Selasa, 14 Agustus 2012

THE BOOK OF THE EMPEROR (Prolog)


Annyeonghaseo *bow senangnya setelah sekian hari eh bulan tidak menyambangi rumah saya tercinta ini, aku bisa meluangkan waktu bat mampir, heheheh. Mianhae, jika banyak yang menunggu FF aku, terutama yang I Wish Never Meet You, itu FF terbengkalai di 2 scene terakhir, dan aku benar-benar mengalami write's blok yang teramat parah, *jedotin pala ke tembok. Jadi untuk sementara aku nulis FF ini. aku berharap FF ini banyak yang suka ya, dan harap dicermati footnote yang sudah saya berikan biar tidak bingung, hehehe. Baiklah, selamat membaca semua, and happy fasting ^^.

 
Type                    : Multi-chapter

Author                 : Istrinya Kyuhyun

Main Cast            : Cho Kyu Hyun as Kim Gyu Hyeon
                               Park Byeol Hae
                               Park Jung Soo (Leeteuk) as Kim Jung Soo
                               Ratu Sulbae / Putri Myeon Su
                               Perdana Menteri Park Jun Seon

Supporting Cast  : Ex Raja  Junpyeo / Pangeran Yeong Jun.
                               Ex Permaisuri Sungki / Yi Cheon Sung
                               Kim Ryeowook as Pangeran Park Ryeo Si
                               Kim Jong Woon
                               Lee Donghae as Lee Hae Dong
                               Lee Sungmin as Sun Min Eul

Rating                  : PG-13
Theme                  : Romance, Fusion Saeguk, Adventure, Angst.

Disclaimer           : Seluruh tokoh dan jalan cerita di dalam fanfiction ini adalah milik saya. Siapapun yang mengambil nama tokoh ataupun jalan cerita tersebut tanpa seijin saya adalah PLAGIAT!

Warning               : Fanfiction ini berisi banyak istilah yang digunakan pada  jaman kerajaan Korea, agar tidak bingung, saya memberikan keterangan berupa footnote. Seluruh informasi di dalam fanfiction ini saya dapatkan dari internet dan juga drama saeguk yang telah saya tonton.

xxXXxx

Ketika Naga dan Phoenix terpisah oleh sungai darah…
Akankah sang Phoenix mengepakan sayap patahnya untuk menyeberangi sungai itu?
Akankah sang naga menancapkan kuku tajamnya guna menjemput sang Phoenix?
Ataukah keduanya akan mati berama dalam kesedihan?
Tenggelam dalam sungai darah yang tercipta oleh dendam masa lalunya…

Raja Kim Jun Reo memiliki dua orang anak dari permaisurinya Ratu Cheon Song, yang pertama adalah putri Kim Myeon Su, dan yang kedua adalah pangeran Kim Yeong Jun. Sayangnya ratu meninggal saat melahirkan putra keduanya. Karena rasa cintanya pada istrinya, Raja Jun Reo tidak mengangkat selir lain sebagai permaisurinya walaupun banyak menteri yang mendesaknya mengangkat ratu yang baru.

Saat Raja merasa dirinya sudah tua, dan akan segera mangkat, maka raja memutuskan untuk mencari penggantinya. Dia merasa bimbang, harus memilih siapa untuk dia jadikan penguasa. Pangeran Junpyeo lebih berhak karena dia seorang laki-laki, walaupun dia bukan anak pertama, tetapi dia lihat putri Myeon Su juga berambisi untuk menggantikan ayahnya.

Namun raja merasa khawatir akan kelangsungan negerinya jika dia memberikan kekuasaan pada Myeon Su, bukan karena dia dirasa tidak mampu, namun Raja Jun Reo merasa khawatir pada menantunya Park Jun Seon yang sering berpesta pora bisa mempengaruhi pikiran Myeon Su istrinya.

Setelah bersemedi dan bersembayang selama 40 hari, di kuil milik istrinya, dia memutuskan untuk mengangkat Pangeran Yeong Jun sebagai penggantinya. Yeong Jun yang sedang menantikan kelahiran anak pertamanya sangat kaget dengan keputusan ayahnya. Dia tidak ingin menjadi raja, karena dia tidak ingin anak dan istrinya terlibat dalam carut marutnya perebutan kekuasaan. Dia tahu bahwa kakaknya terutama kakak iparnya sangat menginginkan menjadi penguasa.

***
“Kasim? Apakah Kasim ada diluar? Uhuk uhuk.” Panggil Raja Kim Jun Reo dengan suara parau dan nafas yang tersengal-sengal. Sebuah langkah kaki yang terburu-buru terdengar menggaung dari koridor di depan kamar raja. Seorang lelaki setengah baya berseragam hijau masuk ke dalam kamar dengan wajah tertunduk.

Jeonha1).” Ucap sang Kasim masih dengan wajah yang tertunduk penuh hormat.

“Panggil Pangeran Yeong Jun dan Eul Gak uijeong2) kesini. Ada yang ingin aku bicarakan dengan mereka.” Titah Raja. Dia terbaring lemah di atas tempat tidur dengan tangan memegangi dadanya yang terasa sangat sakit menusuk. Wajahnya sepucat kertas dengan buliran keringat dingin menempel di dahinya.

Ye, Jeonha.” Kasim mundur secara perlahan lalu segera berlari secepat yang dia bisa menuju kediaman Pangeran Yeong Jun dan memerintahkan pengawalnya untuk pergi ke kediaman yeong uijeong.

Suara batuk Raja terdengar semakin intens menggema dari dalam kamarnya. Semua dayang yang berjaga di depan merasa khawatir, namun tidak berani berbuat apapun karena telah di peringatkan sebelumnya oleh paduka untuk tidak ada yang memasuki kamarnya selain dia panggil.

Ahba-mama3).” Pekik Pangeran Yeong Jun. Dia segera berlari menghampiri ayahnya yang terbaring lemas di atas tempat tidur. Raja hanya tersenyum melihat kepanikan di wajah putra kesayangannya itu.

Jeonha, apakah anda baik-baik saja?” Ucap Eul Gak. Pangeran Yeong Jun menggenggam erat tangan ayahnya yang terasa dingin dengan wajah sedih.

Jeonha, apakah saya harus memanggil tabib kesini?” Ucap Kasim yang sudah berdiri di ambang pintu, bersiap untuk segera memanggil tabib, namun Raja mengangkat tangannya dan melarangnya untuk pergi.

Ahni. Kau ambilkan saja kertas, pena dan stempel kerajaan sekarang.” Kata Raja sambil berusaha untuk bangun dari pembaringannya. Pangeran Yeong Jun membantu ayahnya untuk duduk diatas tempat tidur. Dengan nafas tersengal-sengal raja berusaha untuk tetap mempertahankan kesadarannya.

Ahba-mama, biarkan aku memanggil tabib.” Pangeran Yeong Jun berusaha membujuk ayahnya, namun tak digubris oleh raja.

Uijeong, kau harus menulis semua yang aku katakan, dan memastikan semuanya terlaksana dengan baik.”

Ye, Jeonha.” Eul Gak duduk di atas kursi yang telah di siapkan oleh kasim lalu mengambil sebuah kertas dan mengambil penanya bersiap untuk menulis.

“Surat Wasiat Raja Jun Reo.” Ucap Raja dengan tersengal. Pangeran Yeong Jun, Eul Gak dan Kasim serempak menegakkan kepalanya dan memandang raja dengan terkejut.

Jeonha…” Bisik kasim, tetapi raja mengangkat tangannya dan menyuruhnya diam.

“Aku akan menyerahkan tahta ku sebagai raja kepada anak keduaku Pangeran Yeong Jun.”

Ahba-mama.”

“Yeong Jun, aku ingin kau yang menjadi penerusku. Kau anak kesayanganku, dan aku percaya padamu. Ini adalah keinginan terakhir ayahmu yang tak sempurna ini, jadi lakukanlah.” Raja membelai bahu putranya yang terlihat sangat khawatir itu dan mencoba menyakinkannya. Yeong Jun hanya bisa mengangguk lemah, walaupun didalam hatinya dia menjadi sangat bimbang. Dia sebenarnya tak mau terlibat dalam perebutan kekuasaan seperti ini dan membahayakan Istri. Apalagi dia tahu kakak perempuan serta kakak iparnya sangat menginginkan menjadi penguasa.

“Untuk anak pertamaku Putri Myeong Su dan suaminya Park Jun Seon akan ikut denganku dalam ketenangan di soraesa4). Serta tidak akan lagi mencampuri urusan kerajaan.” Eul Gak terus menulis, dan kasim tetap terdiam walaupun dahi keduanya sempat berkerut mendengarnya.

“Cukup, sekarang kau bisa menggunakan stempel kerajaan untuk mengesahkannya. Dan Kasim, aku ingin pergi ke soraesa besok, siapkan segalanya.” Kasim mengangguk lalu keluar dari kamar Raja, sedangkan Eul Gak mengambil stempel lalu membubuhkannya pada kertas surat wasiat.

Uijeong, segera siapkan acara penobatan Raja untuk lusa, dan beritahu dewan istana esok hari.” Raja terbatuk dan nafasnya semakin menjadi pendek.  Eul Gak mohon diri dengan membawa surat wasiat di tangannya. Dia merasa bimbang, dia yakin jika surat wasiat itu dijalankan maka akan terjadi hal buruk.

Ahba-mama. Sebaiknya anda beristirahat dulu, hamba akan memanggilkan tabib istana.” Yeong Jun membantu ayahnya berbaring kembali di atas tempat tidurnya dan hendak pergi memanggil tabib namun Raja menggenggam tangannya dan mencegahnya pergi.

“Temani aku disini Yeong Jun.”

Aboji.” Yeong Jun kembali duduk di tepi ranjang sambil menggenggam tangan ayahnya. Raut wajahnya terlihat sangat khawatir dan sedih. Dia takut terjadi sesuatu dengan ayahnya, dia juga merasa tak mampu mengemban amanat ayahnya menjadi Raja. Yeong Jun lebih menyukai hidup bebas dan damai tanpa harus memikirkan tentang perebutan kekuasaan.

“Aku mengantuk.” Ucap Raja dengan suara yang sangat kecil, hingga hampir tidak bisa terdengar. Yeong Jun membelai tangan ayahnya dengan lembut hingga akhirnya mata Raja tertutup dan nafasnya terhenti. Yeong Jun tercekat dan menatap jasad ayahnya yang tak bergerak dengan kaget. Dia kembali membelai tangan ayahnya berusaha untuk membangunkannya, namun ayahnya tak bergerak. Ia mencoba mencari desahan nafas ayahnya dengan meletakan telunjuknya di bawah hidung ayahnya, tetapi tak terasa lagi ada nafas terhela dari sana. Setetes air mata jatuh dari matanya, menyadari ayah yang sangat dia cintai sudah pergi untuk selamanya. Dengan tangan bergetar dia menutupi jasad ayahnya dengan selimut yang semula menutupi hanya sebatas dadanya. Ia keluar dari kamar ayahnya dan memberitahu kepada kasim semua yang telah terjadi. Tangisan meledak diseluruh penjuru menciptakan suasana malam yang kelam dan memilukan.

***
Seminggu setelah mangkatnya Raja Jun Reo, perdana menteri Eul Gak mengadakan rapat dewan istana dan mengumumkan isi surat wasiat yang telah mendiang Raja buat sesaat sebelum beliau meninggal.

Kedua belah partai anggota dewan duduk dengan gelisah menanti siapa yang akan menggantikan Raja Jun Reo. Pangeran Yeong Jun tidak hadir dalam rapat itu, sedangkan putri Myeon Su dan suaminya sudah duduk dengan tenang di hadapan para anggota partai utara dengan senyum menyakinkan tersungging di wajah mereka.

“Surat wasiat yang mulia Raja Jun Reo, yang di tulis pada tahun 1415, sebelum beliau wafat.” Eul Gak uijeong memulai rapat dewan dengan membacakan wasiat raja. Semua yangban yang hadir dalama rapat itu perlahana-lahan mulai merasakan atmosfir ketegangan yang membuat mereka tanpa sadar menahan nafas mereka.

“Aku Raja Jun Reo, menginginkan anak keduaku Pangeran Yeong Jun untuk menjadi penerusku menjadi Raja.” semua yangban5) terbelalak kaget, bisik-bisik pun segera terdengar diantara para yangban. Putri Myeon Su mengepalkan tangannya dengan kesal, karena ternyata ayahnya lebih memilih adiknya yang pendiam itu untuk menjadi Raja dibandingkan dengan dirinya.

“Aku pun menginginkan anak pertamaku putri Myeon Su dan suaminya Park Jun Seon untuk mengikutiku dalam ketenangan di Soraesa.” Pekik tertahan segera terdengar dari arah partai utara, mereka serempak menatap Myeon Su dan Jun Seon yang juga tampak sangat terkejut.

Dengan marah Jun Seon bangkit dari duduknya lalu keluar dari Geunjeongjeon6). Myeon Su-gongju yang juga tampak sangat murka segera menyusul suaminya keluar dari Geunjeongjeon. Bisik-bisik terdengar semakin keras. Semua Yangban di dalam partai utara bermuka masam, mereka sangat menginginkan Myeon Su-gongju yang naik tahta menggantikan ayahnya, karena itu akan semakin menguntungkan mereka. Jun Seon telah menjanjikan kekayaan bagi para Yangban jika mereka mendukung istrinya Myeon Su Gongju untuk menjadi Yeowang7).

Otthoke! Bagaimana mungkin mendiang Raja Jun Reo lebih memilih pangeran ingusan itu, yang bahkan untuk berperang saja dia tidak mampu!” Teriak salah satu yangban pendukung Myeon Su.

Dibalik keriuhan yang ditampilkan oleh partai utara, diam-diam senyum tersungging di wajah para yangban anggota partai selatan yang mendukung pangeran Yeong Jun. Mereka tahu mendiang raja telah bertindak benar. Mereka khawatir jika putri Myeon Su menjadi ratu dia akan bertindak sewenang-wenang.

***
Daega 8) apa yang harus kita lakukan sekarang?” Jun Seon mengepalkan tangannya dengan geram mendengar pertanyaan salah satu yangban yang mendukungnya. Seluruh yangban partai utara tengah berkumpul di kediaman Jun Seon, wajah mereka menampilkan raut kekecewaan yang dalam.

“Laki-laki tua itu! Bahkan saat sudah mati pun masih bisa membuatku susah.” Dengan kesal dia memukul meja didepannya hingga berderak.

“Haruskah kita adakan pemberontakan, Daega?” Ucap seorang yangban dari klan Ahn.

Ahni! Itu terlalu dini.” Sergah Putri Myeon Su.

Semua yangban termenung memikirkan cara agar mereka bisa menggagalkan Pangeran Yeong Jun naik tahta. Batin mereka bergejolak, rasa haus akan harta dan kekuasaan muncul di benak setiap orang.

Jun Seon tampak menerawang namun sedetik kemudian dia mengangkat sebelah bibirnya.

“Istriku, apa kau melupakan sesuatu yang telah kau pelajari dari Uigwe9)?” Putri Myeon Su mengerutkan dahinya merasa bingung dengan pertanyaan suaminya.

Uigwe bab 7 seorang raja harus memiliki saudara pangeran penerus raja yang kelak akan menggantikannya jika raja mangkat tanpa seorang anak.” Mata para yangban seketika terbelalak kaget, namun sedetik kemudian digantikan dengan ekspresi takjub.

“Jadi anda berniat untuk mencalonkan diri sebagai saudara pangeran penerus raja?” Tanya Jo Seun Mi, yangban pemimpin klan Jo.

“Bukan aku, tetapi istriku.” Putri Myeong Su tersenyum mendengarnya.

“Selama masa pengasinganku dan istriku, tugas kalian adalah memastikan istri bocah itu tidak sampai melahirkan putra mahkota. Setelah keadaan kerajaan telah stabil, kalian harus membunuh bocah itu, tanpa sepengetahuan siapapun.” Jun Seon tersenyum puas.

Ne, Daega!” Jawab seluruh yangban.

***
Mwoya!!” Mata Eul Gak terbelalak kagt mndengar laporan seorang kasim padanya.

“Myong Su-gongju mencalonkan diri menjadi saudara pangeran penerus tahta?”

Ne, begitu laporan dari salah seorang dayang di kediaman Myong Su-gongju. Semalam para yangban berkumpul di kediamannya.” Raut wajah Eul Gak semakin mengeras mendengar ucapan kasim. Rasa marah timbul di dalam hatinya.

“Beraninya dia mencoba berebut kekuasaan sedangkan makam ayahnya pun masih basah.”

“Nyawa Pangeran Yeong Jun dan istrinya dalam bahaya.” Ucap Kasim.

“Begitu juga bayi mereka kelak.” Eul Gak tampak menerawang. Sebuah gambaran peristiwa mengerikan melintas di pikirannya.

“Kau awasi semua gerak-gerik yangban partai utara, sekaligus keadaan putri mahkota.”

Ne, algeusemnida.”

Saya akan berusaha menjaga putra mahkota, cheona. Batin Eul Gak dengan menatap ke arah makam raja.

Tiba-tiba saja matanya terasa perih dan seperti tertutup kabut. Dia menutup erat matanya, berusaha mengusir rasa perih itu. namun ternyata sebuah bayangan yang jelas memasuki pikirannya serta sebuah suara terdengar di telinganya.

Eul Gak melihat seekor phoenix berwarna merah tampak berdiri di samping seekor naga emas. Mata sang Phoenix mengeluarkan air mata darah. Lalu di langit, diatas mereka, bulan dan matahari tampak terlihat bersama. Sinar matahari tampak sangat redup karena tertutup oleh awan hitam.

‘Eul Gak, ada saatnya sang Phoenix akan menemukan sang naga. Pada saat itulah semua akan berjalan sesuai keinginanku. Ikutilah takdir yang mengalir. Jagalah Phoenix dan Naga kerajaan kita, karena mereka ditakdirkan untuk menyatu.’ Ucap suara itu.

Eul Gak jatuh terduduk. Kepalanya terasa pening, matanya meneteskan air mata.

Jeonha, saya berjanji akan menjaga mereka.”

***

Pesta pengangkatan Pangeran Yeong Jun menjadi Raja Junpyeo berlangsung sangat meriah.  Semua yangban berkumpul di halaman istana Gyeongbok. Semua yangban partai selatan menampilkan wajah bahagia berbanding terbalik dengan partai utara yang menampilkan wajah masam.

DUNG! DUNG! DUNG! DUNG! DUNG!

Shinmungo10) bertalu delapan kali menandakan rombongan raja telah memasuki istana.

“Yang Mulia memasuki istana!”

Tandu kebesaran raja memasuki halaman istana dengan di angkat oleh dua belas orang laki-laki pilihan. Di belakang tandu mengikuti lebih dari selusin dayang yang melangkah dengan penuh hormat. Serentak seluruh yangban menundukan kepala mereka.

Pangeran Yeong Jun turun dari tandu dengan gagah. Sulaman sembilan symbol emas pada gujangbok11) hitamnya berkilau tertimpa sinar matahari. Semua yangban menundukan kepala mereka dengan hormat ketika Pangeran Yeong Jun berjalan melewati mereka menuju singgasananya.

Yeong Jul memandangi seluruh rakyatnya dari atas singgasana dengan senyum menggembang di wajahnya. Dia sadar akan tanggung jawab yang diembannya sekarang, tetapi di dalam hatinya telah terbentuk sebuah tekad kuat untuk melaksanakan amanat ayahnya.

DUNG! DUNG!

Shinmungo kembali bertalu dua kali bersamaan dengan Pangeran mendudukin tahtanya untuk pertama kalinya.

“Kepada yang mulia Raja Junpyeo, sebagai Raja Joseon yang baru, kami persembahkan stampel agung kerajaan.”

Perdana menteri menyerahkan stampel kerajaan sebagai tanda kekuasan raja. Yeong Jul mengambil stampel yang berbentuk kura-kura emas tersebut dari dalam kotak emas yang berlapis emas dan bertabur permata, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi dihadapan seluruh rakyatnya.

Gook Gong Sa Bae12)!!” Teriak perdana menteri. Seluruh rakyat menghormat kepada raja sebanyak empat kali sebagai tanda kesetiaan. Yangban partai utara melakukan gong sa bae dengan setengah hati. Mata mereka terapancang pada raja dengan sinar penuh kebencian.

“Panjang umur yang mulia raja Junpyeo! Banzai!” Eul Gak berteriak memberi salam kepada raja yang diikuti oleh seluruh rakyat.

Banzai! Banzai! Banzai!”

Raja Junpyeo memandangi seluruh rakyatnya dengan rasa bangga mmbuncah didadanya. Dalam hati dia berjanji tidak akan membuat rakyatnya menderita selama dia masih bisa menarik nafas.

***
Dua minggu kemudian…

Seluruh dayang yang melayani Putri Myeong Su dan Jun Seon berkumpul di gerbang barat istana untuk mengantarkan Putri Myeong Su dan suaminya menuju Soraesa. Wajah mereka bersimbah air mata.

Putri Myeong Su dan suaminya telah bersiap memasuki tandu. Mereka telah melepas seluruh atribut kerajaan mereka dan hanya menyisakan hanbok putih yang melekat di badan keduanya. Tepat sebelum mereka masuk ke dalam tandu, seorang kasim berteriak mengumumkan kedatangan raja.

“Yang Mulia Raja tiba.” Seluruh dayang segera menghapus air mata mereka dan menghormat kepada raja.

Jeonha.” Sapa Myeong Su.

Noonim, tidak bisakah kau tinggal disini saja bersamaku?” Wajah Raja Junpyeo terlihat sangat sedih melepas kepergian kakak yang sangat dia hormati.

“Aku membutuhkan bimbinganmu” Jun Seon mendengus pelan mendengar ucapan raja.

Jeonha, kami hanya melaksanakan keinginan mendiang ayahanda. Kami akan selalu mendoakan kesehatan dan keselamatan yang mulia.” Ucap Putri Myeong Su.

Noonim.” Putri Myeong Su dan suaminya memasuki tandu. Rombongan mulai berjalan meninggalkan istana.

Raja memandangi kepergian rombongan putri Myeong Su dengan hati sedih. Sampai saat ini didalam hatinya masih timbul berbagai pertanyaan, kenapa ayahnya tega mengucilkan kakaknya dan kakak iparnya.

Tanpa sepengetahuan mereka, Eul Gak uijeong mengamati kejadian itu bersama kepala kepolisian kerajaan dan seorang kasim.

“Kirim beberapa anak buahmu dan awasi seluruh pergerakan mereka di soraesa.” Peritah Eul Gak.

Ye!” Kepala kepolisian kerajaan segera berlari pergi untuk mengikuti rombongan putri Myeong Su.

“Kasim, pantau semua yang terjadi di kalangan yangban partai utara. Dan pastikan dokter ratu ada dipihak kita.”

Ye.”

“Sebenarnya apa yang ada dikepalamu Park Jun Seon?” Bisik perdana menteri dengan terus memandangi rombongan putri yang perlahan mulai menjauh dari istana.

***
Enam bulan kemudian

Permaisuri Sungki tampak berjalan dengan tergesa menelusuri lorong-lorong istana. Perutnya yang tampak membesar sedikit menyulitkan gerakannya. Keringat terlihat di dahi halusnya, wajahnya pun menampakan kekhawatiran yang sangat. Sekitar selusin dayang dan pengawal mengekor di belakangnya, wajah mereka pun menunjukan kecemasan yang sangat.

Jeonha, Jungjeon-mama13) datang menghadap.” Ucap kasim, memberitahukan kedatangan Permaisuri.

“Persilahkan masuk.” Pintu terbuka dan masuklah Permaisuri dengan wajah sepuluh kali lebih cemas dari sebelumnya.

Jeonha.” Ucap Permaisuri lalu bersimpuh didepan Raja.

“Ada apa Ratuku? Kenapa wajahmu terlihat sangat cemas?”

Jeonha, seorang kurir yang diutus oleh ibu hamba, baru saja tiba mengantarkan surat. Aboji, sakit keras, Jeonha.” Dengan berurai air mata, Permaisuri meletakan surat yang baru saja dia terima, di meja, di depan Raja. Raja mengambil surat tersebut lalu membacanya. Sesaat kemudian wajahnya mengeras, kecemasan yang sama dengan Permaisuri tercipta di wajahnya.

“Saya harus kembali ke rumah, Jeonha. Saya ingin melihat keadaan Aboji.”

Hajiman, Jungjeon, kau sedang mengandung. Aku tidak ingin terjadi apa-apa dengan anakku.”

“Saya yakin anak ini kuat, Jeonha. Tolong ijinkan hamba pergi.” Air mata semakin membanjiri wajah Permaisuri. Raut wajah Raja semakin diliputi kebingungan, disatu sisi dia sangat ingin mengijinkan Permaisuri untuk mengunjungi rumahnya, bahkan dia pribadi pun ingin sekali menjenguk ayah mertuanya. Namun disisi lain ia pun khawatir dengan keadaan anak alam kandungan Permaisuri. Permaisuri yang sedang hamil tua bisa saja sewaktu-waktu melahirkan.

Jebal, Jeonha.” Permaisuri menyembah kepada Raja berkali-kali dengan air mata yang terus berurai. Hati Raja menjadi semakin tidak tenang. Dia bimbang, apa yang harus dia lakukan. Ia merasakan kesedihan yang sama dengan Permaisuri.

Jebal.”

“Bangunlah Ratuku.” Raja mendekati Ratu dan membantunya bangkit. Ia usap air mata yang mengalir di pipi Ratu dengan penuh kasih.

Jeonha.”

Kajja, kita pergi menjenguk orang tuamu.” Wajah Ratu berbinar seketika. Kelegaan terpancar dari wajahnya.

Gomapseumnida, Jeonha.”

“Apa ada orang diluar?” Teriak Raja.

Ye, Jeonha.” Seorang dayang Ratu masuk ke dalam ruangan Raja.

“Aku memutuskan untuk mengunjungi rumah orang tua Jungjeon, siapkan segalanya.” Titah Raja.

Ye, Jeonha.”

“Sebaiknya kau juga bersiap, Jungjeon.” Ucap Raja pada Ratu sambil memeluknya.

Ye, Jeonha.”

Sementara itu, dua orang dayang diam-diam pergi dari istana Raja. Salah satu dari mereka menuju kediaman Eul Gak euijeong dan seorang lagi menuju kediaman Jo Seun Mi, pemimpin yangban partai utara. Tujuan mereka berdua sama, melaporkan semua yang telah terjadi di istana Raja.

***
Jeongmal?” Mata Jo Seun Mi membulat senang mendengar laporan dari salah satu dayang yang menjadi mata-matanya di kediaman Raja.

Ne, Daega. Seluruh dayang di istana Permaisuri sedang mempersiapkan seluruh keperluan.” Ucap si dayang dengan penuh semangat. Hatinya dipenuhi rasa senang, dia tahu sebentar lagi dia bisa mendapatkan uang yang cukup untuk dia belanjakan perhiasan di pasar terdekat.

“Baiklah kalau begitu. Kau kembalilah ke kediaman Raja, dan selalu laporkan padaku jika terjadi hal penting.” Kata Jo Seun Mi sambil melemparkan sekantong koin nyang ke pangkuan si dayang yang segera memasukanya ke balik bajunya.

Gomapseumnida, Daega.” Segera setelah sang dayang meninggalkan ruang kerjanya. Jo Seun Mi bergegas mengambil dua lembar kertas dan pena. Dengan serius dia menulis sebuah surat lalu memasukannya ke dalam amplop tertutup.

“Apa ada orang diluar?” Teriak Jo Seun Mi.

Ne, Daega.” Seorang pelayan masuk ke dalam kamar kerja Jo Seun Mi dengan wajah tertunduk.

“Kirim surat ini ke soraesa dengan penunggang tercepat.” Ucapnya sambil menyerahkan urat pertama.

“Lalu surat ini kepada kepala polisi Dae Gun Wook. Dan jangan sampai ada seorang pun yang mengetahuinya.”

Ne, Daega.” Pelayan itu keluar dari ruangan Jo Seun Mi dengan tergesa. Jo Seun Mi mengangkat sebelah bibirnya dan tersenyum sinis. Sebuah rencana jahat telah tercipta di dalam kepalanya.

“Saatnya telah tiba, Jeonha.” Ucapnya lirih.

***
Raja dan Ratu telah bersiap untuk keberangkatan mereka. Sebuah tandu raja yang besar dengan selusin pemanggulnya telah siap di halaman istana. Begitupula dengan para dayang dan pengawal raja, mereka semua telah berkumpul di dekat tandu.

Permaisuri berjalan menuju tandu dengan tertatih dan dibantu oleh seorang pelayan setianya. Kehamilannya yang telah membesar benar-benar telah melemahkan fisiknya dan juga membuatnya susah untuk bergerak.

Jungjeon, gwenchana?” Tanya Raja pada Permaisuri.

Ye, Jeonha. Anak ini benar-benar kuat, dia tidak bisa berhenti bergerak. Seharian ini dia sudah berpuluh kaki menendang hamba. Hamba rasa dia seorang putra, Jeonha.” Permaiuri tersenyum kepada Raja yang tampak senang mendengar ucapannya.

Jeonha.” Tiba-tiba Eul Gak euijong telah berada di belakang mereka berdua. Eul Gak memberi hormat kepada Raja dengan wajah sedikit tak ramah.

Ah, Perdana Menteri. Apa yang membawamu sampai kemari?” Tanya Raja.

“Hamba dengar, Yang Mulia akan mengunjungi kediaman orang tua Permaisuri.”

“Telingamu cukup panjang juga Perdana Menteri. Ya, kau benar, kami akan pergi kesana.” Wajah Perdana Menteri memerah dibuatnya. Raja hanya tersenyum sinis melihat perubahan raut wajah Eul Gak.

“Tidak bisakah Yang Mulia menunda kepergian yang mulia?” Dahi Raja dan Permaisuri berkerut mendengar ucapan Eul Gak.

“Apa maksudmu Perdana Menteri?”

“Keadaan masih belum belum menentu, Yang Mulia. Masih banyak bahaya diluar sana.” Jelas Eul Gak.

“Apa maksudmu belum menentu? Aku bisa menambah pengawalan jika menurutmu pengawalan yang kami miliki saat ini masih belum cukup.” Sergah Permaisuri dengan raut wajah menahan emosi.

“Saya hanya mengkhawatirkan keadaan Jungjeon-mama dan calon putra mahkota.”

“Kau tak perlu khawatir, semua akan baik-baik saja. Kita berangkat sekarang.” Kata Raja. Pintu tandu terbuka, Raja dan Permaisuri masuk kedalamnya.

Eul Gak hanya bisa memandangi kepergian rombongan itu dengan mata khawatir. Hatinya gelisah, dia merasa sesuatu hal akan terjadi hari ini.

“Segera siapkan sebuah kuda tercepat untukku.”Ucap Eul Gak pada seorang kasim setianya.

Ye.”

***
Rombongan Raja dan Ratu bergerak secara perlahan menjauhi Hanyang14). Sianr matahari menerobos dari sela-sela dedaunan yang rimbun. Rombongan telah sampai di hutan perbatasan Hanyang, lebih dari 10 Km dari istana. Raja bersenandung kecil di dalam tandunya. Lengan kokohnya memeluk erat bahu Permaisuri, dan tangannya membelai pelan perutnya yang membuncit.

Jeonha, jika dia seorang putra, nama apa yang akan kita berikan padanya?” Tanya Permaisuri kepada Raja.

“Jika dia seorang putra, maka nama yang pantas untuk putra mahkota adalah ‘Gyu Hyeon’, yang berarti pangeran yang tampan dan bijaksana. Sedangkan jika dia seorang putri maka aku akan memberinya nama ‘Yeon Mi’, yang berarti hujan yang cantik. Aku ingin dia bisa membawa kesejukan dan ketenangan di dalam istana seperti layaknya saat hujan turun.” Senyum mengembang di wajah Raja. Didalam hatinya membuncah rasa bahagia, dia sangat berharap anaknya adalah seorang putra.

Jeonha, nama yang anda berikan sangat bagus. ‘Gyu Hyeon-wonja’ dan ‘Yeon Mi-gongju’.”

Tiba-tiba Permaisuri merasakan sakit yang teramat sangat dari dalam perutnya. Rasa sakit yang menusuk dan membuatnya merintih kesakitan.

Jungjeon, gwenchana?” Raja bertanya pada Permaisuri dengan nada suara yang sangat khawatir. Dihadapannya, Permaisuri mengerang kesakitan, tangannya menegang dan mengepal keras.

Jeon..ha, sepertinya saya akan melahiran.”

Mwoya?” Raja terpekik kaget, kepanikan melanda hatinya.

“Berhenti! Berhenti! Hentikan tandunya!” Teriak Raja.

Seketika rombongan menghentikan perjalanan. Seorang dayang membuka pintu tandu dan terpekik kaget.

“Kyaaa, Jungjeon-mama!”

“Segera persiapkan perkemahan darurat! Segera kumpulkan dayang yang mampu untuk membantu persalinan permaisuri!” Titah Raja.

Pengarak tandu, meletakan tandu di bawah sebuah pohon besar yang melindungi Permaisuri dari terpaan sinar matahari. Selubung kain besar segera di pasang di sekitar tandu, membentuk sebah kemah darurat. Para penjaga membuat pertahanan berlapis dan para dayang muda segera mencari air dan membentuk api unggun.

Raja berjalan di luar tandu dengan gelisah, tangan dan kakinya gemetar. Keringat dingin mengalir di pelipisnya. Tubuh Raja berjengit saat seorang dayang keluar dari dalam tandu dengan membawa sebuah kain yang telah dipenuhi darah. Rasa khawatir di dalam hatinya semakin menggembung kala mendengar teriakan kesakitan Permaisuri.

Aaaaaaaa..

Jungjeon bertahanlah, demi putra mahkota.’ Kata Raja pada dirinya sendiri.

Tanpa mereka sadari Eul Gak euijong mengamati dari balik bukit diantara rerimbunan dahan pohon di atas kudanya. Dia mengamati keadaan sekitar tempat raja mendirikan kemahnya. Sekilas dia sempat melihat sekelebat bayangan hitam di bawahnya, lebih dekat ke perkemahan Raja.

‘Ternyata bukan hanya aku saja yang mengikuti mereka.’ Ucapnya pada diri sendiri, Dia mengeratkan genggamannya pada pedang di tangannya.

Perhatian Eul Gak teralih saat dia mendengar teriakan memilukan dari arah perkemahan Raja, lalu sedetik kemudian dia melihat seeokor naga dengan sinar biru yang sangat terang terpancar dari sekujur tubuhnya melayang keluar dari dalam tandu. Naga itu melayang, melesat menuju matahari yang sedikit tertutup awan. Dia melingkarkan seluruh tubuhnya pada matahari dan membuat awan gelap menyingkir.

Hati Eul Gak mencelos, dia kembali teringat akan penglihatannya dan bisikan dari mendiang raja terdahulu. ‘Eul Gak, ada saatnya sang Phoenix akan menemukan sang naga. Pada saat itulah semua akan berjalan sesuai keinginanku.’

“Naga?”

Tangis bayi memecah kesunyian hutan. Sorakan kegembiraan terluapkan oleh seluruh dayang dan para pengawal. Raut wajah Raja memancarkan semburat kelegaan. Kebahagiaan meliputi hatinya.

Matahari menyinari tanah Hanyang dengan sinar keemasannya, membawa seberkas harapan akan kehidupan yang baru. Dedaunan melambai gemulai, menari dengan lenturnya karena tersapu oleh angin musim semi yang hangat, sehangat hati seorang penerus yang baru saja lahir. Gemericik air sungai di kejauhan, mengalun menyanyikan kidung lembut menyembut pangeran suci yang datang dengan membawa takdir hidup yang rumit.

Seorang dayang keluar dari dalam tandu dengan membawa seorang bayi yang terbungkus selimut tebal bersulamkan benang emas. Bayi itu tampak tertidur pulas di dalamnya. Dayang itu menyerahkan bayi tersebut kepada Raja yang lalu menggendongnya dengan canggung.

“Seorang pangeran, Jeonha.” Air mata raja menitik melihat wajah putranya. Dia membelai pipi bayi itu dengan penuh kasih.

“Aku memberi nama dia ‘Gyu Hyeon’. Gyu Hyeon-wonja.” Teriak Raja kepada seluruh pengawal dan dayang di sekitarnya.

“Panjang umur wonja-mama! Banzai! Banzai!” Seluruh dayang dan pengawal menghormat kepada pangeran sebanyak tiga kali. Wajah mereka terlihat menunjukan kebahagiaan yang sangat.

Raja melangkah masuk ke dalam tandu dan melihat Permaisuri tengah duduk untuk memulihkan tenaganya.

Jeonha.”

“Lihatlah Ratuku, anak kita sangat tampan.” Ucap Raja sambil menyerahkan bayi Gyu Hyeon dalam gendongan Permaisuri.

Ye, Jeonha. Wajahnya sangat mirip dengan anda.” Permaisuri menggenggam tangan mungil Gyu Hyeon dengan penuh kasih. Dia masih tetap terlelap tidur di balik selimutnya.

“Aku ingin memberikan sebuah hadiah pada anak kita.” Raja meraih sebuah kalung berantai yang tersembunyi dibalik jubahnya. Kalung itu terbuat dari emas. Diujung kalung itu tergantung sebuah hiasan berbentuk naga yang telah melingkar. Mata naga tersebut terbuat dari batu berwarna biru sapphire.

Jeonha, bukankah itu…”

Ne, ini adalah kalung yang di berikan oleh Halma-mama15) saat aku masih kecil dulu. Kukira sekarang saatnya kalung ini menjadi milik Gyu Hyeon.”

Raja mengalungkan kalung tersebut pada leher Gyu Hyeon yang masih tetap terlelap. Sebuah senyum kecil tersungging di bibir mungilnya.

Gomapseumnida, Jeonha.” Wajah Permaisuri berbinar bahagia. Dia menatap bayi Gyu Hyeon dan tertawa kecil, saat dia melihat anaknya tengah menggenggam erat hiasan kalung yang melingkar di lehernya.

Tiba-tiba terdengar suara teriakan dan pekikan dan luar tandu disertai dengan bunyi kilat pedang.

Zzzllaaap!!!

Sebuah anak panah menancap di dinding tandu. Ujungnya yang berkilat tajam mencuat dari dalam dinding. Permaisuri memekik ketakutakan. Sesaat kemudian pintu tandu terbuka dan masuklah seorang dayang setia Permaisuri.

Mama.” Ucapnya dengan nafas terputus-putus. Raut wajahnya memancarkan ketakutan yang teramat sangat.

“Seol Ma! Musoerinimya16)?” Tanya Raja.

Jeonha, kita diserang! Kyaaaa!!” Pekik Seol Ma saat sebuah anak panah kembali menancap di dinding tandu.

“Kita harus pergi dari sini, Jeonha.”

Seol Ma membantu Permaisuri berdiri. Mereka berdua bersama Raja bergegas keluar dari dalam tandu. Disekitar mereka para penjaga tampa mulai berjatuhan bersimbah darah. Sekilas Raja melihat para penyerang mereka memakai pakaian serba hitam.

Mereka bertiga berlari semakin masuk ke dalam hutan. Permaisuri berlari sambil menggendong bayi Gyu Hyeon. Keadaannya yang masih lemas, membuat kecepatan larinya sangat pelan.

Sementara itu, Eul Gak melihat berlusin-lusin orang berjubah serba hitam berlari keluar dari dalam hutan. Kilatan pedang dan bunyi denting segera membahana keseluruh penjuru hutan. Pekikan dan teriakan ketakutan para dayang turut menambah suasana memilukan.

Pria berjubah itu membunuh dengan membabi buta seluruh manusia yang berada di dekatnya. Eul Gak segera memacu kudanya menuruni bukit dengan menganyunkan pedangnya. Kilatan pedang berukirkan naga miliknya segera menebas setengah lusin pria berjubah hitam dalam sekali ayun.

‘Jadi ini yang kau rencanakan Jun Seon! Menyerang Raja, saat di luar istana. Betapa pengecutnya dirimu!’ Ucap Eul Gak pada dirinya sendiri.

Dia terus mengayunkan pedangnya membunuh para penyerang sebanyak dia bisa. Pandangannya teralihkan saat sekilas dia melihat Raja, Permaisuri dan seorang dayangnya melarikan diri memasuki hutan yang lebih dalam.

Dia memutar arah kudanya dan mengejar Raja, namun sebuah anak panah berhasil mengenai kaki depan kudanya. Eul Gak terguling jatuh, dan sebilah pedang segera menebasnya. Dengan cekatan dia berguling hingga pedang itu hanya berhasil menebas udara kosong.

Eul Gak menghunus pedangnya dan tepat mengenai jantung si penyerang. Dia bergegas bangkit dan lari mengejar Raja dan Permaisuri.

Semoga semuanya baik-baik saja. Batinnya.

Raja, Permaisuri dan Seol Ma terus berlari kedalam hutan. Di belakang mereka, mereka bisa mendengar derap kaki orang-orang yang mengejar mereka. Permaisuri merasakan kakinya sudah tak sanggup lagi membawanya pergi berlari. Dia yakin mereka akan mati sekarang. Hatinya diliputi kecemasan yang amat sangat, bukan karena dia takut mati, namun dia merasa sedih jika hanya bisa memberikan kehidupan pada Gyu Hyeon hanya satu hari. Dia ingin anaknya hidup lebih lama.

“Seol Ma! Seol Ma-ya!”

Ye, Jungjeon-mama.”

“Bawa Gyu Hyeon pergi.” Ucap Permaisuri sembari memberikan Gyu Hyeon pada Seol Ma. Air mata membasahi pipinya. Dia baru satu jam melahirkan dan menggendongnya, namun takdir sudah harus memisahkan mereka.

“Jadilah ibu yang baik baginya.”

Mama.”

“Larilah berlawanan arah dengan kami Seol Ma-ya. Lindungi putra kami, maka kami akan sangat berterima kasih atas kesetiaanmu. Pastikan jika dia sudah dewasa nanti, dia tidak akan pernah menginjakan kakinya di istana. Jangan sampai dia mengetahui identitasnya yang sesungguhnya, arrachi?” Ucap Raja. Dia membelai pipi gempal Gyu Hyeon untuk terakhir kalinya.

Jeonha.” Air mata di kedua matanya sudah tak tertahankan lagi. Suara derap kaki para pengejar mereka semakin terdengar jelas. Sebuah anak panah meluncur di dekat mereka dan menancap pada sebuah batang pohon.

“Lari Seol Ma! Osso!” Dengan berurai air mata dia berlari menjauhi Raja dan Ratu yang berlari ke arah berlawanan denganya.

Keempat pemberontak yang mengejar Raja sampai pada persimpangan jalan. Mereka melihat Raja dan Permaisuri berlari berlawanan arah dengan dayangnya.

“Kau kejar dayang itu, dan aku akan mengejar Yang Mulia. Pastikan tak ada yang hidup, terutama bayi itu.” Perintah sang pemimpin.

Ne!” Dua orang pemberontak mengejar Seol Ma dan sisanya mengejar Raja.

Dibelakang mereka Eul Gak telah berhasil mengejar. Dia melihat Seol Ma membawa Gyu Hyeon dan dikejar oleh dua orang pemberontak. Di lain sisi dia juga melihat Raja dan Permaisuri berlari terseok-seok dan dikejar oleh dua orang pemberontak.

Mana yang harus aku selamatkan? Batinnya resah. Sekelebatan ingatan akan suara Raja Jun Reo kembali melintas di ingatannya. ‘Ikutilah takdir yang mengalir, Eul Gak.’

‘Mungkinkah takdir Raja dan Permaisuri telah sampai pada akhirnya disini? Akankah aku harus mengikuti takdir anak itu? Jongsohamnida, Jeonha.’ Bisik Eul Gak pada dirinya sendiri.

Dia memantakan hatinya dan berlari mengejar Seol Ma. Ternyata jalan yang mereka tempuh berakhir di sebuah jurang. Tak ada jalan keluar lain. Dibawah jurang menghmpar sebuah aliran sungai yang dalam.

Wajah Seol Ma memucat, Gyu Hyeon menangis keras, seakan dia pun mengetahui ancaman yang membahayakan hidupnya.

“Serahkan bayi itu pada kami, dan kau akan kami bebaskan.” Ucap si pemberontak.

Shiro!” Ucap Seol Ma dengan mendekap Gyu Hyeon semakin erat. Dia berjalan terhuyung menuju tepi jurang yang rapuh.

“Kau mau mati rupanya!” Si pemberontak maju hendak menebas lehernya. Sedetik kemudian, sebuah belati melayang dan menancap tepat di punggung si pemberontak, membuatnya lumpuh dan mati seketika.

Eul Gak mengayunkan pedangnya dan menyerang sisa pemberontak. Seol Ma sedikit merasa lega akan penyelamat hidupnya. Dia melangkakan kakinya kebelakang menghindari perkelahian. Ujung jurang semakin rapuh, dan tak lagi mampu menahan berat tubuh Seol Ma. Sedikit bebatuan runtuh dan menyeret Seol Ma dan Gyu Hyeon dalam dekapannya jatuh kedalam air.

Kyaaaaaaaa.” Pekik Seol Ma. Eul Gak menoleh kepada Seol Ma. Dia berusaha meraih tangannya, namun terlambat, Seol Ma dan Gyu Hyeon telah terjatuh ke dalam jurang dan tenggelam dalam air.

Andwe!”

Ssslaaasssh!

Kilatan perak pedang menebas punggung Eul Gak. Darah mengucur dari punggungnya. Bayangan mata Eul Gak semakin kabur. Dengan terhuyung dia mendekati ujung jurang untuk mencari Seol Ma dan Gyu Hyeon yang  sudah raib.

Mianhae, Jeonha.” Bebatuan tempat Eul Gak berpijak runtuh dan membawanya jatuh ke dalam jurang, tenggelam dalam aliran sungai.

Jeonha…

Come children of God…
We believe in the love of truth..
Darkness may role of night,,,
But we stand tall, until the sunrise is high…
(Come, People of God, Seondeok Yeowang)

---TBC---

1) Jeonha : Yang Mulia Raja.
2)Uijeong : Perdana Menteri.
3)Ahba-mama : Ayah raja (panggilan seorang putra raja pada ayahnya secara formal)
4)Soraesa : Kuil Buddha tempat Raja untuk berdoa.
5)Yangban : Kalangan bangsawan, biasanya sebelumnya mereka adalah seorang sarjana.
6)Geunjeongjeon : Tempat raja memerintah (kalau sekarang ya kaya kantor bupati apa kator gubernur gitu)
7)Yeowang : Ratu yang memerintah kerajaan.
8)Daega : Tuan (Panggilan untuk yang kastanya lebih rendah kepada atasannya, bisa juga memakai Nari.)
9)Uigwe : Buku protokoler kerajaan.
10)Shinmungo : Beduk yang terletak di depan gerbang istana. Biasanya dibunyikan untuk acara-acara khusus kerajaan (yang pernah nonton galaxy super star day korea pasti tau.)
11)Gujangbok : Baju resmi raja, biasanya berwarna hitam atau biru tua dengan sembilan symbol di bahunya. Biasaya dikenakan di acara khusus seperti pernikahan atau acara pengangkatan Raja)
12)Gook gong sa bae : Ritual menghormat sebanyak empat kali kepada raja yang baru saja diangkat.
13)Jungjeon : Permaisuri.
14)Hanyang : Nama Seoul pada jaman Joseon.
15)Halma-mama : Nenek ratu (Panggilan dari anak raja kepada ibu suri)
16) Musoerinimya : Apa yang sedang terjadi?




































Tidak ada komentar:

Posting Komentar