemin, untuk apa kita berfoto?"

"Aku mohon untuk terakhir kalinya."

Hyemin menarik tanganku dan menggandengnya.

"Hana, dul, set." perias itu memberi aba-aba.

Kilauan lampu blitz menyilaukan menerpa wajahku.

"Kalian tampak serasi." ucap perias itu sambil menyerahkan selembar hasil foto pada Hyemin.

Hyemin menatap foto itu lekat, air mata kembali mengalir di pipinya. Tiba-tiba dia memelukku erat dan menangis dibahuku.

"Sarangae." ucapnya lirih dengan sesegukan.

"Aku juga." ucapku. Aku memeluknya erat-erat mungkin ini terakhir kalinya aku bisa memeluknya. Memeluknya sebagai pengantinku.

"Ehem." kudengar sebuah suara berdeham dari arah pintu. Kulihat Siwon sudah berdiri disana lengkap dengan jas pengantinnya. Dia tampak tampan, pasti sangat serasi dengan Hyemin.

Aku lepaskan pelukan Hyemin dan mengusap air matanya.

***

Siwon’s pov

Aku masuk kedalam ruang ganti mempelai wanita. Aku ingin mengingatkan Hyemin dan Kyuhyun pernikahan akan dilaksanakan sebentar lagi.

Aku buka pintu ruangan itu dan melihat mereka sedang berpelukan. Wajah Kyuhyun terlihat sedih, matanya meerah dan ada sedikit air mata di sudut matanya. Kulihat bahu Hyemin dalam pelukan Kyuhyun juga sedikit berguncang. Apa Hyemin juga menangis? Kenapa mereka semua menangis?

"Ehem," aku berdeham untuk menyadaran mereka akan keberadaanku.

Kyuhyun menatapku lalu dia melepaskan pelukan Hyemin dan mengusap air mata di pipinya.

"Hyemin gwenchana?" tanyaku.

"Gwenchana, aku membetulkan riasanku lebih dulu." ucapnya lalu masuk ke dalam kamar rias bersama periasnya yang lalu menutup pintunya. Aku lihat matanya sembab dan wajahnya terlihat sangat sedih.

"Aku lebih baik menunggu diluar saja hyung." ucap Kyuhyun. Dia lalu pergi keluar ruangan. Matanya tampak merah. Sepertinya dia menahan tangis.

Ya tuhan, apa benar-benar tidak ada apa-apa diantara mereka? Batinku.

Aku melihat selembar foto tergeletak di meja. Aku ambil foto itu. Foto kyuhyun dan hyemin yang memakai gaun pengantin. Sepertinya ini baru diambil tadi. Mereka tampak serasi. Walaupun mereka tersenyum tetapi mata mereka memancarkan kesedihan yng teramat sangat.

Apa Hyemin benar-benar mencintaiku? Apa pernikahan ini memang jalan yang benar?

***

Hyemin’s pov

Aku dan Kyuhyun berjalan berdampingan menuju altar. Di depan altar tampak Siwon sudah menungguku. Diwajahnya tersungging senyum yang sangat tampan.

Ratusan pasang mata undangan menatap kami berdua berjalan. Aku sengaja melambatkan langkahku, agar aku bisa lebih lama bersama kyuhyun.

Sesaat aku menoleh kearahnya dan mentap wajahnya dari samping. Aku akan sangat merindukan wajah ini. Aku akan sangat merindukannya. Kyuhyun terus memandang ke depan, tidak sedetikpun dia menoleh padaku.

Kami sampai dihadapan Siwon. Dia tersenyum padaku. Aku mencoba tersenyum padanya, tapi sepertinya otot wajahku menjadi kaku. Kenapa tersenyum saja bisa begini sulit?

Kyuhyun menoleh padaku dan tersenyum. Aku bisa melihat kesedihan disana. Aku menatapnya dan menggeleg pelan. Kyuhyun mengulurkan tanganku pada Siwon. Aku genggam jemari Kyuhyun dengan erat.

Aku mohon Kyuhyun, jika kau memang tidak ingin melepaskanku, jangan pernah serahkan tanganku pada Siwon. Aku mohon Kyuhyun, jika kau menarik kembali tanganku aku akan membatalkan semuanya. Ku mohon Kyuhyun. Ucapku dalam hati sambil mentapnya lekat.

Kyuhyun menyerahkan tanganku pada tangan Siwon yang langsung menggenggam erat tanganku. Kyu menepuk pelan tanganku 3 kali dan menatapku sambil tersenyum.

"Chukae" ucapnya lirih.

Dia berbalik dan melangkah pergi meninggalkanku dengan Siwon di altar.

Kenapa rasanya sesakit ini tuhan? Kenapa? Rasanya seakan aku tidak bisa lagi berdiri tegak tanpa dia sisiku.

***

Kyuhyun’s pov

Aku menyerahkan tangan Hyemin pada Siwon. Aku tatap mata Hyemin. Aku tahu dia menolak. Aku tahu dia hampir menangis. Dan ku tahu dia tidak ingin berpisah denganku. Mianhae Hyemin, aku bukan pria baik, aku tidk bisa memenuhi janjiku untuk terus menemanimu. Siwon pria yang sempurna untuk menggantikanku. Jeongmal mianhe.

Aku berbalik dan melangkah pergi saat Hyemin sudah berada didepan altar. 2 jam lagi pesawat yang akan mengantarku ke Amerika take off, aku akan pergi dari kehidupan Hyemin untuk selamanya. Aku yakin sekarang bahwa dulu Tuhan mengambil satu tulang rusukku untuk meciptakan Hyemin. Karena saat aku melepasnya dan kehilangan dia seperti sekarang dadaku terasa amat nyeri, nafaku terasa sesak seakan sudah tidak ada lagi rusuk yang menyangga paru-paruku dan membuatnya bisa menghirup udara.

Aku harap pengorbananku ini bisa membuat hidupmu bahagia. Seperti kataku padamu dulu, berapa kalipun aku dilahirkan kembali orang yang akan aku cintai cuma kau Hyemin, karena kau adalah tulang rusukku, walaupun kita tidak akan pernah bisa bersatu. Saranghae Cho Hyemin.

Sekarang aku tahu apa yang dirasakan Romeo pada Juliet. Romeo pasti mencintai Juliet dengan takut. Dia takut kehilangan Juliet. Aku juga tahu sekarang kenapa dia meminum racun itu, dia tahu bahwa untuk mencintai seseorang adalah dengan memberinya segalanya termasuk jika itu hidupnya sendiri.


even if i can’t tell that i love you,
the fact that I’m able to look at you from a distance,
give you everything and love you
even if i’m sad, i’m happy

***
Hyemin’s pov

3 bulan kemudian

Ting tong. Bel rumahku berbunyi berkali-kali. Aku berjalan ke arah pintu dan membukanya. Seorang pengantar paket berdiri didepanku dengan seragam birunya.

“Ada paket nyonya. Silahkan tanda tangan disini.” Ucapnya sambil menyerahkan sebuah kotak yang dibungkus kertas berwarna coklat dan selembar kertas slip. Aku bubuhkan tanda tanganku di tempat yang dia tunjuk. Dia pergi setelah menerima slip buktinya kembali.

Aku tutup pintu rumahku, sambil berjalan masuk aku baca nama pengirimnya. Cho Ahra, Amerika Serikat. Cho Ahra? Bukankah dia kakak perempuan Kyuhyun? Kenapa dia mengirimkan barang untukku? Aku buka kertas pembungkus kotak itu. Ternyata isinya sebuah kaset video dan sebuah surat. Aku buka surat itu, dan isinya benar-benar membuatku terbelalak.


Annyeonghaseo Cho Hyemin,
Saat membaca surat ini mungkin kau bertanya-tanya siapa aku, atau Kyuhyun adikku itu sudah bercerita padamu tentang aku? Aku anggap saja kau tidak mengenalku. Aku Cho Ahra, kakak kandung perempuan dan satu-satunya yang Kyuhyun punya. Aku ingin memberitahumu sebuah kabar, ah entah bagaimana aku harus menceritakannya. Kyuhyun sudah meninggal 2 minggu yang lalu. Sebelum dia meninggal, dia memintaku mengirimkan sebuah video (yang kasetnya aku sertakan dengan surat ini), aku harap kau melihatnya.

Aku belum pernah melihat adikku itu mencintai seorang gadis seperti dia mencintaimu. Aku mohon tolong maafkan dia yang sudah meninggalkanmu. Dia bukannya tidak mencintaimu, tetapi dia ingin kau bahagia bersama seorang pria yang sehat, tidak berpenyakit sepertinya.

Aku harap kau bahagia bersama suamimu Choi Siwon.

Cho Ahra.

Air mata jatuh menetes dipipiku. Badanku lemas, pikiranku pun kosong. Aku ambil kaset video itu dan aku masukan ke dalam video player di ruang keluargaku. Aku duduk di atas sofa didepan televise dan melihat isi video itu. Kyuhyun tampak berdiri dengan latar belakang salju dibelakangnya. Dia tampak memakai baju hangat pemberian dariku dulu.

“Hai Hyemin.” Ucapnya didalam video itu sambil melambaikan tangannya seperti kebiasaanku menyapanya.

“Apa kabarmu? Aku yakin kau baik-baik saja. Kau lihat disekitarku? Ne, salju, sedang musim dingin disini. Kau pasti iri padaku, hahahahaha. “ dia mengambil sedikit salju disekitarnya dan melemparkannya ke atas lalu tertawa terbahak-bahak, tawa yang aku rindukan.

“Hyemin, hiduplah dengan bahagia, dengan sehat, sampai kau berumur 70 tahun dan memiliki cucu. Jangan pernah lupa untuk tersenyum, karena aku menyukai senyummu. “ dia meletakan jari telunjuknya di pipinya sambil tersenyum dengan sangat manis.

”Jangan lupa juga membawa payung saat musim hujan dan musim salju, kau itu sangat pelupa. Boleh aku mengataimu untuk terakhir kalinya? Ah aku anggap boleh saja. Ya! Kau Cho Hyemin Pabo! Hilangkan sifat pelupamu itu! Pabo pabo pabo! Araso!” dia kembali tertawa terbahak-bahak setelah mengataiku bodoh.

“Dan kau harus ingat aku akan terus mengawasimu walau kita saling berjauhan. Selamat tinggal Hyemin, bye.” Dia kembali melambaikan tangannya lagi. senyum yang tersungging diwajahnya perlahan berubah menjadi raut wajah sedih.

“Saranghae.” Ucapnya lagi.

Video itu selesai sampai disitu. Air mata sudah membanjiri wajahku. Ini kah terakhir kali aku bisa melihatnya tersenyum? Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku hanya bisa menangis, menangis sekeras mungkin. Kenapa kau pergi meninggalkanku  Kyuhyun, wae?

Aku kembali mengulang video itu dari awal, melihat tawanya lagi, melihat senyumnya. Kau jahat meninggalkanku sendirian disini. aku tidak bisa hidup tanpamu, tidak bisa. Haruskah aku menyusulmu Kyuhyun? Apa kau mau aku melakukan itu?

***
“Kau sedang apa jagiya?” kudengar suara Siwon berada dibelakangku.

“Bukankah itu Kyuhyun? Kau membuka kembali video lama?” tanyanya lagi saat melihat sosok Kyuhyun dilayar televisi. Aku hanya diam tidak menjawabnya. Dia duduk disebelahku dan menatapku.

“Kau menangis? Wae? Apakah terjadi sesuatu? Ceritakan padaku Hyemin.”

Tanpa menatapnya aku mengulurkan surat dari Ahra padanya.

“Kyuhyun sudah…” ucapnya tertahan.

“Aku mau bercerai denganmu.” Kataku masih tidak menatapnya.

“Mwo? Kenapa kau tiba-tiba berkata seperti itu?”

“Kyuhyun sudah meninggal dan tidak ada lagi yang bisa aku lakukan sekarang.”

“Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan.”

“Aku menikah denganmu karena permintaan Kyuhyun. aku sama sekali tidak pernah mencintaimu. Satu-satunya orang yang aku cintai adalah Kyuhyun, sahabatmu. Kyuhyun sudah meninggal sekarang, tugasku sudah selesai. Kita akan bercerai.”

“Aniyo. Kau jangan bercanda Hyemin!”

Aku hanya diam sambil terus melihat wajah Kyuhyun yang ada di layar televisi.

“Kau sudah mempermainkanku!” bentaknya padaku.

“Mianhae.” Jawabku pendek.

“Aku tidak akan menceraikanmu. Shiro!”

Dia memelukku dari samping, dia benamkan kepalanya dibahuku. Tapi aku tetap bergeming. Keputusanku sudah bulat. Sudah tidak ada yang bisa aku lakukan lagi sekarang setelah Kyuhyun meninggal. Mianhae Siwon.

***
Aku isi bathtub kamar mandiku dengan air dingin sampai penuh. Sambil menunggu air pebuh aku berdiri didepan kaca diatas wastafel. Aku kembali mengingat saat aku tinggal bersama Kyuhyun dulu. Setiap malam kami selalu menyikat gigi kami bersama, saat dia berkumur biasanya aku akan menepuk pantatnya dan memintanya menyingkir dari wastafel untuk bergantian berkumur.

Air mataku kembali mengalir deras di pipiku. Aku merindukanmu Kyuhyun, aku tidak bisa hidup tanpamu. Aku menatap scalpel milik Siwon yang aku genggam. Aku ambil scalpel itu dari meja kerjanya.

Aku duduk di lantai sambil bersandar ke dinding. Kurasakan air luapan dari bathtub membasahi kakiku. Aku kembali menatap scalpel itu, kulihat sedikit bayangan tubuhku yang tampak kacau disana.

Aku goreskan scalpel itu ke pergelangan tangan kananku. Terasa perih, tetapi lebih perih rasa sakit di hatiku saat ini. Aku masukan tanganku ke dalam bathtub dan seketika itu juga warna air didalam bathtub berubah menjadi merah. Rasa dingin segera menjalar ditubuhku, rasa dingin yang membuatku semakin menggigil. Jeongmal mianhae Siwon, aku hanya mencintai Kyuhyun, aku harap kau mau memafkanku.

“Kyuhyun-ah Bogoshipo. Aku ingin segera bertemu denganmu.”

***

I loved you to death
I loved only you
I really loved you.
Not knowing that you were not here by my side.
Because I love you
your sadness
your sorrow
All I bring away

---END---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar